Share

137. Sakit Hati Inara

Penulis: Anindya Alfarizi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

**

Esok paginya, Gavin terbangun di dalam kamar hotel mewah itu dengan kepala linglung. Selama sepuluh menit penuh ia berdiam diri dan memegangi kepalanya yang terasa berdenyut nyeri. Mencoba mencerna keadaan dengan kapasitas otak yang jauh lebih berkurang daripada biasanya.

“Inara?” Adalah kata pertama yang lolos dari bibirnya. Pria itu menemukan ponselnya yang tergeletak di atas nakas dalam keadaan mati kehabisan baterai. “Jam berapa ini? Sepertinya aku sudah tidur dalam waktu yang sangat lama.”

Ia menoleh ke sana sekali untuk mencari keberadaan jam dinding, lalu akhirnya menemukan benda penunjuk waktu itu tergeletak di atas nakas di sisi lain ranjang. Kedua mata Gavin terbelalak penuh saat melihatnya.

“Jam delapan pagi?” Ia berseru panik. “Ya Tuhan! Aku nggak pulang semalaman? Astaga, di mana Aldo keparat itu? Inara pasti bingung cari aku. Aku harus pulang sekarang!”

Gavin menyibak bedcover yang menutupi tubuhnya dan segera berlari ke kamar mandi. Sedikitnya ia bersyukur ketika mem
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   138. Provokatif

    **Inara jelas masih belum bisa mengalihkan pikiran dari apa yang terjadi kepada rumah tangganya belakangan ini. Ia masih tetap sedikit bicara kepada Gavin juga. Inara benar-benar tidak bermaksud bersikap kekanakan dengan terus merajuk seperti itu, namun kala ingatan tentang Salsa kembali menyapa benaknya, ia menjadi kesal lagi.Nah, kendati demikian, Inara tetap pergi bekerja. Ia bertekad tetap profesional dengan berusaha merampungkan pekerjaan yang sudah menjadi tanggung jawabnya sejauh ini. Ia tidak ingin masalah intern rumah tangga sampai mengganggu kinerjanya. Lagipula, projek yang ia kerjakan untuk Marvel sudah hampir selesai.“Apa kamu baik-baik saja, Inara? Kamu banyak melamun dan jadi nggak fokus.” Marvel bertanya penuh simpati. Siang ini pria itu seperti biasa, mendatangi Inara di kediaman Bagaskara dengan sejumlah alasan yang bisa ia gunakan untuk bertemu dengan perempuan itu. Marvel benar-benar setengah gila belakangan ini, sebab semakin jarang bertemu dengan Inara.“Aku

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   139. Bertemu Salsa

    **Salsa mengalihkan perhatian dari gambar-gambar nail art saat ponselnya berdering singkat karena sebuah pesan masuk. Wanita itu mengetuk layar ponsel untuk memeriksa pesan masuk tersebut, dan segera saja senyum lebar terpampang jelas pada wajahnya.“Finally!” desisnya kesenangan. “Aku tahu cepat atau lambat kamu akan melakukan ini. Aku buat kamu membutuhkan aku, dan ternyata berhasil, kan?”Perempuan itu mengangkat bahu. Masih menatap layar ponselnya yang menyala tanpa berniat membalas pesan yang ia dapatkan. “Menurutmu aku harus membuat ini mudah atau sulit, Gavin Sanjaya? Ah, tapi aku senang melihatmu menderita.”Salsa terkekeh lagi. Mengabaikan pesan tersebut dan berniat akan membalasnya kira-kira satu atau dua jam lagi. “Aku lagi sibuk sekarang, jadi karena kamu yang butuh, maka kamu harus sabar menunggu.”Perempuan itu kembali menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi sementara memejamkan mata sembari menikmati perawatan yang diberikan pegawai salon pada kuku tangannya.“In

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   140. Kekhawatiran Aylin

    **“Mama? Kenapa Mama tidur di sini?”Inara mengerjapkan mata dan terbangun dengan kaget saat sentuhan halus terasa menerpa lengannya. Ia bangun dan bangkit perlahan, mendapati si bungsu yang sedang duduk di sampingnya dengan wajah polos dan sedikit sedih.“Maaf membangunkan, tapi kenapa Mama tidur di sini, nggak di kamar?” “Oh, Sayang? Mama hanya ketiduran, kok. Nanti Mama balik ke kamar.”Inara mengucek mata. Ia berusaha bangun dan tersenyum kepada putri kecilnya yang sudah besar.“Jam berapa ini? Kenapa kamu masih belum tidur, Kak? Seharusnya jam segini kamu sudah di kamar. Besok terlambat bangun, lho.”“Aku ambil air ke dapur dan lihat Mama tidur di sini. Mama bawa selimut? Sepertinya nggak ketiduran.”Inara terdiam. Aylin sekarang sudah cukup besar untuk mengerti jika sesuatu terjadi dengan kedua orang tuanya. Gadis sebelas tahun itu mencebik cemberut, bahkan terlihat hampir menangis.“Apa Mama sama Papa berantem?”“Apa? Ah, nggak, kok. Nggak seperti itu, Mama dan Papa baik-baik

