All Chapters of Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku: Chapter 21 - Chapter 30

134 Chapters

Part 21

Di hotel. Dua orang polisi wanita mengambil foto luka-luka lebam di tubuh anakku sambil mengajak bicara Maura panjang lebar. Mungkin mereka tahu apa yang sedang dirasakan anakku. Sebab dari raut wajahnya saja sudah terlihat ada rasa takut luar biasa yang berusaha dia sembunyikan.Semoga saja kejadian ini tidak membuat dirinya menjadi trauma di kemudian hari. Apalagi, besok siang kami juga akan membawa dia ke rumah sakit yang ditunjuk kepolisian untuk melakukan visum.Ah, andai saja aku tidak lalai menjaganya, pasti semua ini tidak akan pernah terjadi."Adek Maura. Ibu polisi pulang dulu, ya. Sekarang adek bobok. Sudah malam. Ini boneka buat Maura." Mereka memberikan sebuah boneka Barbie yang sengaja dibeli Mas Aldo di toko mainan tidak jauh dari hotel."Telima kasih Ibu Polisi." Bibir mungilnya melekuk senyum lalu dia melambaikan tangan ketika dua orang petugas keluar dari kamar kami.Lekas aku naik ke atas tempat tidur, memeluk
Read more

Part 22

Tidak lama kemudian Papa masuk ke dalam ruang interogasi untuk menemuiku. Semua petugas yang ada segera berdiri, memberi hormat kepada Papa kemudian menyalami tangan pria yang sudah mendidikku dengan penuh kasih juga cinta itu."Pak Handoko. Tolong didik anak Bapak supaya bisa menghormati orang yang lebih tua!" berang Ibu seraya menunjuk wajahku."Anak saya tidak akan berbuat kasar kalau ibu tidak memulainya. Alina itu anak yang baik juga penurut. Namun jika ada yang berani mengusik kehidupannya, dia akan berubah ganas melebihi seekor singa yang sedang kelaparan." Papa menjawab dengan nada santai.Ibu mertua mengepalkan tangan di samping tubuh. Giginya saling beradu sementara matanya merah menyala saking marahnya.Terlebih lagi di sini tidak ada yang membela dia. Mas Alex, anak yang selalu dibanggakan oleh ibu juga sejak tadi belum menampakkan batang hidungnya. Biasa. Dia kan pengecut. Pasti saat ini sedang bersembunyi di balik keti
Read more

Part 23

"Aku akan membantu tapi tidak janji bakal berhasil. Kamu kan tahu sendiri, Lin. Alex punya hutang lumayan banyak di perusahaan. Bos mana mau memecat dia begitu saja, apalagi hanya gara-gara masalah pribadi," ucapnya kemudian, setelah lama diam dalam keheningan."Lagian, kok bisa-bisanya bos kamu mempercayai Mas Alex begitu saja, Daf? Minjemin uang segitu banyak tanpa jaminan. Kamu tahu, nggak? Uang itu dipakai untuk merenovasi rumah mertua di kampung!" beberku karena yakin uang itu dipakai untuk memperbaiki rumah ibu."Dia menjaminkan sertifikat rumah ibunya."Waw ...Bagus sekali. Aku bisa memanfaatkan itu."Oh, ya? Lantas soal Rani, apa dia sekarang masih di kantor polisi?"Aku menganggukkan kepala. Entah mengapa riak wajah Dafa tiba-tiba berbeda ketika membahas tentang Rani. Apa jangan-jangan dia mempunyai perasaan spesial kepada adik suamiku?Biarlah. Soal perasaan Dafa bukan urusanku. Tidak mau mencampuri urusan pribadinya, h
Read more

