Semua Bab Mengandung Pewaris Tuan CEO: Bab 131 - Bab 140

163 Bab

131. Video Jebakan

**Kendati Aldo sudah tahu bahwa suara di seberang sana bercampur isak tangis, namun ia masih bisa mengendalikan diri untuk tidak terlampau panik dan bertanya pelan-pelan.“Inara, apakah kamu sedang menangis?”“Gavin ada di mana?”Pria itu tanpa sadar menelan saliva yang terasa pahit. Sang adik kembali melayangkan pertanyaan, alih-alih menjawab pertanyaannya.“I-Inara–”“Apakah kamu lagi sama Gavin? Bisa aku bicara sama dia?”Matilah. Apa yang harus Aldo katakan?“Kenapa kamu diam, Om? Aku tanya apakah kamu lagi sama Gavin? Kasih teleponnya sama dia, aku mau ngomong!”“Hold on!” Akhirnya Aldo menjawab dengan buru-buru. “Sebentar saja. Aku akan segera sampai di rumah bersama Gavin. Kasih waktu setengah jam, aku akan cepat.”Setelah itu Aldo matikan ponselnya tanpa menunggu sanggahan lain dari sang adik. Dengan alis menukik turun, ia memasangkan seatbelt Gavin dan miliknya sendiri, sebelum menghidupkan mesin mobil lalu tancap gas meninggalkan halaman gedung terkutuk itu. Sekali-sekali i
Baca selengkapnya

132. Sedative

**Aldo bertukar pandang dengan sang adik selama beberapa saat, sebelum akhirnya sadar mengapa Inara berkata mereka membutuhkan dokter.Kondisi Gavin buruk. Bahkan keduanya yang sama sekali buta masalah ilmu kesehatan, sepakat bahwa keadaan Gavin saat itu tidak seperti mabuk biasa dan jelas lebih buruk dari itu. Pria itu lebih seperti pingsan daripada mabuk.“Aku akan menelepon dokter keluarga!” Inara berlari melintasi kamar, menuju ponsel miliknya yang berada di atas nakas untuk menelepon dokter.Tak membutuhkan waktu lama untuk menunggu, dokter akhirnya datang untuk melakukan pemeriksaan. Apa yang dikatakan pria separuh baya itu kemudian, membuat Inara dan Aldo hanya bisa ternganga tidak percaya.“Kita memerlukan cek lab untuk meninjau secara pasti apa yang menyebabkan Tuan Sanjaya seperti ini. Hanya saja melalui gejala yang tampak, sepertinya Tuan sudah menelan sejumlah besar zat sedatif. Benar, dia bukan mabuk karena alkohol.”“Zat sedatif?” Inara mengulangi dalam hantaman rasa sh
Baca selengkapnya

133. Bertamu Tengah Malam

**Jarum jam sudah hampir menyentuh angka tengah malam ketika Inara mendengar suara deru kendaraan yang sepertinya dekat. Siapa yang datang pada hari selarut ini?Perempuan itu menengok ke arah samping, di mana suaminya masih tertidur dengan tenang. Tadinya ia tidak berniat tidur dan akan menjaga Gavin semalaman. Namun rasa lelah membuatnya tanpa sadar terlelap dalam posisi duduk.“Siapa yang datang?” Ia mengerutkan alis. Sekuriti yang menjaga di pintu gerbang depan biasanya akan mengatakan kepada para tamu untuk kembali besok saja jika ada yang datang terlalu malam, maka Inara sama sekali tidak berniat turun dan mengecek.Nah, namun kemudian ponselnya berdering. Itu telepon dari pos sekuriti di depan. Dan karena Inara belum benar-benar tidur, maka ia tidak menemukan alasan untuk mengabaikan ponselnya.“Halo?”“Maaf, Bu. Maaf sekali, saya mengganggu istirahat anda semalam ini. Tapi ada seseorang yang memaksa masuk dan bertemu dengan anda.”Tanpa sadar Inara menggigiti kuku jemarinya.
Baca selengkapnya