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   141. Kediaman Dirga Prawira

    **Sepasang manik gelap Marvel menyorot tajam saat melihat dari balik kaca mobilnya, Inara dan Gavin yang baru saja keluar dari sebuah restoran. Pria itu mengerutkan dahi dengan wajah sangat terganggu.“Bukannya Inara kemarin bilang kalau dia sedang ribut sama Gavin? Kenapa hari ini mereka bareng lagi dan kelihatannya nggak ada yang terjadi? Sial, aku kalah langkah lagi! Lama-lama aku bisa pakai jalan pintas buat dapatkan Inara kalau terus seperti ini!”Pria itu masih mengerutkan alis menahan murka kala mematai mobil milik Gavin yang melintas pelan di depan mobilnya sendiri. Cemburu membakar hati saat terlihat Inara sedang menyeka kening prianya dengan tisu, tepat di depan mata Marvel.“Sial, mereka kelihatan baik-baik saja. Harus dengan cara apa lagi aku menjauhkan orang-orang ini? Bagaimana dengan tujuh setengah miliar yang dijanjikan sama Salsa?”Teringat Salsa, akhirnya Marvel mencoba menelepon perempuan itu untuk bertanya.“Kamu kan bilang kalau kemarin Inara berantem sama Gavin

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   142. Di Luar Nalar

    **“Silahkan masuk. Tuan menunggu anda di dalam.”Setelah beberapa saat menunggu di depan gerbang kokoh yang tertutup rapat, akhirnya Gavin menerima konfirmasi dari petugas berjas hitam yang tadi menyambutnya.Pria itu menekan remote control hingga kedua bilah pintu di hadapannya tertarik ke dalam dan memungkinkan Gavin memasukkan mobilnya.Halaman rumah itu bahkan lebih indah dari yang tampak dari kejauhan. Tertata rapi dengan kolam air mancur dan berbagai tanaman hias yang terstruktur. Tempat parkir terletak di sisi lain halaman, yang mana penuh terisi dengan mobil-mobil premium limited yang mungkin hanya ada beberapa unit saja di seluruh dunia.“Gue akan tunggu di gazebo yang itu, Vin. Gue mendadak pengen ngerokok,” tutur Aldo sembari menunjuk sebuah pondok kecil di tepi kolam ikan yang sepertinya memang diperuntukkan bagi smoking area. “Mana ponsel lo, sini.”“Buat apaan ponsel segala?”“Sini!”Meski tidak mengerti, Gavin tetap memberikan benda pipih di dalam saku jas yang ia kena

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   143. Mission Completed

    **Aldo tersentak saat melihat dari kejauhan, Gavin akhirnya berjalan keluar dari pintu kediaman Dirga Prawira yang seperti istana Victoria. Pria itu buru-buru membuang puntung rokoknya dan menyipitkan mata dengan curiga kala tampak olehnya raut sang adik ipar yang setengah linglung. Aldo menunggu hingga Gavin cukup dekat sebelum meraih lengan yang lebih muda dan memasukkannya ke dalam mobil dengan sedikit tergesa.“Lo nggak nelepon gue, berarti nggak ada yang terjadi? Semuanya baik-baik aja, kan?”“Apa?”Aldo mendadak melemparkan pandangan separuh ngeri, setengah heran kepada satu yang lain. “Vin, lo nggak diapa-apain kan di dalam? Kok lo jadi bego mendadak begini? Lo nggak disetrum atau sesuatu, kan?”“Apa-apaan?” Gavin berujar seraya mendorong Aldo hingga keluar dari pintu mobil di sampingnya dan dirinya bisa bergeser ke kursi penumpang. “Lo yang nyetir, Al. Kepala gue sakit rasanya.”“Lo beneran disetrum?”“Keluar dari sini dulu, nanti gue cerita. Please.”Meski sangat penasaran d

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   144. Mission Not Completed Yet

