Home / CEO / Sekretarisku Jilbaber / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Sekretarisku Jilbaber : Chapter 31 - Chapter 40

214 Chapters

Bab. 31

Gendhis datang bertandang ke rumahku sore ini. Aku dan Ibu terkejut melihat penampilan barunya, ia mengucapkan salam dan langsung memperlihatkan penampilannya yang baru.“Tara .... surprise, gimana penampilanku Nisa, Bu?” Ia berputar-putar bak seorang putri.Gendhis memakai gamis berwarna abu dipadu hitam, dan jilbab lebar berwarna abu muda bermotif abstrak, ia terlihat sangat anggun dan bersahaja.“Masya Allah, Gendhis kamu cantik banget," Aku segera memeluknya, netraku berkaca-kaca.“Semoga istiqamah ya Ukhti,” ucapku lagi, ia mengangguk dalam pelukanku.“Iya bener, Nak Gendhis cuuantiik banget, jangan pecicilan lagi lho.”“Hehehe iya ibuku sayang.” Gendhis memeluk ibu.Yah, Gendhis, entah kenapa hatiku merasa begitu dekat dengannya, dia bahkan menganggap ibu seperti ibunya sendiri.“O iya Ndis Gimana reaksi orang tua kamu setelah kamu berhijab.”“Mereka gak masalah sih Nis, mereka membiarkan kami beb
Read more

Bab. 32

Langit senja ini mulai menghitam, sepertinya hujan akan membasahi bumi malam ini. Azan magrib terdengar berkumandang memanggil umat-Nya untuk melaksanakan kewajiban.Aku segera berwudhu, katanya Ibu ingin shalat berjamaah bersamaku, aku membantunya berwudhu kemudian kami shalat berjamaah bersama dengan khusyu'.Kondisi Ibu tampak semakin lemah, walaupun begitu Ibu tak pernah meninggalkan kewajibannya sebagai seorang muslim.Entah kenapa perasaanku tak tenang malam ini, setelah shalat magrib kuambil mushaf, aku tenggelam sejenak dengan bacaan ayat-ayat-Nya yang menenangkan jiwa yang sedang kalut ini.“Nduk ... sudah azan isya, bantu Ibu berwudhu, Ibu mau istirahat cepat malam ini.”“Baik Bu.”Aku segera membantu Ibu berwudhu, kemudian shalat isya.“Ibu shalatnya sambil duduk aja, Nis, kok Ibu gak kuat berdiri.”“Iya Bu, seberapa mampunya Ibu aja, agama kita tidak memberatka
Read more

Bab. 33

Ku raih kembali lengan Ibu, dan merasakan denyut nadi di pergelangan tangannya, benar, aku tak merasakannya.“Inna ilaihi wa innailaihi Raji’un.” Kuusap wajah Ibuku, kuciumi pipinya.Allah ... Ibu benar-benar sudah berpulang, semalam Ibu ingin melihat aku segera menikah, semalam Ibu masih shalat berjamaah bersamaku, semalam Ibu masih bisa tersenyum.Kini wajah tua itu sudah pucat dan kaku.“Ibuuu ... jangan tinggalin Nisa.“Air mata yang semula kutahan lolos juga bak berkejar-kejaran dari netraku.Ya Rabb ... ini mimpi, ini mimpi, aku berharap ini mimpi aku mencubit lenganku, tidak aku tak bermimpi ini nyata, Ibu sudah kembali kepada sang pencipta.Ibu telah meninggalkan aku sendirian di dunia ini tak ada lagi orang yang menguatkan dan meghiburku.Semoga Allah menerima segala amal ibadah Ibu. Amin!***Aku terpaku di depan pusara Ibu yang masih basah
Read more

