Semua Bab Mengandung Pewaris Tuan CEO: Bab 141 - Bab 150

163 Bab

141. Kediaman Dirga Prawira

**Sepasang manik gelap Marvel menyorot tajam saat melihat dari balik kaca mobilnya, Inara dan Gavin yang baru saja keluar dari sebuah restoran. Pria itu mengerutkan dahi dengan wajah sangat terganggu.“Bukannya Inara kemarin bilang kalau dia sedang ribut sama Gavin? Kenapa hari ini mereka bareng lagi dan kelihatannya nggak ada yang terjadi? Sial, aku kalah langkah lagi! Lama-lama aku bisa pakai jalan pintas buat dapatkan Inara kalau terus seperti ini!”Pria itu masih mengerutkan alis menahan murka kala mematai mobil milik Gavin yang melintas pelan di depan mobilnya sendiri. Cemburu membakar hati saat terlihat Inara sedang menyeka kening prianya dengan tisu, tepat di depan mata Marvel.“Sial, mereka kelihatan baik-baik saja. Harus dengan cara apa lagi aku menjauhkan orang-orang ini? Bagaimana dengan tujuh setengah miliar yang dijanjikan sama Salsa?”Teringat Salsa, akhirnya Marvel mencoba menelepon perempuan itu untuk bertanya.“Kamu kan bilang kalau kemarin Inara berantem sama Gavin
Baca selengkapnya

142. Di Luar Nalar

**“Silahkan masuk. Tuan menunggu anda di dalam.”Setelah beberapa saat menunggu di depan gerbang kokoh yang tertutup rapat, akhirnya Gavin menerima konfirmasi dari petugas berjas hitam yang tadi menyambutnya.Pria itu menekan remote control hingga kedua bilah pintu di hadapannya tertarik ke dalam dan memungkinkan Gavin memasukkan mobilnya.Halaman rumah itu bahkan lebih indah dari yang tampak dari kejauhan. Tertata rapi dengan kolam air mancur dan berbagai tanaman hias yang terstruktur. Tempat parkir terletak di sisi lain halaman, yang mana penuh terisi dengan mobil-mobil premium limited yang mungkin hanya ada beberapa unit saja di seluruh dunia.“Gue akan tunggu di gazebo yang itu, Vin. Gue mendadak pengen ngerokok,” tutur Aldo sembari menunjuk sebuah pondok kecil di tepi kolam ikan yang sepertinya memang diperuntukkan bagi smoking area. “Mana ponsel lo, sini.”“Buat apaan ponsel segala?”“Sini!”Meski tidak mengerti, Gavin tetap memberikan benda pipih di dalam saku jas yang ia kena
Baca selengkapnya

143. Mission Completed

**Aldo tersentak saat melihat dari kejauhan, Gavin akhirnya berjalan keluar dari pintu kediaman Dirga Prawira yang seperti istana Victoria. Pria itu buru-buru membuang puntung rokoknya dan menyipitkan mata dengan curiga kala tampak olehnya raut sang adik ipar yang setengah linglung. Aldo menunggu hingga Gavin cukup dekat sebelum meraih lengan yang lebih muda dan memasukkannya ke dalam mobil dengan sedikit tergesa.“Lo nggak nelepon gue, berarti nggak ada yang terjadi? Semuanya baik-baik aja, kan?”“Apa?”Aldo mendadak melemparkan pandangan separuh ngeri, setengah heran kepada satu yang lain. “Vin, lo nggak diapa-apain kan di dalam? Kok lo jadi bego mendadak begini? Lo nggak disetrum atau sesuatu, kan?”“Apa-apaan?” Gavin berujar seraya mendorong Aldo hingga keluar dari pintu mobil di sampingnya dan dirinya bisa bergeser ke kursi penumpang. “Lo yang nyetir, Al. Kepala gue sakit rasanya.”“Lo beneran disetrum?”“Keluar dari sini dulu, nanti gue cerita. Please.”Meski sangat penasaran d
Baca selengkapnya

