Semua Bab Menantu Quadrilion Berkaki Palsu: Bab 21 - Bab 30

138 Bab

21. Pamit dari Rumah Taufan

“Tanpa harus kujawab, kamu bisa menggambarkan sendiri. Apa pun gambaran yang ada di pikiranmu, terserah,” jawab Taufan datar sambil menatap Arya. Arya membisu dengan menghela napas panjang saat melihat ekspresi Taufan yang tidak berkenan untuk menjawab pertanyaan yang seharusnya tidak perlu dikeluarkan. Semua orang punya masalah pribadi yang tidak semua perlu diketahui oleh banyak orang. Ia cukup menundukkan pandangan setelah ditolong olehnya meskipun telah berteman lama. Pertemanan dengan waktu yang cukup lama, tidak menutup kemungkinan bisa bebas mengatakan dan menanyakan apa pun termasuk masalah pribadinya. Berbeda dengan seseorang yang terbuka atau memulai bercerita tentang masalah pribadi yang dimiliki. Semua yang terjadi dalam kehidupan masing-masing tidak ada yang tahu dan memang tidak perlu diberitahukan kepada siapa pun. “Terima kasih.” “Sama-sama. Semoga suka dengan pelayanan yang ada di ruma
Baca selengkapnya

Seorang Pria yang Memantau dan Mengawasinya

“Posisi Tuan muda di rumah Mas Taufan?” tanya Willy di balik handphone.“Iya. Kenapa? Ada apa?”“Apakah semuanya baik-baik aja?” Willy malah mengajukan pertanyaan kembali.“Aku baik-baik aja. Pak Willy jangan khawatir. Aku mau melanjutkan perjalananku dulu.”“Tunggu, tunggu, Tuan muda.” Willy mencegah Arya yang akan menutup panggilannya.Arya berdesis sambil mengernyitkan dahi. Ia pun heran dengan nada yang didengar di balik handphone. Nada khawatir akan sesuatu yang terjadi, tetapi tidak diketahui olehnya. “Ada apa? Apakah ada berita buruk dari Ayah?” tanya Arya yang tiba-tiba kepikiran dengan kondisi ayahnya.“Bukan, Tuan muda. Tuan besar baik-baik saja. Saya ….”“Jika masih panjang untuk dibahas maka nanti saja membahasnya karena aku sedang sarapan bersama Taufan.” Arya memotong pembicaraan Willy lalu mematikan panggilan masuk darinya.Arya sengaja memotong pembicaraan Willy yang belum selesai karena merasa ditunggu oleh Taufan untuk sarapan bersama. Jika maka
Baca selengkapnya

23. Dipantau dan Diawasi oleh Dua Pria Asing

“Permisi, Tuan, handphone tolong dimatikan atau mode pesawat,” kata pramugari yang melewatinya dengan ramah. “Baik.” Arya mengganti mode handphone menjadi mode pesawat lalu meletakkan handphone di dalam kantong jaket. Ia mengenakan sabuk pengaman yang dipasang di bagian pinggang. Pesawat yang ditumpanginya lepas landas. Arya memandangi Cahaya yang memejamkan mata dengan santai. Namun, ia masih bertanya-tanya atas sesuatu yang terjadi padanya selama beberapa hari belakangan. Setelah pesawat lepas landas, ia melihat foto yang dikirim oleh dua pengawal. Jemari memperbesar foto pria yang mengenakan jaket cokelat dengan kacamata di atas kepala. Rambut berwarna hitam kecokelatan dan tampak sedang bersantai, tetapi tangan kanan sibuk memegang handphone dan terlihat seperti sedang menghubungi atau mengirim pesan ke seseorang. Jemari kanan terdapat sebuah cincin yang melingkar dan tanda lahir di dekat hidung sisi kiri.
Baca selengkapnya