Bab. 34

Hari berlalu tak terasa sudah satu minggu semenjak kepergian ibu, rumah ini rasanya sepi sekali, biasanya ada ibu yang bisa di ajak bicara, masak bersama dan sarapan bersama.Kuedarkan pandang ke sekeliling rumah berharap bertemu bayangan ibu dan memeluknya. Tak terasa bulir bening itu jatuh lagi hangat terasa di pipiku. Ibu ... aku benar-benar rindu padamu.Hari ini aku diajak Gendhis ke pengajian di sebuah mesjid di kota ini. Selama ini Gendhis sudah rutin ikut pengajian kadang-kadang jika aku tak bekerja kami akan pergi bersama.Gendhis sudah menungguku di depan rumah.“Aku ngajak kamu biar gak terlalu larut dalam kesedihan Nis,” ucapnya setelah berada di mobil.“Ukhti Aisya yang memberitahuku bahwa ada pengajian di mesjid Taqwa, dan dia juga nanyak kamu kok gak pernah kelihatan ikut pengajian lagi, kubilang kamu sibuk banget akhir-akhir ini,” terang Gendhis seraya tetap fokus menyetir.Aku hanya menanggapi Gendhis dengan ters
Read more

Bab. 35

Aku menceritakan semua awal pertemuan dengan Gendhis kepada Pak Danu.“Oh begitu.”Kami berbincang-bincang sejenak sambil menunggu Gendhis. Tak lama kemudian Gendhis datang sembari membawa jus jeruk dan cemilan. Ia meletakkannya di atas meja.“Pa, ini Annisa sahabat Gendhis.” Ia memperkenalkan aku pada kedua orang tuanya.“Iya, Papa udah kenal, Annisa kan sekretaris Damar, oh iya, Damar kemana, Ndis?”“Di kamarnya mungkin, Pa,” jawab Gendhis.“Ya udah, Papa istirahat dulu ya, kalian lanjutkan ngobrol-ngobrolnya,” ucap Pak Danu sembari tersenyum.“Baik Pa.”Kami mengobrol santai bersama Gendhis sambil makan cemilan yang sudah disediakan oleh Gendhis.“Oh iya, aku mau menyampaikan amanah dari ukhti Aisya kepadamu, hampir aja aku lupa Ndis.”“Amanah apa Nis?” tanya Gendhis sambil mengernyitkan dahinya penasaran.“Kakak sepup
Read more

Bab. 36

POV. DamarAku masuk ke kamar dengan perasaan tak karuan, kuhempaskan bobot tubuhku di tempat tidur.Mengapa semua jadi begini, Mama memutuskan sebelah pihak dan aku tak bisa mengelaknya lagi.Aku mengacak rambutku kasar, Gendhis masuk ke kamarku tanpa mengucapkan salam.“Kak, kenapa Kakak seperti orang pasrah begitu, perusahaan besar dengan karyawan yang banyak bisa Kakak tangani, kenapa Mama tidak bisa,” ucap Gendhis.“Tolak pertunangan ini, Adelia itu bukan perempuan yang baik buat Kakak,” lanjutnya.“Sudah aku tolak Ndis, aku tak punya alasan lagi, Mama ingin aku membawakan calon istri ke hadapannya, itupun jika Mama setuju.” Ucapku sembari bangun dari tempat tidur.“Kak, sekarang aku mau nanyak serius kepada Kakak.” Ia memperbaiki duduknya.“Kakak jatuh hati pada Nisa bukan?”Aku tetap bergeming.“Kak, jawab aku? Kakak menaruh hati pada Nisa bukan?” Ia memperjelas lagi pertanyaannya.
Read more

Bab. 37

POV. DamarPOV. DamarSuasana meriah dan mewah terlihat di sebuah gedung yang telah didekor sedemikian rupa untuk acara pertunanganku.Tampak para tamu sudah berdatangan, Mama hanya mengundang teman-teman dekatnya saja, begitu juga Adelia dan Mamanya. Hanya aku yang tak mengundang siapapun.Acara segera dimulai, dibuka oleh MC yang sudah berpengalaman. Mama terlihat bahagia di samping Papa, sedangkan Gendhis tak terlihat entah dimana.Di sudut sana ada Adelia dan kedua orang tuanya yang tersenyum lebar.“Mar, senyum dong, hargai teman-teman Mama yang telah hadir.” Mama menyikutku. Aku tersenyum seperti dipaksakan. Tak lama MC memanggil aku dan Adelia untuk bertukar cincin yang sudah dipersiapkan oleh Mama.Aku menyarungkan cincin di jari manis Adelia dengan ogah-ogahan, kemudian dia juga menyarungkan cincin kepadaku.Tepuk tangan bergemuruh seantero ruangan,
Read more

