Semua Bab Mertua Pilih Kasih Tidak Tahu Kami Banyak Uang: Bab 101 - Bab 110

131 Bab

BAB 101 | Dina POV

Dina POV, "Aku hamil, Mas. Aku harus gimana?"Aku memijit kepalaku yang terus berdenging menyakitkan ketika mengingat sepenggal kalimat yang dikatakan Astuti tadi malam. Aku tidak sakit hati karena mengetahui wanita itu sedang mengandung anak dari suamiku, tetapi aku benci ketika melihat anakku sendiri menyambut baik kehamilan wanita itu. Anakku bahkan dengan girang berucap bahwa dia sangat bahagia karena sebentar lagi akan memiliki adik. "Setelah ini bagaimana?" Aku bertanya-tanya pada diri sendiri. Jika Mas Arifin memutuskan untuk menikahi Astuti, apa yang harus aku lakukan? Aku belum menemukan cara agar aku bisa memiliki putraku seutuhnya. Bagaimana aku harus menjelaskan pada Aldi bahwa situasi ini tidak baik untuknya. Bahwa kedua pasangan laknat itu bersikap baik padanya saat ini hanya karena mereka ingin mendapatkan restu dari Aldi untuk hubungan mereka. Dan aku yakin jika keinginan mereka tercapai, mereka pasti akan mengabaikan
Baca selengkapnya

BAB 102

Sejak semalam hingga pagi ini, ponselku terus berdering memunculkan nama ibu mertua. Aku yang beberapa hari ini telah mulai terbiasa hidup tanpa gangguan dari ibu mertua tiba-tiba dibuat meringding karena rentetan telepon dan pesan masuk yang datang. [Angkat teleponnya. Anak durhaka!]Adalah salah satu bunyi pesan yang dikirim bertubi-tubi oleh ibu mertua. "Mas, ibu ada nelepon kamu, nggak?" tanyaku ketika kami sedang menyantap sarapan. "Ada!" jawab Mas Ruslan singkat. "Lalu, kamu angkat?" tanyaku. "Nggak!" "Oh~""Kenapa?" tanya Mas Ruslan tatkala menemukan reaksiku yang tak biasa. "Aku kepo ada apanya, tapi aku nggak mau angkat telepon, dan nggak mau keberisikan juga karena teror telepon dari beliau," jawabku dengan jujur. "Kalau gitu, nonaktifkan saja teleponnya," ujar Mas Ruslan memberi saran. "Ya nggak bisalah. Pelanggan 'kan nelepon ke nomor ini," timpalku. "Mak
Baca selengkapnya

BAB 103

"Ibu apa-apaan sih? Kok main pukul Mas Ruslan begini?" ucapku sewot karena serangan tiba-tiba ibu mertua pada suamiku. "Dasar anak durhaka. Kamu tahu orang tuamu sudah tua, tapi kenapa kamu malah membiarkan mereka masih bekerja keras untuk sesuap nasi? Diusia yang sekarang ini, sudah seharusnya kami menikmati bakti dari anak-anak!" seru ibu mertua. "Ini semua gara-gara wanita sial yang kamu nikahi ini, kamu jadi pembangkang!" Ibu mertua meraung dengan ganas sambil terus memukul dada Mas Ruslan. Aku rasanya ingin mengamuk mendengar ucapan ibu mertuaku ini. Kenapa masih saja ada orang tua yang tidak paham-paham juga mengenai tugas anak laki-laki mereka yang sudah menikah? "Bu, tolong jangan begini," ujar Mas Ruslan lirih sambil meraih pergelangan tangan ibu mertua. "Tolong pahami posisiku juga yang nggak mudah, Bu!" tukas Mas Ruslan menambahkan dengan nada memelas. Dia terlihat mulai lelah menghadapi wanita paruh baya di depannya. Bukannya melun
Baca selengkapnya

