Beranda / CEO / Sekretarisku Jilbaber / Bab 41 - Bab 50

Semua Bab Sekretarisku Jilbaber : Bab 41 - Bab 50

214 Bab

Bab 41

Tak lama kemudian kami sampai di lokasi proyek tersebut, Pak Damar disambut oleh Pak Hardi Meneger Proyek yang bertanggung jawab penuh atas kelangsungan pekerjaan proyek apartemen ini. Pak Damar melihat-lihat bangunan yang hampir rampung tersebut dan Alhamdulillah sesuai ekspektasi beliau.Aku bertugas mencatat laporan-laporan yang diberikan oleh Pak Hardi, untuk bahan penyusunan laporan yang harus dibuat setiap bulannya.“Terimakasih Pak Hardi, saya puas melihat hasilnya,” ujar Pak Damar.“Itu juga berkat bimbingan dan arahan dari Pak Damar juga,” ucap Pak Hardi.“Baik, kalau begitu kami permisi dulu, Pak Hardi,” Pak Damar menjabat tangan Pak Hardi.Kami segera kembali ke kantor, ditengah perjalanan azan zuhur berkumandang memanggil umat-Nya untuk menunaikan shalat.“Pak Karyo, cari mesjid terdekat,” titah Pak Damar.“Baik Pak,” sahut Pak Karyo.Mobil segera berbelok ke m
Baca selengkapnya

Bab 42

Pak Damar mengulangi lagi pertanyaannya.“Annisa Nur Cahya, maukah kau menjadi istriku?”Rabb ... aku tak salah dengar, Pak Damar benar-benar memintaku jadi istrinya, kenapa dia bersikap aneh begitu, sakit kah dia? Ya, sepertinya dia sedang tak baik-baik saja.Aku tak menjawab pertanyaan dari Pak Damar, aku hanyut dalam lamunanku.“Neng ... Nisa, Neng Nisa, baik-baik saja?” tanya Pak Karyo.“Eh, ah, Iya Pak, saya gak apa-apa,” jawabku gagu.“Pak Damar menunggu jawaban Neng dari tadi,” lanjut Pak Karyo lagi. Jawaban apa yang harus kuberikan kepada Pak Damar.“Kenapa tiba-tiba meminta saya menjadi istri Bapak? Setelah Bapak memutuskan pertunangan dengan Adelia,” ujarku.“Kerena saya mengikuti kata hati,” jawab Pak Damar, sesaat sepi.“Ibumu, pernah menitipkan pesan kepadaku, agar aku menjagamu setelah dia tiada, dan entah kenapa aku menyanggupinya,” lanjutnya lagi.
Baca selengkapnya

Bab 43

Tok ... tok ... tok ...!“Assalamu’alaikum.” Terdengar ada orang yang mengucap salam dari luar. Siapakah kiranya pagi-pagi sudah bertamu.“Asslamua’alaikum, Nis!”“Wa’alaikumsalam, bentar,” jawabku.Ah itu suara Gendhis, kebetulan dia datang, aku segera menyambar jilbab instanku, lalu kukenakan, nanti saja cuci muka, aku segera membuka pintu.Di depan pintu berdiri Gendhis yang tersenyum lebar dan ada Pak Damar juga yang berdiri di sampingnya, refleks aku segera menunduk, aku pikir hanya Gendhis saja yang datang, ternyata ...“Nis, tamu kok tidak dipersilahkan masuk?” Gendhis menyadarkanku yang terpaku. Sembari menyerahkan buah tangan berupa parcel kepadaku.“Oh, benar, silahkan masuk, Ndis, Pak Damar,” ucapku mempersilahkan masuk mereka berdua.“Duduk Ndis,” ucapku lagi sembari mengusap wajahku yang belum kucuci dari tadi.“Nis, kamu baru bangun ya, ihh ...belum
Baca selengkapnya

