Semua Bab Mertua Pilih Kasih Tidak Tahu Kami Banyak Uang: Bab 71 - Bab 80

131 Bab

BAB 71

"Mas, kok kamu baru pulang jam segini sih? Kamu dari mana aja?" Dengan senyum merekah dan kalimat sok akrab, Mbak Arumi mengambil langkah panjang menghampiri Mas Ruslan. Aku yang semula berdiri bersisian dengan suamiku sendiri langsung mengambil tempat di depan Mas Ruslan. Aku harus menghalangi wanita ganjen ini agar tidak dekat-dekat dengan suamiku. "Eh, Tri? Kamu apa kabar?" tanya Mbak Arumi sok akrab padaku. "Kamu ngapain di sini?" tanyaku dengan ketus. Aku sama sekali tidak menghiraukan pertanyaan tak berbobot yang lebih dulu diajukan oleh wanita ini. "Kamu itu kok nggak ada sopan-sopannya sih sama tamu!" omel ibu mertuaku tidak puas. Namun, aku memilih untuk mengabaikannya. Saat ini yang menjadi fokusku adalah kehadiran wanita bernama Arumi ini. Aku sama sekali tidak pernah mempertimbangkan kalau wanita ini akan berani menginjakkan kaki di rumah ini. Dan tanpa menyurutkan senyum dari bibirnya, Mbak Arumi berk
Baca selengkapnya

BAB 72 | Tiana POV

Tiana POV, Sejak pagi hingga malam hari, wajahku terus menunjukkan ekspresi memberengut. Dikarenakan rumah ini yang kedatangan tamu, aku terpaksa turut sibuk membantu ibu mertua. Mulai dari memasak hingga membersihkan tiap sudut-sudut rumah. Tadinya aku berpikir tamu yang akan datang adalah tamu yang benar-benar penting. Ternyata hanya teman Mbak Dina. Namun, yang membuat wajahku lebih tidak sedap di pandang adalah wanita bernama Arumi ini tampaknya juga naksir pada Mas Ruslan. Setelah kedatangan wanita ini di sore hari, hal yang pertama kali dia tanyakan adalah keberadaan Mas Ruslan. Aku sendiri belum menemukan cara bagaimana mendekati pria dingin itu dengan Astri sebagai pawang posesifnya. Sekarang aku malah kedatangan rival tambahan. Sungguh menjengkelkan! "Maklumin sikap Ruslan itu ya, Nak Arumi. Dia memang kurang didikan," ucap Ibu mertua dengan nada halus pada teman Mbak Dina yang bernama Arumi ini. "Nggak apa-apa kok, Tante. L
Baca selengkapnya

BAB 73 | Dina POV

Dina POV, "Kamu benar-benar yakin mau mendekati Ruslan?" tanyaku pada Arumi begitu kami tiba di dalam kamar. "Sangat yakin. Sudah aku katakan berkali-kali kalau pria dingin seperti Ruslan ini membuatku sangat tertantang," timpal Arumi dengan senyum merekah di sudut mulutnya. "Apa ibukota kekurangan pria dingin yang bisa kamu goda?" tanyaku dengan alis berkerut dalam. "Orang-orang itu hampir aku lihat setiap hari. Mereka semua membosankan!" seru Arumi seraya menghempaskan diri pada tempat tidurku yang empuk. Untuk beberapa menit lamanya, kamarku itu jatuh dalam keheningan. Rasanya masih terlalu salah membiarkan Arumi mengganggu rumah tangga orang lain. Namun, aku juga tidak nyaman melihat Ruslan menjalani kehidupan rumah tangga yang harmonis, sementara rumah tanggaku sendiri berantakan. Kotornya hati ini mungkin hanya bisa dibersihkan dengan melihat Ruslan tidak pernah bahagia. "Aku nggak nyangka di kampung kecil ini ada pr
Baca selengkapnya