BAB 104

"Apa maksud dari semua ini, Mas?" tanya Dimas pada Mas Ruslan yang seperti biasa selalu tampak tenang dan santai. "Jangan tanya apa maksudnya padaku. Tanyakan saja pada istrimu. Dia yang tiba-tiba datang kepadaku, lalu mengucapkan kata-kata itu," jawab Mas Ruslan masih dengan ketenangannya. "Tiana?" tanya Dimas kepada istrinya yang mulai menundukkan kepalanya dalam-dalam. " ... "Akan tetapi, Tiana tidak menjawab. Kepalanya tertunduk semakin dalam hingga orang-orang hanya bisa melihat puncak kepalanya saja. "Tiana, kenapa kamu bisa mengatakan itu? Darimana kamu mendengar omong kosong macam ini?" tanya Mbak Dina dengan intonasi suaranya yang menahan geram. " ... "Tiana masih tampak enggan untuk menjawab. Hal ini membuat wajah ibu mertua memerah menahan amarah. Bibirnya bergetar dan matanya semakin melotot mengerikan hingga mata itu kelihatannya Akan jatuh menggelinding ke lantai. Danis yang ditempatkan dalam huru-h
Baca selengkapnya

BAB 105

"Kamu jangan ke-GR-an deh, Mas. Aku buntutin kamu bukan karena aku naksir kamu!" seru Tiana dengan pongah. "Aku nggak pernah bilang kamu naksir aku. Tapi lalu apa alasannya?" tanya Mas Ruslan dengan aktif. Dimas yang tampak masih syok karena informasi awal tadi hanya bisa menatap bolak-balik antara Mas Ruslan dan istrinya sendiri. Sementara aku, mataku terus menatap lekat pada Tiana. "Aku cuma penasaran, dengan melihat kamu bisa liburan ke Bali waktu itu, ditambah lagi kamu menyekolahkan anak kamu di sekolah yang mahal, kamu pasti punya banyak uang 'kan?" tukas Tiana. "Punya banyak uang atau tidak, aku rasa itu tidak ada urusannya sama kamu. Kalau aku punya banyak uang kenapa? Kalau aku nggak punya uang juga kenapa?" timpal Mas Ruslan dengan santai. "Kalau kamu punya banyak uang, seharusnya kamu tidak menyembunyikannya. Kenapa coba kamu harus main kucing-kucingan sama keluarga kamu sendiri?" pungkas Tiana. Aku yang mendenga
Baca selengkapnya

BAB 106

"Lebih jelasnya, apa yang ingin bapak ketahui?" tanya Mas Ruslan pada bapak. Susunan kalimatnya begitu formal seolah dia tidak sedang berbicara dengan seseorang yang telah membuatnya hadir di dunia. "Bagaimana dengan apa yang dikatakan oleh Tiana?" tanya bapak mertua sambil menghembuskan asap rokok yang tidak bosan-bosannya beliau sesap sejak tadi. Baik aku maupun Mas Ruslan tahu dengan jelas apa yang sebenarnya ingin diketahui oleh bapak mertuaku ini. Dan karena hal ini, aku semakin kehilangan rasa segan pada beliau. Berbeda dengan saat di ruang keluarga tadi, kali ini aku menyerahkan segalanya pada Mas Ruslan. Terserah suamiku itu apakah dia ingin memberitahu bapak mertua mengenai usaha yang telah kami rintis diam-diam atau tidak. Aku lantas mengunci mulut rapat-rapat, dan membuka telinga lebar-lebar untuk mendengar obrolan bapak dan anak ini. "Tapi aku mau membahas soal ibu kandungku lebih dulu. Jika bapak berkenan, aku ingin tahu siapa ora
Baca selengkapnya

BAB 107

Dimas POV, Informasi yang aku terima malam ini benar-benar mengejutkan. Aku tidak pernah tahu bahwa Mas Ruslan ternyata bukan anak kandung ibu. Tetapi ketika aku memikirkannya dengan baik, alasan sikap ibu yang sering berat sebelah pada kami pun akhirnya bisa dijelaskan. "Maksud kamu apa sih Mas memojokkan aku seperti tadi?" tanya Tiana setelah kami kembali ke dalam kamar. "Aku nggak bermaksud untuk memojokkan kamu. Masalah ini benar-benar perlu untuk diluruskan agar tidak semakin menjadi-jadi," jawabku dengan tenang. "Halah, alasan kamu doang!" timpal Tiana tidak mau percayaAku pun menghela nafas dengan lelah. "Kalau saja kamu mau jujur dan terbuka sama aku dari awal. Aku nggak bakal sampai mengambil tindakan seperti tadi," ucapku tidak menrima disalahkan. Tiana yang juga tampak tidak terima pun membelalakkan matanya. "Aku udah jujur sama kamu mengenai tujuanku yang ingin mendekati Mas Ruslan kemarin malam loh, Mas!" seru
Baca selengkapnya

