All Chapters of Istri yang Kau Selingkuhi Ternyata Anak Pewaris: Chapter 181 - Chapter 190

230 Chapters

Bab 181. Pov Vivi 2

Pov Vivi 2Sejak aku berada dalam kehidupan gelap ini, aku lebih dikenal sebagai Vini, bukan lagi nama Vivi.Hubunganku dengan Arya makin dekat meski sudah kukatakan aku mulai bekerja sambilan open BO, ia tetap tak peduli, tetao perhatian dan sangat mengerti aku. Hingga akhirnya ia mengajakku untuk berpacaran dengannya.Tentu gaya pacaran kami sudah seperti suami istri, tinggal satu rumah, berhubungan layaknya suami istri. Aku tak peduli itu, asalkan dia mau menerimaku apa adanya. Jatah untuknya setiap malam lima ratus ribu tetap berjalan, bagaimanapun dia sudah banyak membantuku, dan yang paling utama, dia sayang padaku.Hingga tiba-tiba aku merasa tubuhku tidak baik-baik saja. Aku kerap kali demam dan sering diare. Berat badanku pun turun drastis dalam waktu beberapa bulan saja. Melihat pekerjaanku yang seperti ini tentu aku khawatir, aku beranikan diri untuk periksa ke dokter.. ternyata benar penyakit sialan itu menghampiriku. Memang menjadi seorang pekerja Se*s komersial harus di
Read more

Bab 182. masih tak terima

"Pa, sudah Pa, sudah, ini rumah sakit, malu teriak-teriak," ucap Tante Ranti mengusap lengan Om Edwin."Malu Ma, Papa malu, punya anak perempuan satu, begini kelakuannya, nggak cukup bikin malu keluarga dengan semua kelakuanya!""Iya Pa, iya, Mama paham, tapi Papa harus sabar." Tante Ranti masih berusaha menenangkan Om Edwin."Astaghfirullah, Astaghfirullah.""Duduk dulu Pa, duduk dulu, minum Pa." Tante Ranti mengangsurkan segelas air putih untuk Om Edwin.Beliau meneguknya hingga habis."Ya Allah Ma, dosa apa kita, sampai di uji begini berat," tukas Om Edwin."Maaf Pa, Vivi menyesal Pa," ucap Vivi dengan begitu pilu.Om Edwin langsung membuang muka."Muak Papa lihat wajah kamu Vi, menjijikkan!" sergah Om Edwin kemudian langsung bangkit dan pergi keluar ruangan."Pa! Mau kemana lagi, Pa!"Om Edwin tak menjawabnya."Papa!" panggil Vivi sambil menangis."Ya Allah Papa," ucap Tante Ranti sambil menatap anak dan suaminya, terlihat bingung. "Biar Nisa yang kejar Om Edwin Tante, Tante tena
Read more

Bab 183. Soal Anak

"Assalamualaikum," ucap Mas Raffi begitu memasuki pintu rumah, setelah tiga hari di Bandung. Sore ini aku sengaja menunggunya di rumah, karena siang tadi ia mengabari akan pulang sore ini, jadi aku putuskan untuk pulang cepat dari kantor."Wa'alaikumusalam, Mas. Alhamdulillah kamu sudah pulang?" Aku menyambutnya dengan senyuman, bergegas aku menarik koper yang di bawanya."Iya, lumayan macet tadi di jalan. Kamu baik-baik saja?" Ia merangkul pundakku dan kami berjalan bersama memasuki rumah.Aku mengangguk."Ya aku baik-baik saja, hanya saja ... Hatiku tak baik-baik saja." Ia langsung menatap lekat wajahku penuh tanya."Ada masalah?""Ada.""Apa?" "Masalahnya ... Di tinggal tiga hari sama kamu, membuatku sangat rindu," ucapku. Seketika membuatnya tersenyum lebar.Lalu sedetik kemudian ia menarikku ke dalam pelukannya, dan mencium gemas kedua pipiku."Siapa suruh pulang cepat-cepat, hem? Siapa suruh? Kalau saja kemarin kamu masih di sana kan kita bisa sambil jalan-jalan, Hem." Mas Raff
Read more