144. Mission Not Completed Yet

**Mobil Gavin merapat di garasi rumah dan berhenti di sana sekembalinya dari kediaman Bagaskara. Seharusnya Gavin merasa lega setelah menyelesaikan masalah dengan Salsa, namun ternyata tidak. Masih ada ganjalan besar, terlebih lagi ketika melihat raut wajah sang istri yang terlihat begitu keruh. Entah hanya perasaannya saja, atau Inara memang kembali dingin setelah memastikan Gavin baik-baik saja tadi.“Inara, apa ada sesuatu yang mengganggu pikiran kamu?”“Apa?”“Kamu kelihatannya masih memikirkan sesuatu. Padahal aku bilang semua masalahnya sudah selesai.”“Ah, nggak apa-apa.” Perempuan itu tersenyum sekilas sebelum melepas sabuk pengaman dan bersiap membuka pintu mobil di sampingnya. “Ayo kita keluar. Mandi dan istirahat. Kamu capek, kan?”Bahkan Inara tidak menunggu Gavin dulu. Ia melenggang begitu saja sekeluarnya dari mobil. Meninggalkan prianya dalam kesendirian. Kedua buah hati mereka tidak ingin pulang dari rumah kakek nenek Bagaskara, sehingga Inara meninggalkan keduanya di
Baca selengkapnya

145. Still Obsessed

**Siang yang begitu terik saat Marvel dengan kesal menutup pintu mobilnya. Ia melangkah masuk ke dalam kafe, kemudian menengok ke kanan dan ke kiri. Mencari keberadaan orang yang membuat janji dengannya sebelum ini.Di sana. Di sudut ruangan, pria itu melangkah mendekati sosok Salsa Kamila, yang ternyata menampakkan wajah yang sama mendungnya dengan Marvel sendiri. Dua orang ini sama-sama sedang tidak baik-baik saja, agaknya.“Kenapa mengajak bertemu? Apa yang mau kamu bahas?” Marvel bertanya tanpa basa-basi, bahkan sebelum ia sempat mengambil tempat duduk.Di seberang meja, Salsa menatap dengan alis bertaut, tidak terima. “Kenapa sikapmu begitu? Kalau ada yang boleh nggak enak hati, hanya aku orangnya ya, Marvel! Memangnya aku sudah merugikan kamu dalam hal apa, ha?”Diam saja, Marvel kemudian menarik kursi dan menghempaskan pantatnya di sana. Menatap lekat kepada Salsa Kamila yang masih mengerutkan alis karena jengkel.“Marvel dengar, kesepakatan kita batal. Hutangmu tetap lima bel
Baca selengkapnya

146. Kegilaan Marvel

**Inara meninggalkan rumah dengan rasa bersalah pagi ini. Kendati ia sudah menebusnya dengan menawarkan diri untuk mengambil alih mengantar kedua buah hatinya pergi sekolah sehingga Gavin bisa langsung berangkat ke kantor. Tentu saja sang suami sama sekali tidak menaruh curiga, sebab sepanjang pria itu mengenal sang istri, wanitanya itu sama sekali tidak pernah berdusta. Gavin mempercayai Inara sepenuhnya.“Apa nanti Mama juga akan jemput?” Aylin bertanya sementara Inara sedang berusaha fokus menyetir. Ah, benar. Inara juga memberanikan diri mengemudi mobil sendiri. Ia pikir kemampuan menyetirnya sudah banyak kemajuan dan bisa dibawa ke jalan raya sekarang.Perempuan itu memandang sekilas kepada sang putri melalui kaca spion.“Iya, Kak. Nanti Mama yang jemput.”“Aylin ada eks piano nanti, Ma. Al gimana?”“Nanti Mama jemput Al duluan, deh. Kakak pulang jam tiga sore, kan?”Bocah jelita itu mengangguk, dan Inara menanggapinya dengan senyum. Ia membayangkan mungkin akan menyenangkan jik
Baca selengkapnya

147. Kidnapped

**Marvel membaringkan tubuh Inara di atas ranjang, setelah sampai di kamar lantai dua. Ledakan euforia seperti membuat pria itu nyaris membeku dan tidak tahu apa yang harus ia lakukan sesudahnya, alih-alih segera bergerak. Hanya menatap sosok yang membuatnya setengah gila dengan pandangan kosong dan lapar.“Kita mulai dari mana dulu?” bisiknya dengan napas memburu. “Aku sudah menunggu hal ini terlalu lama, jadi sekarang aku bingung. Sebaiknya aku menikmatinya pelan-pelan saja.”Pria itu naik ke atas ranjang juga dan membungkuk di atas tubuh Inara yang hingga detik itu masih tertidur. Tangan gemetarnya terulur dan mencoba melepas kancing paling atas blus yang Inara kenakan. Setelah terbuka, tampak kulit putih halus mulus pada pangkal leher. Marvel seketika merasa kepalanya pening.“Apa aku harus merekam momen ini? Oh, benar, aku akan melakukannya pelan-pelan dan mengabadikannya dengan baik. Ini adalah hal yang aku tunggu-tunggu. Tunggu, mana ponselku?”Pria itu meraih ponsel di dalam
Baca selengkapnya

