Dari jauh aku lihat Bagas datang mendekat ke meja kami. Mahasiswa laki-laki yang cukup dekat denganku. Gampangnya, aku mengandalkan dia urusan tugas kampus. Ya, kadang-kadang aku minta dibuatin juga. “Eh, Can. Dia udah tahu kamu nikah, loh. Tapi, kok, masih mau deketin kamu ya?” “Urusannya apa coba antara aku udah nikah atau belum?” Aku nanya sama Intan biar jelas, karena sejauh ini kami nggak ada perasan apa-apa. “Kan, dia, naksir kamu, Can. Ya ampun nggak peka banget jadi orang.” Intan sampai tepok jidat. Ya, itu urusan si Bagas bukan urusanku. Dia nggak bisa maksa aku. “Aku pulang duluan ya, kalau gitu. Aku mau ke doojang. Ada kumpul hari ini sama sabam.” Ada pengarahan sedikit dari pelatih taekwondoku sekaligus pengumuman penting yang aku nggak tahu apa. “Aku anterin, Can.” Bagas berbaik hati. “Oke deh.” Aku jawab iya aja. Soalnya dari kampus ke doojang. Ya Allah jauh banget. Pakai motor aja bisa 60 menit. Apalagi pakai bus kota, kapan sampainya. “Ngapain bawa uler mainan,
Baca selengkapnya