Bab. 38

Ternyata pak Damar memang menyukai Adelia, kalau tidak suka mengapa dia menghadiri acara pertunangan itu. Berarti aku tidak salah, pak Damar memang tidak menaruh hati padaku, pasti dia akan memilih yang selevel dengan Clarissa juga.Semoga saja pak Damar bahagia dengan pilihannya. Kabar tentang pertunangan pak Damar dan Adelia tersebar di kantor, aku tak tau dari siapa yang jelas bukan dariku.Seperti pagi ini,“Nis,elu udah dengar belum pak Damar udah tunangan?” tanya Andina kepadaku.“Pak Damar tunangan sama Adelia, Nis, ternyata kecurigaan gue salah selama ini,” ujar Andina lagi.“Memangnya kecurigaan apa, Ndin?” tanyaku.“Gue curiga pak Damar menaruh hati sama lu, Nis, ternyata dia tetap mencari yang gak jauh-jauh dengan Clarissa,” ujar Andina menjelaskan.“Kok kamu bisa berpendapat pak Damar suka sama aku, Ndin?” tanyaku lagi.“Gue sama Cellin melihat gelagat yang tak biasa pada pak Damar, kalau dia sedang
Read more

Bab. 39

POV.DAMAR“Kak, masih ada jalan untuk menolak perjodohan ini, kalau Kakak mau mengakui perasaan Kakak, Kakak terlalu gengsi untuk mengakuinya,”lanjutnya lagi.Aku bangun dan duduk sambil melihat sayu ke arah Gendhis, mengapa aku seperti dihantui oleh perasaanku sendiri, benar aku terlalu gengsi untuk mengungkapkan semua perasaanku sehingga pertunangan ini terjadi.“Kakak hanya tidak yakin saja dengan perasaan ini, apa mungkin Kakak menyukai Nisa, yang penampilannya berbanding terbalik dengan Clarissa,”“Apa Kakak pernah rindu ketika dia tak ada?” Gendhis bertanya.Aku mengingat-ingat,“ya, pernah,”“Apa Kakak cemburu ketika Lukman melamar Nisa?”“Ya.”aku tertunduk.“Apa Kakak tidak suka kalau Nisa mendapat perhatian dari orang lain?”“Ya.”“Apakah Kakak rela jika Nisa disakiti oleh orang lain?”“tidak.”Aku menggeleng.“Ya udah, Kakak memang sudah jatuh hati kepadanya, buk
Read more

Bab 40

Sudah beberapa hari ini pak Damar tidak terlihat ke kantor, entah apa yang sedang terjadi, Gendhis juga tak pernah mampir ke rumahku bahkan untuk sekedar meneleponku.Kabar pak Damar memutuskan hubungan pertunangan dengan Adelia juga menyebar dengan cepat, pak Lukman yang memberikan informasi itu, apa yang terjadi, baru saja beberapa hari bertunangan sudah putus, sangat aneh.Andina yang paling heboh, “Nisa, ada kabar baru lagi, pak Damar sudah putus dengan Adelia, wihh gue seneng banget,” ucapnya bersemangat.“Astaghfirullah Andina, kok kamu senang diatas penderitaan orang lain, kasian tau Adelia diputuskan secara sepihak begitu,” ujarku menasehati.“Ngapain sedih, dia kan juga pernah memaki elu waktu itu, karena perangainya yang gak baik makanya dia diputusin sama pak Damar,” ucapnya cuek.“Tapi jangan gitu juga dong Ndin, kasian juga pak Damarnya Ndin, gagal menikah kedua kalinya,” ucapku.“Iya, s
Read more
PREV
123456
...
22
DMCA.com Protection Status