Bab 45

Aku segera memeluk Gendhis, “Maafkan aku ya, aku terlalu terbawa emosi tadi, oke, kamu boleh mendandaniku, tapi jangan berlebihan,” ucapku manja pada Gendhis.“Siap, Kakak ipar,” Gendhis tertawa bahagia.Aku segera memakai gamis cantik berwarna mocca berpadu hitam, yang dibawa Gendhis, dipadukan dengan jilbab lebar berwarna soft mocca, Gendhis merias wajahku tipis-tipis.“Udah Ndis, jangan tebal-tebal gitu bedaknya, kelihatan kayak topeng monyet mukaku,” ketika Gendhis mulai memakaikan bedak di wajahku.“Kamu diem aja, Nis, aku tau, tanganmu jangan reseh deh.” ucapnya kesal seraya menampik tanganku yang hendak menyentuh bagian mataku.“Coba bibirnya jangan monyong gitu, biasa aja, susah aku makekinnya,” ujar Gendhis menggerutu, aku gak pernah make up jadi agak risih kalau pakai lipstik.“Warna apa lipstiknya? Merah cabe ya?” tanyaku lagi gundah.“Bukan, udah, nanti kamu liat aja hasilny
Baca selengkapnya

Bab 46

POV DamarTernyata inilah jawaban dari kegelisahanku selama ini, tapi aku terlalu gengsi untuk mengakuinya, aku benar-benar menyukai Annisa, ternyata aku bukan mengaguminya karena dia wanita yang bisa menjaga diri, karena prilakunya yang lemah lembut, taat pada Tuhannya dan sayang pada orangtuanya, tapi aku benar-benar telah jatuh hati kepadanya.Ketika ia datang ke rumahku bersama Gendhis, ia terlihat sangat cantik rasanya mata ini tak ingin lepas memandangnya, mata indahnya, bibirnya yang mungil, hidungnya yang bangir, dan lesung pipi yang membuat wajahnya tak pernah bosan untuk dipandang. Sebagai seorang lelaki normal rasanya aku segera ingin menghalalkannya.Rencananya hari ini aku akan memberitahu Lukman, bahwa aku akan melamar Annisa, sebaiknya malam ini aku segera bertemu dengannya agar tak terjadi kesalah pahaman.Aku dan Lukman duduk di sebuah Cafe bergaya modern seraya minum kopi dan cemilan.“Man, aku ngajak
Baca selengkapnya

Bab 47

POV Annisa“Kok tiba-tiba Nis, kamu gak diapa-apain, kan?” tanya Angga curiga“Astaghfirullah, kenapa jadi heboh begini, gimana aku mau menjawab, kalau kalian nanyak terus!” ucapku agak keras.“Ya udah, kalian diam diong, biar Annisa kasih klarifikasi,” Raka menengahi.Aku menghela nafas, dikerumuni begini membuat aku sesak saja, apa lagi dihujani pertanyaan-pertanyaan seperti itu sudah seperti selebritis aja, sungguh aku malu.“Hei, hei, kalian apa-apaan begini, kalo Pak Damar liat kalian gangguin calon istrinya bakal dipecat nanti!” ucap Pak Lukman yang tiba-tiba datang.“Cie, cie, calon istri,” celutuk seseorang.“Emang Bapak gak marah, Nisa ditikung Pak Damar? “ Cellin malah bertanya pada Pak Lukman.“Ya gak lah, Pak Damar ngelamar Nisa ketika Nisa sudah memberikan jawaban tidak pada lamaranku.” terangnya.“Pak Lukman, luar biasa, bisa berbesar hati menerima N
Baca selengkapnya

Bab 48

Sore nanti keluarga Pak Damar akan datang mengkhitbahku, dari pagi aku dibantu oleh Andina, Cellin, Lia, Ukhti Aisya, Mas Farid dan tetangga dekat lainya sibuk mempersiapkan tempat dan beberapa makanan dan minuman untuk jamuan, sebagian ada yang dipesan supaya lebih praktis.Kemarin aku mengundang beberapa tetangga dekat saja, hanya Bik Sartinah dan Teh Diah yang tetangga jauh karena mereka lumayan dekat denganku.Seperti kemarin aku datang ke rumah Bu Romlah, “Bu Romlah, besok datang ke rumah Nisa ya, bantu-bantu Nisa mempersiapkan jamuan untuk tamu,”“Emang lu bikin acara apa, Nisa? Pengajian untuk mendiang emak, lu?” tanya Bu Romlah.“Bukan Bu Romlah, ada yang mau datang ngelamar Nisa.”“Akhirnya lu laku juga, Nis, anak mane bakal calon laki, lu? Kang ojol, kang cendol, atau kang parkir?” tanyanya mengejek.“Orang biasa, Bu, kayak kita,” ucapku tak ingin memberitahu Bu Romlah, nanti dia tak percaya sehingga jadi panjang kali l
Baca selengkapnya