Part 24

"Apa-apaan ini? Lepas!" teriakku mencoba menepis tangan laki-laki yang masih menyandang gelar suami itu."Aku mau bicara sama kamu. Aku mohon beri aku waktu sebentar saja!" ucapnya dengan tatapan mengiba."Apa yang mau kamu bicarakan, Mas. Masalah uang?!""Kamu itu kenapa, sih, Lin. Selalu saja berprasangka buruk sama aku. Aku emang miskin. Tapi tolong jangan selalu dihina dan direndahkan seperti itu. Hargai sedikit saja karena aku ini suami kamu. Ayahnya Maura!""Kamu masih berani menyebut diri kamu itu sebagai suami? Sebagai ayah dari anak yang sudah dianiaya oleh kamu serta keluarga kamu? Tidak tahu malu!""Aku tidak pernah menyakiti Maura. Aku sangat menyayangi dia!""Bulshit!!""Demi Tuhan Alina. Kemarin aku hanya menuruti permintaan Ibu untuk membawa Maura secara diam-diam. Kebetulan saat selesai rapat aku melihat anak kita sedang bermain dan Mas Aldo tidak mengawasi dia. Jadi aku menggunakan kesempatan itu untuk m
Read more

Part 25

POV Alex.Menatap bangunan yang sudah separuh dirobohkan. Menguyar rambut frustasi, bingung harus berbuat apa.Mau melawan tidak berani karena memang semuanya dibangun menggunakan uang istri. Hanya bisa menyaksikan sambil menahan sesak di dada, ditambah lagi harus mendengar ocehan ibu yang tidak kunjung berhenti."Istri kamu itu bener-bener nggak tahu diri. Nggak punya perasaan dan tidak ada rasa terima kasihnya sama sekali. Memangnya dia pikir dia itu siapa? Berani sekali menghancurkan rumah yang kamu beli dengan hasil keringat kamu sendiri.Kamu juga Alex. Bukannya mencegah. Lapor polisi, kek. Malah diem aja kaya kerupuk kesiram air. Melempem. Jangan terlalu tunduk sama istri kalau jadi suami. Biar nggak diinjak-injak oleh istri kamu seperti tadi!" rutuk Ibu panjang lebar, hingga otot lehernya terlihat menegang. Wajah memerah padam dan mulutnya komat-kamit tidak berhenti-henti."Bener tuh, kata Ibu. Kamu itu jangan diam saja kalau diperlakukan seperti tadi sama si Alin. Lawan. Sama
Read more

Part 26

"Bu, sebaiknya kita masuk dulu. Kita bicarakan saja masalah ini di dalam. Malu. Banyak tetangga yang menonton!" Menarik lengan Ibu masuk, namun perempuan berambut sebahu itu justru menepis kasar tanganku."Biar saja tetangga pada tahu siapa perempuan tidak tahu diri itu. Lagian aneh tetangga kamu itu. Lihat orang bikin onar di komplek bukannya lapor keamanan malah cuma nonton dan divideoin!" Ibu berkata dengan nada meninggi.Semua tetangga yang melihat mencebik bibir serta menatap mencemooh ke arah kami. Mereka itu kan memang kubunya Alina. Walaupun tahu istriku salah, semua tetangga tetap saja membela Alina karena menganggap aku pantas mendapatkan perlakuan seperti ini. Mereka menganggap diri ini sebagai laki-laki celamitan yang suka celup sana celup sini tanpa mencaritahu duduk permasalahannya terlebih dahulu.Menggiring Ibu masuk. Ocehan wanita di sebelahku tidak kunjung berhenti saat sudah berada di ruang tengah. Terlebih lagi saat melihat seluruh
Read more

Part 27

Pertemuanku dengan Siti berawal saat aku kuliah di salah satu universitas ternama di Jakarta. Dia seorang pemilik warung nasi sederhana yang letaknya tidak jauh dari kampus, dan aku sering makan di warungnya itu karena selain harganya murah masakan Siti juga lumayan enak. Pas dengan lidahku.Awalnya hubungan kami hanya sebatas pelanggan warung serta penjual saja. Hingga suatu hari aku diusir dari tempat kost dan tidak memiliki uang sama sekali. Aku menceritakan masalahku kepada Siti yang saat itu statusnya sebagai janda tanpa anak dan dia menawarkan tempat tinggal kepadaku."Tempatnya tidak terlalu bagus tapi nyaman ditinggali kok, Mas!" katanya dengan suara dibuat manja."Duh, saya jadi nggak enak sama Mbak Siti. Terima kasih loh, sudah membantu saya. Semoga Tuhan senantiasa membalas kebaikan Mbak." Aku menjawab sambil menerbitkan senyuman.Sore hari setelah warung nasi tutup, Siti segera mengajakku ke rumah kontrakannya yang jaraknya lumayan cukup jauh dari kampus. Harus ditempuh me
Read more

