Beranda / CEO / Sekretarisku Jilbaber / Bab 51 - Bab 60

Semua Bab Sekretarisku Jilbaber : Bab 51 - Bab 60

214 Bab

Bab 52

“Mar, sekarang dia istri kamu, bukan sekretaris kamu, perlakukan dia dengan baik,” ucap Pak Danu menasehati. Pak Damar mengangguk. Gendhis tertawa cekikikan di dekat mobilnya sedangkan Bu Widya tersenyum kecut.Pak Damar segera masuk ke mobil dan duduk disebelahku, aku tak menggeser dudukku seperti biasanya, sekarang sudah sah sudah boleh dong duduk dekat-dekatan.Sepanjang perjalanan tak ada kata yang terucap, Pak Damar hanya diam, dan aku pun tak berani membuka percakapan.Ketika hendak turun dari mobil, Pak Damar membukakan pintu mobil dan memegang tanganku, dengan gaun pengantin yang menjuntai membuatku agak kerepotan berjalan ditambah sepatu high heels yang tak biasa kupakai.Kamar Pak Damar berada di lantai dua, aku harus membuka heels-ku agar tak terjatuh, pikirku, entah kenapa sepatu ini sangat susah dibuka, Pak Damar menoleh ke arahku yang kerepotan membuka heels-ku.Ia berjongkok dan meletakkan tanganku
Baca selengkapnya

Bab 53

“Kamu makin cantik kalau malu-malu seperti itu,” ucapnya lagi.Ya Allah, wajahku semakin memanas, rasanya aku ingin keluar saja dari kamar ini, atau aku tutup saja wajahku dengan bantal. Sungguh aku malu pada suamiku sendiri.“Nisa, mendekatlah,” ucap suamiku.Ada apa ini? Aku beringsut dari dudukku mendekati Pak Damar, ia mendekatkan tubuhnya padaku, apa yang ia lakukan? Apa secepat ini, bahkan kita belum shalat isya? Tubuhku gemetaran gugup luar biasa.“Pak, apakah kita --- emm? Kita kan belum shalat isya, Pak?” ucapku gugup.Ia memegang ubun-ubunku dengan tangan kanannya. Kemudian ia berucap, “Aku lupa membaca do’a setelah akad tadi.”“Allahumma baarikli fi ahli wa baarik li-ahli fiyya warzuqhum minni warzuqniy minhum : Ya Allah ya Tuhan, berkahilah aku dalam permasalahan keluargaku, berkahilah keluargaku dalam permasalahan ku, berilah keluargaku (istri dan keturunan) rezeki dariku, dan berilah aku rezeki dari mereka.”
Baca selengkapnya

Bab 54

Ia terus tertawa, tak sengaja aku menatapnya tertawa, baru kali ini aku melihatnya tertawa lepas begitu, sungguh aku terpesona.“Kok tertawa? Aku serius, kenapa dia datang lagi?” aku mengulang pertanyaanku.Pak Damar menghentikan tawanya, kemudian berucap, “ternyata seorang Annisa Nur Cahya bisa cemburu juga ya.”Ia menjawil pipiku pelan. Aku tertunduk malu, kemudian ku tegakkan lagi wajahku menghadap Pak Damar.“Aku tidak bilang kalau aku cemburu, aku cuma bertanya kenapa dia harus datang lagi,” jelasku.“Sikapmu menunjukkan kalau kamu sedang cemburu kepadaku.” Ia tertawa senang.Aku manyun, lalu ia berucap, “ oke, oke, aku tak tau apa maksud Clarissa datang ke pernikahan kita, aku juga tidak mengundangnya, yang jelas aku tidak tertarik lagi kepadanya,” ucap Pak Damar menjelaskan.“Baiklah, aku percaya, tapi yang jelas aku tidak cemburu,” ucapku membela diri.“Ya sudah, k
Baca selengkapnya