148. Tak Ada Di Manapun

**Gavin menginjak pedal gas dalam-dalam dan membiarkan mobilnya melaju dengan kencang menuju panti asuhan, di mana Rendra berada saat ini. Kepalanya mendadak terasa begitu penuh sehingga ia tidak bisa memikirkan apapun lagi selain informasi yang barusan ia terima ; istrinya tidak ada di panti, padahal semalam perempuan itu pamit akan ke sana. Dan Inara tidak pernah dengan sengaja berbohong kepadanya untuk kepentingan dirinya sendiri, sepanjang yang pria itu ingat.“Ke mana Inara pergi? Sial! Ponselnya masih nggak aktif!” Gavin menyetir sembari terus berusaha menghubungi Inara. Membuat fokusnya terbagi dan mau tak mau ia hampir menyerempet beberapa kendaraan lain di jalan. Menerima saja dengan besar hati makian para pengguna jalan yang nyaris ia celakai, Gavin tak sedikitpun menurunkan laju kendaraannya hingga tiba di panti tak lama setelah itu.“Apa maksudmu istriku nggak ke sini?” tuntutnya begitu turun dari dengan mobil dengan tergesa-gesa. Ia menunjuk Rendra yang menunggu di halam
Baca selengkapnya

149. Chaos

**“Lepaskan aku, bajingan kau!”Inara sekuat tenaga mencoba menarik kedua tangannya yang dicengkeram erat oleh Marvel di kedua sisi tubuhnya. Tidak peduli dengan rasa perih sebab mungkin saja kulitnya lecet karena gesekan. Ia terus meronta dengan seluruh tubuh. Berusaha meloloskan diri dari iblis berwujud pria tampan itu.“Lepaskan aku! Lepaskan!”“Sayang–”“Diam! Manusia sepertimu nggak pantas memanggilku begitu! Kamu pikir dirimu siapa?”Marvel seketika terdiam. Kata-kata barusan menggores harga dirinya dengan telak. Ia menatap lurus kepada perempuan yang masih berada di bawah tubuhnya itu dengan pandangan gelap dan berkabut.“Aku memang bukan siapa-siapamu, Inara. Tapi bukan berarti aku tidak bisa melakukan apa-apa kepadamu. Aku ingin kamu, jadi aku harus mendapatkannya. Bagaimanapun caranya.”“Apa kamu sudah gila, Marvel?”“Ya, sudah. Kamu yang membuatku gila.”Inara reflek menahan napas ketika pria itu menunduk dan menyapukan bibir pada permukaan telinganya. Rasa hangat dan basa
Baca selengkapnya

150. Kamera CCTV

**Gavin memelankan laju kendaraannya setelah selama satu jam penuh mengemudi berputar-putar di dalam kota. Rasa cemas, putus asa, dan khawatir berlebihan membuat fokusnya menurun hingga berkali-kali ia nyaris celaka dan bersinggungan dengan pengguna jalan yang lain.Pria itu lantas menepi ke halaman sebuah toko yang kosong dan berhenti di sana untuk menghela napas, sementara menatap kosong ke arah depan, di mana mobil-mobil berlalu lalang di batas senja.“Inara, tolong, di mana kamu berada, Sayang? Aku nggak akan marah dengan apapun alasanmu berbohong, tapi tolong kabari aku. Aku sangat khawatir.”Pria rupawan itu memejamkan mata sejenak, merasakan nyeri seperti menusuk hatinya. Ia benar-benar tidak bisa kehilangan Inara seperti ini.Sebelum Gavin kembali menginjak pedal gas untuk melanjutkan pencarian, ponselnya yang tergeletak di dalam glovebox berdering nyaring. Buru-buru ia meraihnya dan berharap itu adalah Inara, namun ternyata bukan. Rendra yang menelepon.“Ya, Ren? Kamu dapat
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
121314151617
DMCA.com Protection Status