Part 28

Drrrttt... Drrrttt... Drrrttt...Berjengit kaget ketika ponsel dalam saku celana tiba-tiba bergetar. Ada panggilan masuk dari Ibu. Duh, mana aku tidak berhasil membujuk Alina untuk mencabut tuntutannya pula. Bagaimana ini? Pasti dia akan mengomel panjang lebar."Halo, Bu?" sapaku setelah menekan ikon hijau dan meletakkan gawai di dekat telinga."Bagaimana? Berhasil?" Terdengar suara penuh harap perempuan yang sudah melahirkan aku tiga puluh tiga tahun yang lalu itu."Belum, Bu. Alin menolak mencabut tuntutannya.""Soal jatah bulanan bagaimana? Apa dia mau kembali memberikan Ibu jatah kaya dulu?"Aku mendengkus kesal. "Boro-boro memberikan jatah bulanan. Diajak kembali saja tidak mau. Dia marah banget sama aku, Bu!""Kalau diminta dengan cara baik-baik tidak mau, kamu ambil secara paksa saja, Alex. Kamu harus bikin Alina membatalkan perceraiannya juga mencabut tuntutannya kepada Rani. Ibu tidak mau dia dipenjara
Read more

Part 29

Selesai makan, aku lekas merebahkan bobot di atas kasur yang aku minta dari Dafa sebab Alina sudah membawa semua yang ada di rumah ini tanpa sisa.Ah, ngomong-ngomong soal Alina, mendadak rasa rindu menelusup ke dalam kalbu. Dia perempuan yang baik, penurut, juga tidak pernah berkata dengan nada lebih tinggi dariku. Berbeda dengan Siti yang perangainya bagai preman pasar. Selalu membentak, bahkan tidak segan bermain tangan.Masih adakah kesempatan untuk diri ini memperbaiki benteng rumah tangga yang telah retak dan hampir roboh? Bisakah Tuhan mengembalikan Alina ke dalam pelukanku.Memejamkan mata, berusaha menyelami samudera mimpi, berharap esok pagi ketika membuka mata semua dalam keadaan baik-baik saja.***"Kalian itu bandel-bandel banget, sih? Bikin Mama pusing tahu nggak? Kenapa nggak mati aja sekalian biar nggak nyusahin!" Aku berdecak kesal ketika pagi-pagi sekali sudah mendengar Siti tengah mengomeli anak-anak dengan kata kasar s
Read more

Part 30

"Pak, apa tidak bisa dipertimbangkan lagi? Bagaimana dengan keluarga saya nanti kalau saya menganggur. Saya mempunyai tiga orang anak dan...""Dua orang istri?" potong Pak Anjas seraya menatap mencemooh. Mungkin dia tahu kabar pernikahan ke duaku karena sempat viral di sosial media."Itu masalah pribadi saya, Pak!""Saya juga tahu, Alex kalau itu masalah pribadi kamu. Tapi kalau saya boleh menasihati, sebaiknya kalau berbuat apa-apa itu harus dipertimbangkan masak-masak. Diimbangi juga dengan kemampuan. Jangan hanya menuruti hawa nafsu karena itu tidak akan pernah ada habisnya.""Iya, Pak. Tolong jangan pecat saya ya, Pak. Soalnya saya sangat butuh pekerjaan ini. Lagipula saya juga kan punya hutang banyak di perusahaan?""Sekali lagi saya minta maaf. Keputusan saya sudah final. Soal hutang, kamu masih bisa mencicilnya walaupun sudah tidak bekerja di perusahaan saya. Sertifikat rumah ibu kamu juga tetap saya tahan sampai kamu bisa melunasi
Read more
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status