Bab 184. gara-gara pesan masuk

"Ya, Raffi tau Pa, kita juga selalu berusaha ya kan Sayang. Sudah jangan berkecil hati gitu, sini duduk." Mas Raffi menarik kursi untukku."Maaf ya Put, bukan maksud Mama seperti itu, Mama cuma tanya aja tadi," ucap Mama"Iya nggak apa-apa Ma."Aku menuang teh panas ke dalam dua cangkir, untuk mama dan papa."Tadi sebenarnya Mama abis dari rumah Tante Syakira, terus mampir kemari." Seketika membuat aku dan Mas Raffi saling pandang."Apa ada masalah dengan Tante Syakira lagi, Ma?" Mas Raffi bertanya sambil memakan bolu susu. Ya pulang dari Bandung, ia membawa beberapa oleh-oleh makanan khas kota kembang itu. "Nggak ada apa-apa sih, cuma tadinya mau mastiin Dea kalau dia dan suaminya baik-baik saja."Oh. Aku dan Mas Raffi mengangguk."Alhamdulillah kalau gitu Ma.""Iya, hanya saja, Dea terlihat murung, nggak seperti biasanya," ungkap Mama."Ya bisa jadi mungkin karena Tante Syakira yang belum bisa sepenuhnya menerima Ficki." Mas Raffi berargumen."Bisa jadi sih.""Sama tadi Tante Syaki
Read more

Bab 185. Kesal

"Ehm, Putri, kamu juga ikut?" Dahiku mengerenyit."Ya, memangnya ada yang salah jika aku ikut?" sergahku."Ehm bu–bukan begitu, aku kira tadi ... Ah tidak, mari silahkan duduk." Ia mempersilakan kami duduk.Entah apa maksud dari Lidia bersikap seperti itu, terkesan aneh menurutku. Justru harusnya aku yang bertanya, untuk apa mereka bertemu? Mereka sudah memiliki kehidupan masing-masing, sudah punya pasangan masing-masing. Apakah pantas mereka bertemu di luar? Aku menatap Mas Raffi. Ia terlihat tersenyum santai membalas tatapanku.Aku masih menatapnya lamat-lamat seakan bertanya 'apa maksudnya ini Mas?' Mas Raffi mengangguk tersenyum seakan paham akan tatapan mataku, dan seolah berkata, 'nggak apa-apa semuanya akan baik-baik saja' begitu kira-kira.Kemudian dengan lembut ia menyentuh jemariku."Jadi ada apa Lidia? Kamu mau minta tolong apa?" tanya Mas Raffi pada perempuan mantan kekasihnya itu."Ehm ...." Lidia terlihat bingung."Mungkin sebaiknya kita makan siang dulu aja kali ya," u
Read more

Bab 186. Cemburu buta

"Kamu mikirnya kejauhan Sayang," ucap Mas Raffi sambil terus fokus menatap jalanan di depannya.Aku membuang napas berat, makin kesal rasanya."Apa kamu nggak ngerasa bagaimana tatapan dia sama kamu tadi?""Enggak, aku nggak ada lihat dia, yang aku lihat hanya kamu, dan kamu yang paling cantik," godanya."Nggak lucu ya Mas! Kita lagi serius!" sentakku tajam.Mas Raffi pun langsung terdiam. Hingga mobil telah sampai di kantor, kami berdua saling diam.Aku langsung turun dari mobil dan langsung naik ke atas menuju ruanganku.Ternyata saat aku menoleh ke belakang Mas Raffi masih mengekor dibelakang."Sayang, dengerin aku dulu," ucap Mas Raffi begitu kami memasuki ruang kerjaku. Aku langsung menghempaskan tubuhku di kursi kebesaranku, dan meneguk segelas air putih di meja hingga tandas tak tersisa.Mas Raffi langsung menarik kursi di depanku lalu mendaratkan bobotnya di sana."Sayang, please," ucapnya lagi. Aku seolah tak peduli, mulai kubuka file yang menumpuk di depanku, dan mulai beke
Read more

Bab 187. Acara Dea

"Sayang, aku udh di depan ya," ucap Mas Raffi melalui sambungan telepon."Iya Mas, tunggu sebentar aku turun," sahutku padanya.Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, suka duka hidup berumah tangga dengannya kami jalani dengan penuh suka cita.Aku bergegas keluar gedung dan masuk ke dalam mobil.Mas Raffi pun langsung melajukan mobilnya membelah jalanan yang macet apalagi ini hari Jum'at, besok adalah weekend, biasanya memang jalanan akan lebih padat dari biasanya.Tiba-tiba ponsel Mas Raffi di atas dasboard mobil berdering. Ah ya, sekarang Mas Raffi telah mengganti nomor ponselnya. Tapi nomor lama tetap ada dan aku yang pegang, bagaimanapun sebagai seorang pengusaha, ada banyak kolega dan rekanan bisnis Mas Raffi yang sudah menyimpan kontak nomor itu.Tapi jangan tanya, selain ada banyak rekan bisnis yang menghubunginya di nomor itu, ada juga beberapa kolega perempuan yang sengaja mengirim pesan pada Mas Raffi untuk membahas hal lain yang menjurus ke arah lebih pribadi.Resiko menjad
Read more