BAB 74

Lima tahun tinggal seatap bersama dengan mertua, hampir tidak pernah ada hari yang damai dan tentram. Hal ini tentu saja tidak jauh-jauh dari sikap ibu mertua yang suka mencari gara-gara. Dan pagi ini bukanlah pengecualian. Tok tok tok! "Astri bangun!"Suara gedoran pintu dan teriakan ibu mertua dari luar kamar membuatku terpaksa membuka mata dengan enggan. Aku lalu meraba ponsel yang tergeletak di atas nakas untuk melihat jam berapa sekarang. "Astri bangun! Masak sarapan segera!" ujar ibu mertua dengan nada yang terdengar semakin meninggi. Aku menggeliat semakin malas. Jarum jam masih menunjukkan pukul setengah empat subuh. Masih ada 30 menit sebelum waktu biasanya aku bangun. "Ibu ada-ada aja deh. Ngajak masak kok pagi-pagi banget!" dumelku dengan suara serak khas bangun tidur. Tok tok tok! "Astri cepat bangun. Banyak pekerjaan yang harus kita lakukan hari ini," ujar ibu mertua semakin bersemangat mengg
Baca selengkapnya

BAB 75

Begitu huru-hara itu sudah berakhir, aku dan Mas Ruslan dengan acuh tak acuh masuk ke dalam kamar. Kami pun kembali menutup pintu rapat-rapat. "Yaelah, ibu kamu ngancurin mood aja pagi-pagi," dumelku pelan seraya merebahkan tubuh di atas ranjang yang empuk. Aku berbaring di samping Danis yang masih tertidur lelap, tidak terpengaruh dengan keributan yang terjadi barusan. "Kamu nggak solat tahajud dulu? Mumpung belum subuh?" tanya Mas Ruslan tidak menghiraukan keluhanku. "Kamu duluan deh yang ke kamar mandinya," ujarku tanpa menoleh ke arah Mas Ruslan. Dikarenakan aku terbangun bukan pada jam biologisku yang biasanya, aku sampai menguap beberapa kali. Semangatku untuk menjalani hari juga menurun drastis. "Sayang, soal tambahan karyawan laki-laki yang kamu minta kemarin, Mas ada rekomendasi dari teman. Mas nggak kenal sih sama orangnya ini, tapi bisa dikasih magang dulu selama sebulan. Gimana?" Mas Ruslan berucap meminta pendapatku.
Baca selengkapnya

BAB 76

Jika kalian berpikir bahwa insiden sejak pagi buta itu dan perihal sarapan ini telah berakhir, maka kalian salah besar. Ibu mertua masih belum menyerah untuk terus mencari gara-gara denganku dan Mas Ruslan. "Lan, nanti kamu temani Arumi berkeliling untuk mengenal kampung ini dengan lebih baik ya. Dina udah pulang pagi-pagi sekali tadi untuk mengurus keluarganya," ujar ibu mertua mengajukan proposal barunya. Aku yang sedang mengelap mulut Danis yang sedikit belepotan oleh makanan spontan menolehkan kepala dengan keras ke arah wanita paruh baya yang suka semena-mena itu. Bayangan tanduk setan pun perlahan muncul di kedua sisi kepalaku. Niat ibu mertua yang ingin mendekatkan Mas Ruslan dengan Arumi tampak semakin jelas terlihat. "Nggak bisa, Bu. Hari ini di peternakan banyak kerjaan!" jawab Mas Ruslan dengan tenang. Mulut ibu mertua kembali terlihat megap-megap ingin menumpahkan berbagai macam kata pada Mas Ruslan. Akan tetapi, sebelum kata apapu
Baca selengkapnya

BAB 77 | Dina POV

Dina POV, "Bagus ya! Kamu semakin hari semakin seenaknya aja keluar masuk rumah ini. Udah jadi ibu kok ya masih aja keluyuran tanpa izin!"Aku tidak mempedulikan cerocosan pertama ibu mertua yang menyambangi gendang telingaku pagi ini. Aku terus saja mengambil langkah panjang menuju kamar Aldi. Jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh, dan sudah waktunya bagi Aldi untuk bersiap ke sekolah. Akan tetapi, apa yang aku lihat setibanya di dalam kamar putra semata wayangku itu sontak menghancurkan hatiku. Ada sosok Astuti yang sedang mengemas buku pelajaran milik Aldi ke dalam tas. Ada juga sosok Mas Arifin yang sedang duduk di pinggir tempat tidur sambil menatap wanita itu dengan mata berbinar penuh sayang. "Aldi nanti jangan nakal ya. Dengarkan ibu guru baik-baik kalau waktunya jam pelajaran. Nggak boleh berkelahi sama teman juga. Pokoknya Aldi harus jadi anak yang baik," ujar Astuti menasihati. "Iya!" jawab Aldi dengan patuh.
Baca selengkapnya