    **Mobil Gavin merapat di garasi rumah dan berhenti di sana sekembalinya dari kediaman Bagaskara. Seharusnya Gavin merasa lega setelah menyelesaikan masalah dengan Salsa, namun ternyata tidak. Masih ada ganjalan besar, terlebih lagi ketika melihat raut wajah sang istri yang terlihat begitu keruh. Entah hanya perasaannya saja, atau Inara memang kembali dingin setelah memastikan Gavin baik-baik saja tadi.“Inara, apa ada sesuatu yang mengganggu pikiran kamu?”“Apa?”“Kamu kelihatannya masih memikirkan sesuatu. Padahal aku bilang semua masalahnya sudah selesai.”“Ah, nggak apa-apa.” Perempuan itu tersenyum sekilas sebelum melepas sabuk pengaman dan bersiap membuka pintu mobil di sampingnya. “Ayo kita keluar. Mandi dan istirahat. Kamu capek, kan?”Bahkan Inara tidak menunggu Gavin dulu. Ia melenggang begitu saja sekeluarnya dari mobil. Meninggalkan prianya dalam kesendirian. Kedua buah hati mereka tidak ingin pulang dari rumah kakek nenek Bagaskara, sehingga Inara meninggalkan keduanya di

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   145. Still Obsessed

    **Siang yang begitu terik saat Marvel dengan kesal menutup pintu mobilnya. Ia melangkah masuk ke dalam kafe, kemudian menengok ke kanan dan ke kiri. Mencari keberadaan orang yang membuat janji dengannya sebelum ini.Di sana. Di sudut ruangan, pria itu melangkah mendekati sosok Salsa Kamila, yang ternyata menampakkan wajah yang sama mendungnya dengan Marvel sendiri. Dua orang ini sama-sama sedang tidak baik-baik saja, agaknya.“Kenapa mengajak bertemu? Apa yang mau kamu bahas?” Marvel bertanya tanpa basa-basi, bahkan sebelum ia sempat mengambil tempat duduk.Di seberang meja, Salsa menatap dengan alis bertaut, tidak terima. “Kenapa sikapmu begitu? Kalau ada yang boleh nggak enak hati, hanya aku orangnya ya, Marvel! Memangnya aku sudah merugikan kamu dalam hal apa, ha?”Diam saja, Marvel kemudian menarik kursi dan menghempaskan pantatnya di sana. Menatap lekat kepada Salsa Kamila yang masih mengerutkan alis karena jengkel.“Marvel dengar, kesepakatan kita batal. Hutangmu tetap lima bel

Bab terbaru

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   163. Semuanya Baik-Baik Saja

    **Inara masih cemberut dan sedikit kesal kepada Aldo sampai beberapa saat kemudian ia kembali ke kediaman orang tuanya. Ia tidak pulang ke rumah setelah menjemput Aylin dan Alaric pulang sekolah. Justru membawa kedua buah hatinya ke sana, sebab sang suami masih belum pulang dari perjalanan bisnis. Kemungkinan tengah malam nanti baru akan sampai di rumah, jadi Inara malas di rumah sendirian.Yeah, Inara masih melanjutkan marahnya kepada sang kakak setelah beberapa saat waktu berlalu. Nah, alih-alih merasa sang adik childish, Aldo justru gembira melihat Inara cemberut sepanjang waktu begitu. Menurutnya itu sangat menggemaskan.“Aku bukan anak kecil yang harus kamu awasi ke mana-mana,” sungut Inara ketika Aldo masih juga bertanya mengapa dirinya marah.“Aku kan hanya khawatir. Karena Gavin juga lagi nggak ada, makanya aku gantiin dia buat jagain kamu.”“Ya tapi nggak perlu segitunya kali, Om. Kamu berharap aku beneran jambak-jambakan sama Jessica, begitu?”Aldo terkikik lagi. Ini menyen

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   162. Dia Sudah Berubah

    **Inara melajukan mobilnya dengan tenang. Ya, memang sedikit was-was, namun entah bagaimana ia juga merasa tenang kali ini. Mungkin karena saat ini, ia merasa sudah memiliki lebih banyak dukungan untuk menghadapi Jessica. Dan lagi, bukankah kali ini Riani sudah berada di pihaknya? Tidak mungkin kan kalau mertuanya itu kembali keukeuh menjodohkan Gavin dengan Jessica secara tiba-tiba.Sangat amat tidak mungkin.Maka, Inara tersenyum lebar kala ia sampai di pintu gerbang mansion milik Riani. Sang mertua sudah berada di halaman, sedang mengobrol bersama sekuriti yang berjaga. Ia buru-buru mendekat saat Inara menekan klakson mobilnya sekali.“Maaf, aku jadi meminta kamu untuk ini.” Riani berujar seraya membuka pintu mobil dan masuk. “Rendra lagi dalam perjalanan dinas sama Gavin. Sementara aku nggak begitu senang pakai supir yang lain. Lebih baik aku sama kamu saja.”Lagi, Inara tersenyum. Entah harus merasa tersanjung atau bagaimana. Apakah maksudnya Riani menganggapnya supir yang baik,

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   161. She's Back?