Bab 49

Setelah selesai aku segera keluar, diapit oleh Andina dan Cellin, semua mata tertujukepadaku, aku menunduk malu, wajahku menghangat, seakan aku tak berpijak di bumi lagi.Aku segera duduk bersama yang lain, sedangkan Pak Damar duduk bersama keluarganya.Seorang kerabat dari Pak Damar segera berdiri, dan mengutarakan maksud kedatangan mereka untuk melamarku.Setelah itu Mas Farid berdiri, dan menyampaikan sepatah dua patah sebagai kerabatku. Mas Farid juga menceritakan sedikit tentang kisahku yang sejak kecil sudah ditinggal oleh ayah, berjuang bersama ibu hingga bisa menamatkan kuliah.sampai akhirnya ibu juga ikut menyusul ayah, sehingga aku tinggal sebatang kara di dunia ini. Semua yang hadir merasa terharu mendengar kisahku, hanya Bu Widyalah yang kelihatan tak suka.Aku sengaja menyuruh Mas Farid, agar mereka tau latar belakangku, agar mereka taknmerasa dibohongi.Kemudian Bu Widya menyarungkan cincin ke jari manisku, aku tak
Baca selengkapnya

Bab 50

Aku duduk di beranda rumah menikmati udara sore sambil menyeruput teh hangat, hujan sore ini membuat udara sedikit sejuk.Biasanya sore-sore begini ada ibu yang menemaniku sambil berbincang-bincang ringan, tapi kini yang ada hanya kesepian.Hari berlalu, hari pernikahanku semakin dekat, aku tak menyangka bahwa aku akan menerima lamaran dari pak Damar bosku sendiri, semua begitu cepat, perasaanku bercampur aduk menjadi menjadi satu.Aku tak tau sebesar apa rasa sayangnya kepadaku, hingga dia menyanggupi syaratku menghafal surat Ar-Rahman selama satu minggu, kurasa tak akan sulit baginya ia memiliki otak di atas rata-rata.Poselku berdering, ada panggilan dari Gendhis, setelah mengucap salam.[“Nis, bagaimana kabarmu?” tanya Gendhis.][“Alhamdulillah, aku baik-baik saja, ada apa, Ndis?”][“Semua persiapan untuk akad dan resepsi sudah selesai, semua di urus secara dadakan dan alhamdulillahnya g
Baca selengkapnya

Bab 51

“Pengantin wanita, silahkan duduk disini,” ucap penghulu menyuruhku untuk duduk disamping Pak Damar.Aku melihat ke arah Cellin dan Andina, mereka menganggukkan kepalanya memberi isyarat agar aku segera beranjak. Entah kenapa rasa gugup menyelimutiku, tanganku semakin dingin, aku segera berdiri digandeng oleh Andina dan Cellin.Semua mata tertuju kepadaku, aku berjalan pelan ke arah Pak Damar sambil menundukkan kepalaku. Aku segera duduk di samping Pak Damar yang sekarang sudah sah menjadi suamiku.“Alhamdulillah sekarang kalian berdua sudah sah menjadi suami istri,” ucap penghulu. Aku segera meraih tangan Pak Damar dan menciumnya dengan ta’zim, untuk pertama kalinya aku menyentuh seorang pria yang bergelar suami. Ada rasa yang aneh menjalar di dadaku.Kemudian Pak Damar mengecup keningku pelan, rasanya aku ragaku tak berada lagi di bumi ini, wajahku menghangat menahan rasa malu dan gugup.Semua yang hadir besorak
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
22
DMCA.com Protection Status