BAB 78 | Tiana POV

Tiana POV, "Tiana, biarkan aku bertanya?" tukas Mbak Arumi ketika rumah mertua sudah dalam kondisi sepi. Bapak mertua sudah berangkat kerja, sementara ibu mertu sedang pergi ke pasar. Di rumah ini hanya menyisakan kami berdua. "Bertanya soal apa?" tanyaku dengan acuh tak acuh. Mbak Arumi tidak langsung menyebutkan pertanyaan yang ingin dia ajukan. Hanya sepasang netranya yang menatap lekat ke arahku dengan sorot mata ambigu. "Apa?" tanyaku lagi dengan alis terangkat tinggi. Aku memiliki tebakan di dalam hati mengenai pertanyaan apa yang ingin diajukan oleh wanita ini. "Tolong jangan bilang kalau kamu juga naksir Ruslan?" ujar Mbak Arumi tampak ragu-ragu. Aku tidak segera membantah maupun mengiyakan. Hanya sepasang netraku yang memberikan kerlingan penuh arti padanya. Aku merasa bahwa pertanyaan ini tidak perlu dijawab dengan gamblang. Sebab, sikapku semalam dan pagi ini sepertinya sudah cukup menjadi jawaban. "Tap
Baca selengkapnya

BAB 79 | Tiana POV

Tiana POV, Sejak pertanyaan terakhir diajukan oleh Mbak Arumi, kami masih terus menunggu dengan setia. Waktu terus berlalu detik demi detik hingga 10 menit telah terlewati. "Apa kita tanya saja ke dalam?" tanyaku meminta pendapat pada Mbak Arumi. "Ayo!" balas Mbak Arumi tanpa banyak pikir panjang seraya mulai membuka pintu mobil yang ada di sisi kirinya. Sambil berjalan beriringan, kami menyebrang jalan menuju toko yang dimasuki oleh Mas Ruslan tadi. Kami tidak langsung berjalan masuk, dan justru celingukan di sekitar tempat parkir. Tampak terlihat orang-orang yang hilir mudik satu per satu. "Habis ini gimana?" tanya Mbak Arumi berbisik di samping telingaku. "Ayo kita masuk dulu. Lihat-lihat kalau ada Mas Ruslan di dalam," jawabku seraya menyeret sepasang tungkai jenjang ini ke dalam toko bernama toko 'SAMAWA' ini. Selayaknya toko-toko biasa, toko ini memiliki hilir mudik orang yang bisa dikatakan tidak terlalu ra
Baca selengkapnya

BAB 80

Sejak toko dibuka hingga detik ini, perkembangannya membuatku tersenyum dari telinga ke telinga. Perasaan gembira karena pelanggan baru terus berdatangan setiap harinya senantiasa membuatku mengucap syukur tanpa henti. "Gimana kondisi toko hari ini?" tanya Mas Ruslan yang baru saja tiba bersama dengan seorang laki-laki muda yang tampak baru memasuki usia 20 tahunan. "Alhamdulillah lancar, Mas!" jawabku dengan senyum yang terus merekah. "Perkenalkan ini Burhan, calon karyawan yang mau kerja di sini," ujar Mas Ruslan memperkenalkan laki-laki yang dia bawa. "Saya Burhan, Mbak!" sapa laki-laki itu seraya menyodorkan tangannya di depanku. "Astri," ucapku seraya membalas jabatan tangannya. "Kata Mas Ruslan, kamu hafal daerah-daerah sini ya?" tanyaku. "Iya, Mbak!" jawab Burhan. "Kalau gitu kamu mulai kerja besok aja, tugas kamu yang paling utama itu nganterin barang ke toko-toko langganan di sekitar sini," ujarku menutur
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
14
DMCA.com Protection Status