    **“Sepertinya aku nggak dulu sih, Inara.”Nah, kata-kata itu akhirnya menjadi beban yang menggelayuti pikiran Inara hingga berhari-hari ke depan. Sudah tidak ada lagi permasalahan berat yang Inara hadapi. Ia juga sudah kembali aktif bekerja, menerima projek-projek desain interior dari klien. Pun Gavin, yang kembali sibuk di kantor. Sekarang sedang berkutat dengan pembukaan beberapa kantor cabang asuransi di kota-kota besar lainnya. Life goes on, hidup berjalan sebagaimana mestinya setelah segala drama yang sudah terjadi.Hanya saja satu hal yang yang membuat perempuan itu sering terdiam berlama-lama ; Sang kakak yang kian menua, namun belum menemukan rekan pendamping seumur hidup.Dan ternyata sepertinya Salsa pun tidak ada harapan. Padahal sebenarnya Inara sudah senang sekali saat Aldo menyatakan ketertarikan kepada perempuan itu.“Kenapa kamu yang pusing? Aku aja nggak pusing,” kata Aldo ringan sekali. Siang ini pria itu sedang mengganggu kerja sang adik di kediaman keluarganya. S

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   160. Usaha Menyatukan

    **Ini adalah hari yang hangat, di mana dua keluarga berbaur sekaligus. Matahari sudah hampir menggelincir menuju ufuk barat, menyambut senja yang sebentar lagi akan tiba. Pasangan suami istri Bagaskara serta putra sulung mereka, sedang bercengkerama di halaman belakang kediaman Gavin yang sejuk dan luas. Tentu saja ada Inara, Gavin, dan kedua putra putri mereka di sana. Oh, ditambah pula kucing besar putri sulung Gavin yang sekarang ukurannya semakin mengkhawatirkan.“Baby, bisakah makhluk itu kamu kemanakan dulu, begitu? Ini agak menyeramkan Sayang, kalau makhluk sebesar itu berguling-guling bersama kita.” Riani berujar sembari menunjuk Kimmy, yang memang sedang berguling-guling manja di atas rerumputan. Aylin sedang menggaruk-garuk perutnya yang gembul. “Oma takut kalau-kalau dia khilaf dan mencakar kita semua, begitu.”“Kimmy nggak akan mendekati siapapun kecuali Aylin yang suruh,” tukas si bocah tanpa sedikitpun beranjak dari tempatnya semula. “Iya kan, sayang? Kimmy sayang, who’

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   159. Memang Lucu

    **“Serius, Inara. Kamu mau ngapain sih ketemu sama Salsa? Bukannya dia sudah minta maaf? Masih haruskah ketemu segala?”“Aku yang mau ketemu sama dia, kenapa kamu yang panik begitu?”Inara terkekeh pelan ketika ia bersiap-siap akan berangkat bertemu dengan Salsa siang ini. Dan lucu saja rasanya melihat sang suami yang panik sendiri, padahal ia sendiri tidak kenapa-kenapa. “Tapi, kan–”“Sudahlah, aku nggak apa-apa, Pa. Aku ketemu sama Salsa juga bukan mau cari masalah, kok. Toh, dia sendiri juga sudah setuju, kan?”“Siapa yang mau ketemu sama Salsa?”Sepasang suami istri itu sontak menoleh ke ambang pintu rumah ketika sebuah suara turut bergabung tanpa diminta. Aldo berdiri di sana dengan wajah tertarik.“Kenapa kamu setiap hari ke sini? Apakah kamu nggak punya rumah sendiri?” Inara menunjuk lelaki itu dengan mata memicing.“Astaga, begitukah caramu bersikap kepada kakak satu-satunya?” Aldo menimpali dengan gestur terluka. Ia justru menyelonong masuk dan menghempaskan pantat di singl