24. Kabur dari Pantauan Dua Pria Asing

“Di belakangmu, ada dua pria asing sedang mengawasi kita. Satu pria, sudut kananmu mengenakan jaket cokelat dengan kacamata hitam dan rambut lurus. Sudut kirimu ada satu pria lain berkulit hitam, pakaian serba hitam dan mengenakan kacamata hitam. Mereka baru saja menuruni pesawat dan pandangan mengarah ke kita.” Kedua pundak Cahaya naik secara bersamaan disertai dengan napas naik turun cepat. Keterkejutan yang didapatkan olehnya, seperti kaki yang membeku saat berada di gunung es. Namun, Arya dengan cepat menenangkan istrinya yang terkena serangan panik. “Sayang, dengerin aku. Apa pun yang terjadi nanti, aku gak akan tinggal diam. Sekarang, kamu ambil lalu buang napas perlahan. Lakukan yang kukatakan.” “A-aku gak bisa lakuin itu. A-aku ingin pergi dari si-sini sek-sekarang juga,” kata Cahaya terbata-bata. Saat Cahaya menghadapi situasi yang terdesak dan pikiran sedang penuh dengan masalah maka akan mengalami seranga
Baca selengkapnya

25. Tinggal di Rumah Baru Arya

“Mobil ini lebih nyaman dari sebelumnya.” Arya menjawab dengan padat tanpa ada alasan di belakangnya. “Kamu hanya menjawab itu saja?” protes Cahaya dengan intonasi penekanan. “Iya. Aku hanya sesuai porsiku aja. Apa pun pendapat dan alasanmu, aku gak peduli karena yang terpenting adalah keselamatanmu saat ini.” Arya menjawab keprotesannya yang membuatnya mematung. Cahaya membisu dan mematung saat Arya memedulikan keselamatannya. Namun, berasal dari raut wajah dan bibir yang hendak berucap bahwa menunjukkan ketidaksetujuannya dalam jawaban itu. Arya sudah bisa menduga dari ekspresi yang ditunjukkan olehnya bahwa masih protes dengan perbandingan mobil yang tadi dan sekarang. “Apakah mobil yang ini dan tadi berbeda? Kalau dilihat dari kapasitas dan kenyamanan lebih mengarah mobil yang tadi.” “Astaga, kamu itu menjawab aja. Intinya adalah lebih nyaman mobil ini dan kamu bisa berpikir seperti itu karena … mem
Baca selengkapnya

26. Suara Bariton Tak Terduga

Tubuh Willy seakan membeku saat Cahaya mengajukan pertanyaan kepadanya. Willy tampak ragu akan menjawab pertanyaan Cahaya. Jika dia menggunakan nama asli maka kapanpun bisa terbongkar sosok yang sesungguhnya dan akan mencakup keseluruhan yang berkaitan dengannya. Arya melihat keraguan tangan kanan ayahnya pun ikut khawatir saat Willy menjawab nama asli atau menggunakan nama samaran. Pikiran Arya hanya ada dua saat ini untuk menunggu jawaban Willy dalam menjawab sebuah nama yang harus diketahui oleh Cahaya. Dia pun melirik Arya yang ada di sisi kiri selama tiga detik lalu menghela napas panjang sambil tersenyum dan mengembalikan posisi berdiri dengan sempurna. “Nama saya adalah Willy.” “Ah, Pak Willy. Baik, Pak. Terima kasih untuk tumpangannya,” balas Cahaya sambil tersenyum dan terkekeh. “Sama-sama. Oh, ya, Mbak dan Mas tidak perlu membayar uang sewa untuk menginap di rumah ini karena jarang dipakai dan ada orang.
Baca selengkapnya

27. Wajah Garang Keanu yang Palsu

Arya tetap melanjutkan langkahnya dengan mempercepat langkahnya dan berpura-pura tidak mendengar panggilan namanya. Namun, langkahnya dikejar oleh sosok yang memanggilnya. Pria itu adalah partner kerja di Bar hotel. Dia berhenti tepat di depan Arya sambil membungkukkan badan dengan napas naik turun cepat. Pria itu merangkulnya sekaligus meminta maaf kepadanya atas kejadian di Bar yang tidak membelanya sama sekali. “Eh, kamu. Ada apa?” “Bagaimana kabarmu? Kenapa kamu gak berhenti, waktu aku memanggilmu?” “Aku gak denger soalnya rame banget. Kabarku baik.” “Ba—” “Aku gak bisa lama-lama di sini karena ada sesuatu yang harus kuurus,” potong Arya secepat kilat sebelum membahas keadaan Cahaya. “Yah, padahal aku ingin berbincang denganmu soalnya lagi libur.” “Sorry, aku gak bisa. Lain kali aja.” “Okelah. Aku jalan duluan, ya soalnya mau bertemu dengan pa
Baca selengkapnya