Bab 55

Setelah shalat aku segera mandi dan berganti pakaian dengan yang lebih sopan dan tertutup, aku hendak keluar kamar, menuju dapur, untuk mempersiapkan sarapan pagi, seperti yang biasa kulakukan di rumah.“Nisa, hendak kemana pagi-pagi begini,” tanya Pak Damar yang baru saja keluar dari kamar mandi.Aku menoleh ke belakang dan menjawab, “Aku mau membuat sarapan pagi, Mas.”Pak Damar mendekatiku seraya mengeringkan rambutnya dengan handuk.“Annisa, kamu gak usah repot-repot membuatkan sarapan, ada Bik Jum.”“Duduklah disini, temani aku, nanti kalau sarapan sudah siap kita turun ke bawah,” sambung Pak Damar lagi.Aku kembali duduk di tempat tidur seraya mengecek ponselku.“Kamu masih menggunakan ponsel itu?” tanya Pak Damar.“Iya, aku masih menggunakannya,” jawabku.Kemudian ia bangun dari duduknya dan membuka lemari dan mengambil paper bag kecil putih dan memberikannya ke
Baca selengkapnya

Bab 56

Kumandang azan membangunkan aku, aku membuka mataku, Mas Damar masih terlelap di alam mimpinya, aku menatap wajahnya lama, menikmati setiap lekukan di wajahnya seraya tersenyum.Benar kata orang-orang suamiku ini begitu tampan dan rupawan, berbanding terbalik dengan sikapnya yang dingin waktu itu, aku tidak menyangka aku bisa memilikinya.Tiba-tiba Mas Damar membuka matanya. “Selamat pagi istriku,” ucapnya mesra, rasanya aku menjadi wanita yang paling bahagia di dunia.“Assalamualaikum, selamat pagi juga suamiku,” sambutku.“Wa’alaikumsalam, kok kamu gak bangunin aku?” ucapnya lagi.“Aku juga baru bangun kok." "Tadi kamu mandangin aku ya?" tanya Pak Damar. Aku segera bangun. "Tidak kok, aku tidak menatap, Mas, aku kan sudah bilang aku baru saja bangun," ucapku berdalih.Pak Damar bangun dan menatapku yang sedang salah tingkah, " Tapi aku merasakan kamu merasakan kalau kamu sedang menatapku tadi.""Aduh kok Mas
Baca selengkapnya

Bab 57

Malam ini aku mengemas bajuku dan Pak Damar, esok kami akan berangkat ke Italia, bulan madu katanya.“Mas, rasanya aku udah gak sabar, ingin ke Italia, seumur-umur baru kali ini aku terbang ke luar Negeri,” ucapku seraya memasukkan pakaian dan keperluan lainnya ke dalam koper.“Iya dong, aku harus membahagiakan istriku, supaya rezekiku juga melimpah,” ucapnya.“Oh iya, Nis, setelah kita pulang dari Italia, kita segera pindah ke rumahku saja bagaimana? Biar kita mandiri, lagipula sikap Mama tidak terlalu ramah kepadamu, aku merasa tidak enak,” lanjut Mas Damar lagi.“Tidak apa-apa Mas, namanya juga orang tua, walau bagaimanapun, aku tetap menghormatinya dan menganggapnya seperti Ibuku sendiri,” ucapku.“Apa tidak masalah kalau kita pindah secepat itu? Rasanya biarlah kita tinggaldisini dulu, tak kenal makanya tak sayang, siapa tau setelah sama-sama saling mengenal Mama bisa menerimaku,” lanjutku lagi.“Kamu baik sekali,
Baca selengkapnya

Bab 58

Hari-hari berlalu, kami masih tinggal di rumah orang tua Mas Damar, Bu Widya sudah mulai bisa menerima keberadaanku di rumah ini, walaupun masih tak terlalu ramah denganku. Aku tetap bersabar sampai ia bisa menerimaku.Pagi ini kami sarapan bersama di ruang makan, Pak Danu menanyakan prihal aku yang masih menjadi sekretaris Mas Damar.“Damar, menurut Papa, apa sebaiknya kamu cari sekretaris lain saja, kasian Nisa terlalu banyak beban pekerjaan yang harus dia selesaikan,” ucap Pak Danu seraya menyeruput kopi hangat.“Iya sih Pa, saya sudah mengusulkan ke bagian HRD untuk merekrut sekretaris baru, tapi ... “ Mas Damar menggantung ucapannya. Semua orang menatap Mas Damar.“Tapi kenapa, Mar?” tanya Pak Danu penasaran.“Tapi kata Annisa, sekretarisku yang baru tidak boleh yang cantik dan harus yang sudah menikah,” ucap Pak Damar melirik ke arahku.“Aku gak pernah bilang begitu, Mas.” Aku membelalakkan mata pada Mas Damar.“Em
Baca selengkapnya