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   158. Rencana Bertemu

    **Inara melambaikan tangan kepada putra dan putrinya yang sudah berada di dalam mobil sebelum keduanya menghilang bersama Rendra di balik pintu gerbang rumah. Hari ini memang Rendra yang mengantar sekolah. Alaric dan Aylin sendiri yang meminta diantarkan oleh orang kepercayaan Gavin itu. Tidak mau diantar oleh Mama atau Papa mereka. Entah ada rahasia kecil apa yang kedua anak itu akan bagi di dalam mobil.Sementara Inara sendiri kemudian kembali ke dalam rumah, dan mendadak saja rasa bimbang menghampiri benaknya. Teringat si kecil Alaric yang beberapa hari belakangan ia dengar sering berbagi cerita dengan kakaknya perihal ‘Tante’. Entah siapa tante yang Al maksudkan. Sebab setiap Inara bertanya, baik Alaric maupun Aylin selalu hanya mengatakan bukan siapa-siapa, hanya orang lewat.“Apakah Gavin tahu sesuatu tentang ini?” Inara bertanya-tanya kepada dirinya sendiri sementara kembali melangkah ke dalam kamar untuk mencari suaminya.Pria itu ada di sana. Baru saja selesai mandi dan masi

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   157. Permintaan Maaf Salsa

    **“ … Tapi kenapa Om nggak suruh Tantenya nunggu aku sebentar? Kan aku masih mau ngobrol sama Tantenya.”“Halah bocil! Udah dibilang nggak boleh ngobrol sama orang asing. Lagian kamu tuh mau ngobrolin apa sih sama orang tua?”Gavin menengok sekilas ketika suara ribut-ribut terdengar memasuki ruangan depan rumahnya. Pria itu menunggu hingga si empunya suara muncul ke ruang tengah di mana dirinya berada saat ini.“Lagi berantem masalah apalagi kalian berdua?” Pria itu segera menyahut begitu bayangan Aldo muncul di ambang pintu yang mempartisi ruang depan dengan ruang tengah.“Loh, lo ada di rumah? Tumben banget?” Aldo meletakkan tas sekolah Alaric di atas sofa, sebelum menghempaskan tubuhnya di sana juga.“Pulang sebentar buat nengokin Inara, habis ini balik ke kantor. Gue tanya, kenapa kalian berdua ribut-ribut?”Aldo baru saja akan memelototi Alaric untuk memberi bocah itu isyarat agar diam. Namun si kecil sudah keduluan berujar dengan polos, “Tadi ada tante itu ke sekolah, Pa. Al ka

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   156. Rasa Bersalah

    **Salsa Kamila kebetulan saja sedang jalan-jalan sendirian siang ini. Tidak ada yang bisa ia lakukan di rumah, jadi ia bosan. Terlebih lagi, ia juga sedang meratapi nasib lima belas miliarnya yang raib bersama kematian Marvel. Yah, meskipun jumlah sekian tidak akan membuatnya mendadak miskin. Tapi tetap saja itu sayang, kan. Ia bisa menebus dua buah Aventador dengan uang sekian.Perempuan cantik itu menghentikan mobilnya pada jalur zebra cross sebab sekelompok anak-anak sedang menyeberang jalan. Salsa yang tidak pernah menyukai anak-anak memandang dengan bosan, sebelum kemudian objek yang ia lihat berhasil menyita perhatiannya.Bocah laki-laki tampan di seberang jalan itu.“Itu putranya Gavin?” Salsa bertanya kepada diri sendiri sembari menatap lekat si kecil yang sudah pernah ia temui sekali sebelum ini. Salsa belum lupa dengan wajahnya, kok.“Apakah aku harus turun dan menyapa? Kenapa dia sendirian?”Sekali lagi, Salsa bukanlah pecinta anak-anak. Namun wajah tampan dan lucu bocah k

  • Mengandung Pewaris Tuan CEO   155. Penutup Hari

    **(Mengandung konten 21+)Gavin menutup pintu kamar perlahan dan melangkah mendekati ranjang di mana sang istri sedang menunggu dengan senyum lembut. Pria itu meredupkan lampu sebelum menyusul naik ke atas ranjang dan merentangkan tangan untuk merangkul bahu wanitanya.“Anak-anak sudah tidur?” Inara bertanya.Gavin mengangguk. “Alaric minta tidur sama kakaknya. Aylin awalnya nggak mau, tapi akhirnya ya mau juga daripada lihat adiknya nangis.”“Ah, maaf, jadi kamu yang susah payah bujukin mereka nggak, sih? Harusnya tadi aku saja–”“Nggak, Sayang. Kamu harus istirahat. Lagian masalah anak-anak saja, masa aku nggak bisa ngatasin, sih. Aku kan Papanya mereka.”Inara tersenyum lagi. Ia mengikis jarak dan kian merapatkan diri. Kedua tangannya memeluk pinggang Gavin dengan manja.“Terimakasih banyak untuk semuanya.” Perempuan itu berujar pelan sembari mendongak, memandang wajah sang suami yang selalu tampan dan sama sekali tidak berubah kendati lebih dari satu dekade sudah mereka lewati be

DMCA.com Protection Status