134. Dukungan Keluarga

**“Inara, ada apa? Aku nggak melakukan kesalahan, kan? Please, Sayang, bisa tolong jelaskan ini sama aku?”Inara melepas pelukan. Sudah susah payah ia tahan air mata dan berkali-kali menghela napas agar dirinya tenang. Namun tak urung isak tangisnya pecah juga. Ia menggeleng keras-keras sementara suaminya yang baru bangun menjadi sangat panik.Inara sudah menahan semuanya sendiri sejak semalam, maka ia biarkan dirinya tenggelam dalam tangis pagi ini.“I-Inara, jangan begini, aku nggak tahu apapun yang terjadi. Bisa tolong kamu katakan ada apa? Please, jangan menangis ….”Perempuan itu rasa dirinya tidak akan sanggup jika harus sekali lagi mengulangi menceritakan segalanya secara gamblang. Maka ia meraih ponsel dari atas nakas dan menunjukkan video yang menggemparkan itu kepada yang bersangkutan.“Sudah tersebar di semua media sosial,” katanya parau. “Orang-orang ada di luar. Menunggu kamu bangun.”Gavin yang awalnya sama sekali tidak tahu video apakah itu, mendadak mematung dengan wa
Baca selengkapnya

135. Rencana Konyol

**Tiga hari berselang sejak kejadian tersebarnya video bodoh itu, ternyata media masih tetap ramai memberitakan dengan menambah-nambahi berbagai argumen aneh yang entah mereka dapatkan dari mana. Judul-judul artikel yang sangat clickbait tersebar di berbagai media massa. Dan dampak yang paling besar tentu saja adalah anjloknya saham SR. Gavin yang awalnya agak masa bodoh dengan hal ini, lama-lama jadi terganggu. Masalahnya, ada ratusan karyawan yang bergantung hidup dengan SR. Jika stabilitas perusahaan terganggu, maka ia juga dikepung rasa berdosa sebab jadi mengombang-ambing hidup para karyawan yang bergantung sepenuhnya kepada perusahaannya.“Kita harus adakan perbaikan image segera. Dan usaha pertama yang bisa kamu lakukan adalah menunjukkan kepada publik bahwa hubunganmu dengan istrimu sama sekali tidak terganggu dengan rumor yang terakhir itu.” Penasihat hukum Gavin yang memberikan saran. Pria yang sudah bekerja sejak masih ada Joseph Sanjaya itu menatap sang CEO dengan penuh
Baca selengkapnya

136. Belut Listrik

**“Dia berada di Golden Imperial Hotel?”Salsa menyeringai di balik ponselnya, berbicara dengan seseorang di seberang sana. Setengahnya ia merasa geli sebab seseorang ini memberikan informasi dengan nada suara yang kedengaran jengkel dan terpaksa sekali.“Datang sekarang, atau kamu akan keduluan istrinya. Dia tadinya bersama Revaldo. Aku barusan lihat mobil Revaldo keluar dari hotel dan dia sendirian. So, besar kemungkinan Gavin ditinggalkan di hotel, kan?”“Apa hubungannya Gavin dengan Renaldo?” Salsa bertanya dengan kedua alis terangkat naik. “Anggap saja sahabat lama. Sekarang terserahmu mau datang apa tidak. Yang penting aku sudah memberikanmu informasi yang kamu inginkan.”“Jangan nggak ikhlas begitu, dong. Ingat Marvel, tujuh setengah miliar itu bukan jumlah yang sedikit.”Salsa kemudian terbahak saat ponsel dimatikan dengan sepihak dari seberang. Sementara bersiul dengan riang, ia kemudian meraih kunci mobil dan bergegas menuju hotel bintang lima yang tadi disebutkan oleh Mar
Baca selengkapnya

137. Sakit Hati Inara

**Esok paginya, Gavin terbangun di dalam kamar hotel mewah itu dengan kepala linglung. Selama sepuluh menit penuh ia berdiam diri dan memegangi kepalanya yang terasa berdenyut nyeri. Mencoba mencerna keadaan dengan kapasitas otak yang jauh lebih berkurang daripada biasanya.“Inara?” Adalah kata pertama yang lolos dari bibirnya. Pria itu menemukan ponselnya yang tergeletak di atas nakas dalam keadaan mati kehabisan baterai. “Jam berapa ini? Sepertinya aku sudah tidur dalam waktu yang sangat lama.”Ia menoleh ke sana sekali untuk mencari keberadaan jam dinding, lalu akhirnya menemukan benda penunjuk waktu itu tergeletak di atas nakas di sisi lain ranjang. Kedua mata Gavin terbelalak penuh saat melihatnya.“Jam delapan pagi?” Ia berseru panik. “Ya Tuhan! Aku nggak pulang semalaman? Astaga, di mana Aldo keparat itu? Inara pasti bingung cari aku. Aku harus pulang sekarang!”Gavin menyibak bedcover yang menutupi tubuhnya dan segera berlari ke kamar mandi. Sedikitnya ia bersyukur ketika mem
Baca selengkapnya