Bab 59

“Damar, panggilkan dokter keluarga kita, secepatnya,” ucap Mama. Mas Damar segera menelpon dr. Anita untuk segera datang ke rumah dan memeriksaku, beliau adalah dokter keluarga ini.“Yuk Nis, ke kamar,” ucap Gendhis, Gendhis dan Mas Damar memapahku masuk ke kamar.Tak lama kemudian dokter Anita datang dan memeriksaku, mereka semua menatapku cemas, dokter Anita membuka kacamatanya dan tersenyum.“Damar, coba kamu bantu istrimu ke kamar mandi, gunakan tespack ini,” titah dokter Anita kepada Mas Damar.Setelah selesai Mas Damar memberikan hasil testpack tersebut kepada dokter Anita dan membaringkanku kembali ke tempat tidur, Mas Damar menyelimutiku penuh kasih.“Hasilnya positif, selamat Damar kamu akan menjadi seorang ayah,” ucap Dokter Anita seraya tersenyum.“Alhamdulillah wa syukurillah, Ya Allah Nisa aku akan jadi ayah, Nis,” ucap Mas Damar kegirangan.“Alhamdulillah, Ya Allah,” ucapk
Baca selengkapnya

Bab 60

#Cerita ini lanjutan dari cerbung sekretarisku jilbaber, yang sudah baca jangan lupa subscribe dan tinggalkan komentar.SetelahFarid melakukan ta’aruf beberapa pekan yang lalu dengan Gendhis ditemani Annisakakak iparnya, ia menceritakan semuanya kepada Wartini, Emaknya Farid, bahwa Faridserius ingin melamar Gendhis.“PokoknyaEmak gak setuju kalau kamu menikah dengannya? Keluarganya gak cocok sama kita,Farid,” ucap Wartini.“TapiMak, dia tidak seperti yang Emak pikirkan,” ucap Farid lembut.Bu Wartinimemang berwatak keras, ia paling tidak suka jika ada yang membatah danmeremehkannya.“Hidupkita memanglah susah, tapi Emak tidak mau dihina karena kita miskin,seolah-olah Emak ini nyari mantu kaya, biar hidup enak,” ucap Wartini lagi.“Astaghfirullah,Mak, Bertemulah dulu dengan keluarganya, Mak, Setelah itu Emak bolehmenyimpulkan seperti apa mereka,” ucap Farid lagi membujuk Emaknya.“Baiklah,jika saja sambutan dari
Baca selengkapnya

Bab 61

∆ Jangan lupa subcribe dan coment yah?♥️♥️Sementara Itu di rumah Farid, Wartini tak henti-hentinya menyalahkan Farid.“Benarkan Emak bilang, sambutan mereka tidak baik, mana ada orang kaya mau besanan sama orang miskin kayak kita,” ucap Wartini pada Farid yang tertunduk.“Pokoknya Emak gak akan setuju dengan pernikahan ini, cukup Farid, Emak gak mau dihina lagi,” ucap Wartini menitikkan air mata.Farid terpekur menatap vas bunga kecil yang berada di atas meja tamu, dari awal bertemu Gendhis di pengajian rutin ia sudah mulai menaruh hati.Setelah ta’aruf barulah Farid tau ternyata Gendhis anak orang kaya, Annisa menceritakannya pada saat itu. Hendak mundurpun tak mungkin lagi, karena Gendhis sudah memberi lampu hijau, agar Farid segera melamar Gendhis.“Tapi Bu, hanya mamanya Gendhis saja begitu, sedangkan yang lain kan tidak,” ucap Farid mencoba meyakinkan Emaknya.“Farid! Sadar, Nak, barusan itu harga diri kita su
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
22
DMCA.com Protection Status