BAB 108

Dina POV, "Din, Ruslan tinggal di mana sih? Aku setiap hari lewat di depan rumah orang tua kamu, tapi aku nggak pernah ketemu sama dia. Papasan pun nggak pernah. Kamu bantuin tanya sama Ruslan dong, sekarang dia tinggal dimana. Aku udah coba menghubungi dia, tapi semua telepon dan SMS-ku nggak pernah dibalas," celoteh Arumi ketika kami sedang menghabiskan makan siang di sebuah restauran sederhana dekat kediaman orang tuaku. " ... ""Din, kamu bantuin aku dong!" " ... "Karena aku sedang asyik melamun, aku pun tidak menimpali ucapan Arumi. Kepalaku sendiri sudah terlalu penuh oleh masalah mengani ibu, dan keluarga kecilku sendiri. Bagaimana mungkin aku masih memiliki ruang di dalam kepala untuk memperhatikan masalah sepele Arumi ini. "Eh, Din... " Tegur Arumi seraya menggibaskan tangannya di depan wajahku. " ... "Akan tetapi, aku masih tidak menanggapi. Pikiranku tenggelam terlalu dalam akibat dari masalah
Baca selengkapnya

BAB 109

Dina POV, "Untuk apa sih mereka di sini?"Aku mendesis dengan geram saat melihat sosok Mas Arifin dan juga Astuti sedang berdiri di samping mobil mereka yang terparkir tepat di depan gerbang sekolah Aldi. Keberadaan mereka di sini telah menyalakan sinyal waspadaku. "Jangan mimpi kalian bisa mengambil Aldi dariku!" gumamku pada diri sendiri seraya keluar dari dalam mobilku sendiri. Aku kemudian berjalan dengan langkah-langkah panjang untuk menghampiri mereka. "Apa yang kalian lakukan di sini?" tanyaku dengan kedua tangan menyilang di depan dada. "Tentu saja untuk menjemput Aldi," jawab Astuti. Nada suaranya dibuat terdengar lemah lembut. "Nggak perlu. Sudah ada aku yang jemput. Kalian bisa pulang aja!" usirku dengan dingin. "Aldi adalah anakku. Dan aku tidak setuju kamu membawa Aldi pergi. Aldi harus ikut pulang ke rumah bersamaku!" pungkas Mas Arifin. Aku tahu cepat atau lambat hal ini akan terj
Baca selengkapnya

BAB 110

"Aku harap setelah obrolan semalam, kita tidak diganggu secara berlebihan lagi oleh keluarga kamu ya, Mas!" celetukku pada Mas Ruslan saat kami sedang menyantap sarapan sebelum memulai aktivitas seperti biasa. Mas Ruslan lantas mengangguk setuju. "Semoga kali ini bapak dan ibu benar-benar bisa mengerti. Walau sedikit aja juga nggak apa-apa," balas Mas Ruslan seraya menghela nafas panjang. Dia tampaknya mulai lelah menghadapi drama rumah tangga yang diciptakan oleh orang tuanya. "Amiiin!" ucapku dengan serius. Setelah melalui drama panjang semalaman, aku masih harus menjalani hari ini seperti biasa. Aku sepenuh hati berharap bahwa semua perkataan panjang yang telah ditumpahkan oleh Mas Ruslan akan menjadi bahan renungan oleh bapak dan ibu mertua. Namun, tentu saja harapan itu menjadi pupus, dan firasat buruk itu datang ketika aku melihat nama Dimas mulai sering terpampang pada layar ponselku. "Halo," sapaku dengan nada ogah-ogahan.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status