138. Provokatif

**Inara jelas masih belum bisa mengalihkan pikiran dari apa yang terjadi kepada rumah tangganya belakangan ini. Ia masih tetap sedikit bicara kepada Gavin juga. Inara benar-benar tidak bermaksud bersikap kekanakan dengan terus merajuk seperti itu, namun kala ingatan tentang Salsa kembali menyapa benaknya, ia menjadi kesal lagi.Nah, kendati demikian, Inara tetap pergi bekerja. Ia bertekad tetap profesional dengan berusaha merampungkan pekerjaan yang sudah menjadi tanggung jawabnya sejauh ini. Ia tidak ingin masalah intern rumah tangga sampai mengganggu kinerjanya. Lagipula, projek yang ia kerjakan untuk Marvel sudah hampir selesai.“Apa kamu baik-baik saja, Inara? Kamu banyak melamun dan jadi nggak fokus.” Marvel bertanya penuh simpati. Siang ini pria itu seperti biasa, mendatangi Inara di kediaman Bagaskara dengan sejumlah alasan yang bisa ia gunakan untuk bertemu dengan perempuan itu. Marvel benar-benar setengah gila belakangan ini, sebab semakin jarang bertemu dengan Inara.“Aku
Baca selengkapnya

139. Bertemu Salsa

**Salsa mengalihkan perhatian dari gambar-gambar nail art saat ponselnya berdering singkat karena sebuah pesan masuk. Wanita itu mengetuk layar ponsel untuk memeriksa pesan masuk tersebut, dan segera saja senyum lebar terpampang jelas pada wajahnya.“Finally!” desisnya kesenangan. “Aku tahu cepat atau lambat kamu akan melakukan ini. Aku buat kamu membutuhkan aku, dan ternyata berhasil, kan?”Perempuan itu mengangkat bahu. Masih menatap layar ponselnya yang menyala tanpa berniat membalas pesan yang ia dapatkan. “Menurutmu aku harus membuat ini mudah atau sulit, Gavin Sanjaya? Ah, tapi aku senang melihatmu menderita.”Salsa terkekeh lagi. Mengabaikan pesan tersebut dan berniat akan membalasnya kira-kira satu atau dua jam lagi. “Aku lagi sibuk sekarang, jadi karena kamu yang butuh, maka kamu harus sabar menunggu.”Perempuan itu kembali menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi sementara memejamkan mata sembari menikmati perawatan yang diberikan pegawai salon pada kuku tangannya.“In
Baca selengkapnya

140. Kekhawatiran Aylin

**“Mama? Kenapa Mama tidur di sini?”Inara mengerjapkan mata dan terbangun dengan kaget saat sentuhan halus terasa menerpa lengannya. Ia bangun dan bangkit perlahan, mendapati si bungsu yang sedang duduk di sampingnya dengan wajah polos dan sedikit sedih.“Maaf membangunkan, tapi kenapa Mama tidur di sini, nggak di kamar?” “Oh, Sayang? Mama hanya ketiduran, kok. Nanti Mama balik ke kamar.”Inara mengucek mata. Ia berusaha bangun dan tersenyum kepada putri kecilnya yang sudah besar.“Jam berapa ini? Kenapa kamu masih belum tidur, Kak? Seharusnya jam segini kamu sudah di kamar. Besok terlambat bangun, lho.”“Aku ambil air ke dapur dan lihat Mama tidur di sini. Mama bawa selimut? Sepertinya nggak ketiduran.”Inara terdiam. Aylin sekarang sudah cukup besar untuk mengerti jika sesuatu terjadi dengan kedua orang tuanya. Gadis sebelas tahun itu mencebik cemberut, bahkan terlihat hampir menangis.“Apa Mama sama Papa berantem?”“Apa? Ah, nggak, kok. Nggak seperti itu, Mama dan Papa baik-baik
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
121314151617
DMCA.com Protection Status