Bab 188. Serba salah

Seperti biasa Tante Anita memandangku dengan tatapan tak suka."Oh ya nggak, acaranya sih jam sepuluh, tapi kan biasa lah, namanya orang Indonesia pasti ngaret. Eh lha ini Putri masih anteng aja? Gimana? Kok kalah sama Dea yang baru nikah kemarin langsung isi. Kamu kapan? Jangan-jangan kamu KB ya? Karena sibuk ngurusin perusahaan?" tanya Tante Anita di depan para saudara yang tengah berkumpul, tentu membuat pandangan semua orang yang ada di ruangan ini langsung tertuju padaku.Aku hanya tersenyum tipis, Dea bukannya langsung isi, tapi memang sudah tekdung duluan."Oh, Putri ya nggak KB kok, cuma belum waktunya aja belum di kasih, Insya Allah nanti juga di kasih, doain aja ya Nit," ucap Mama Maya membela.Aku mengangguk tersenyum."Kalau nggak KB kenapa belum juga isi? Jangan-jangan kamu mandul." Tante Anita kini menatap serius padaku.Kata-katanya sungguh menohok. Bagaikan belati tajam yang menghujam hati ini. Sakit."Enggaklah Tante, insya Allah kami berdua sama-sama sehat," ucapku.
Read more

Bab 189. jalan-jalan

"Kita pamit sekarang?" bisik Mas Raffi sesaat setelah acara selesai."Tapi aku nggak enak Mas, masih pada kumpul semua orang," sahutku."Nanti aku yang pamit, kamu ngikut aja di belakangku." Aku hanya menurut.Beberapa menit yang lalu ...."Duh, sayang ya, cantik, pinter, tapi ternyata kurang subur," ucap Tante Anita, dan Tante Syakira ikut tertawa. Ya, mentertawakan diriku tentunya."Kayaknya kamu salah pilih mantu deh May, kamu sih nggak tengok dulu bibit, bebet, bobotnya. Jadi gini kan," ucap Tante Anita lagi.Yang kurasakan kini wajahku memanas, mendengar ucapan mereka. Dari sudut mataku aku bisa melihat beberapa kali Mas Raffi melirik ke arahku. Ia pasti sangat mengkhawatirkan aku."Anita, sudah lah jangan seperti itu, bagiku, Putri adalah mantuku yang terbaik." Walaupun Mama Maya membelaku, tapi aku yakin hatinya pasti terusik. Aku takut ia mulai terhasut oleh kompor meleduk seperti Tante Anita."Ya, ya, ya, belain aja terus nanti kalau sudah terbukti tak bisa kasih keturunan, b
Read more

Bab 190. di kejar soal anak

Minggu sore kami kembali ke Jakarta. Selama dua hari di puncak, aku dan Mas Raffi memang mematikan ponsel. Kami ingin benar-benar menikmati masa kebersamaan kami berdua.Sesampai di rumah, justru kami sudah di sambut Mama dan Papa yang sudah ada di rumah.Ketika mobil kami telah sampai di depan rumah, sudah ada mobil Papa terparkir di sana."Ada Mama sama Papa Mas, di rumah," ucapku pada Mas Raffi."Iya, kok tumben. Coba kamu nyalain hape."Nanti nyalain di rumah Mas, sekarang kita turun dulu, kamu sih nyuruh aku matiin semua hape," sungutku.Mas Raffi memilih mengabaikanku, dan bergegas turun dari mobil, aku pun mengikutinya."Raffi, Putri! Darimana kalian? Hape mati semua dua-duanya," ucap Mama sesaat setelah kami memasuki pintu rumah."Refreshing Ma, ada apa Ma?" tanya Mas Raffi."Ada apa, ada apa, ya jelas Mama khawatir lah! Hape kalian matikan semuanya," ucap Mama terlihat gemas pada kami, aku hanya nyengir, toh itu juga keinginan Mas Raffi, anak mama sendiri, gumamku."Ya matiin
Read more
PREV
1
...
1718192021
...
23
DMCA.com Protection Status