28. Serahkan Cahaya Kepadaku!

“Gak, Mas. Aku gak marah dan malah senang karena kamu peduli dengan hal kecil yang mungkin jarang dinilai oleh kaum hawa saat pasangan membelikan istrinya baju, padahal pakaian adalah tujuan utama seorang wanita untuk mempercantik diri saat acara apa pun.” “Kenapa pakaian adalah tujuan utama seorang wanita untuk mempercantik diri?” “Karena siapa pun bisa menilai karakter seseorang dari cara berpakaian. Sebagus dan semahal apa pun pakaiannya ketika tidak sesuai atau tidak cocok dengan perempuan yang mengenakannya maka sama saja. Sebenarnya mempercantik diri dengan pakaian itu sangat mudah, Mas.” “Apa?” “Berterima kasih kepada suami yang membelikannya untuk istri,” jawab Cahaya sambil tersenyum lebar. Cahaya menjawab pertanyaan Arya dengan santai sambil memperagakan ke tubuhnya bahwa tujuan utama seorang perempuan untuk mempercantik diri dari segi pakaian. Semua orang bisa menilai siapa pun dari pakaian.
Baca selengkapnya

29. Terlintas Rencana Cemerlang

Arman membisu kembali saat Arya menekan beberapa pertanyaan tentang melepaskan anak perempuan satu-satunya kepada seorang pria yang hendak menyentuhnya sebelum menikah. Bahkan, dia pun tidak menyukai seorang pria yang menyentuh anak perempuan sebelum menikah. Namun, ketika diberitahu sosok Keanu yang sebenarnya malah membela dan mengatakan Arya menyebar fitnah. Semua itu terjadi karena Keanu dan ayahnya berada di samping Arman sehingga mengatakan tidak atas perbuatan yang memang dilakukan olehnya.“Kenapa diam? Apakah pikiran Ayah menyetujui dengan ucapanku?” tanya Arya sembari menatap dinding putih yang ada di hadapannya.“Kata siapa, aku menyetujui ucapanmu? Aku hanya berpikir sejenak bahwa semua ucapanmu adalah dusta. Biasanya orang yang mengatakan demikian adalah melakukan perbuatan yang dikatakan dan sebaliknya.” Arman membalas sambil terkekeh.“Terserah. Suatu hari nanti, Ayah akan menyadari hal itu kalau sudah mengetahui kebenarannya. Kini, Ayah menyalahkanku,” kata
Baca selengkapnya

30. Strategi Rencana Arya

Arya beranjak dari tepi kasur dan mengacuhkan pertanyaan Cahaya yang tampak meragukannya. Namun, semua itu bisa dipahami olehnya karena dia hanya tahu sosok Arya adalah pria miskin yang memiliki fisik yang tidak sempurna hingga menyusahkannya. Bahkan, Cahaya pun tidak perhatian dengan kaki palsu yang telah diganti olehnya. “Laptop sudah gak ada, Mas. Laptop diambil sama Keanu ketika aku bersamanya dan itu juga merupakan fasilitas dari kantor. Jadi, mau gak mau diambil olehnya karena aku sudah gak bekerja di sana lagi,” ungkap Cahaya berat hati. Arya menghentikan langkahnya sambil mematung dan memerhatikannya yang sedih karena fasilitas kantor diambil olehnya. Bagaimana dia tega mengambil barang yang dipegang oleh perempuan yang dicintai? Apakah itu yang namanya cinta? Namun, sikap Keanu mengambil laptop kantor yang dipegang oleh Cahaya tidak sepenuhnya salah. Laptop adalah fasilitas karyawan yang bekerja di perusahaannya.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
14
DMCA.com Protection Status