Semua Bab Jadi Miskin Di Hadapan Mertua: Bab 301 - Bab 310

403 Bab

DEAL!

DEAL!'Glek' Bu Nafis menelan ludahnya kasar. Dia harus bisa untuk mengeles dan meyakinkan Pak Hendi agar dia tak harus berjanji apalagi membuat perjanjian tanda tangan diatas materai."Dek," panggil Pak Hendi."Ah iya, Mas. Wes gampanglah nanti. Mosok sampean tak percaya padaku?" tanya Bu Nafis."Benar ya, kapan kau butuh uangnya?" tanya Pak Hendi."Secepatnya, Mas. Ya, kalau bisa besok sih, Mas. Aku tak ingin menunda-nunda waktu lagi,"jawab Bu Nafis."Bukankah kau harusnya ikut ke Kediri juga, Dek?" ujar Pak Hendi memakan makanan yang sudah di pesan Bu Nafis.Memang Bu Nafis memiliki kebiasaan hanya hobi memesan dan foto- foto saja. Dia hanya mengicip sedikit dan membiarkan Pak Hendis menghabiskannya. Bu Nagis menatap Pak Hendi dengan tatapan berkaca- kaca."Bukankah lebih baik begitu, Mas? Atau kau memiliki usul lain? Aku butuh dirimu, Mas. Aku butuh sandaran," ujar Bu Nafis."Benar, Dek. Menuruku lebih baiik kau sendiri yang bawa uangnya
Baca selengkapnya

KECURIGAAN HASAN!

KECURIGAAN HASAN!"San," panggil Pak Hendi. Hasan menoleh."Aku hanya ingin membantu keluargamu tanpa harus ada yang di jaminkan. Agar sama- sama enak," sambungnya."Apa maksudnya?" tanya Hasan sambil mengernyitkan keningnya heran.Hasan hanya tersenyum dan berlalu pergi karena tak ingin berbasa basi lebih banyak lagi. Sepanjang jalan ke rumah yang tak seberapa jauh itu, Hasan terus memikirkan ucapan Pak Hendi tadi. Hasan mengusap wajahnya kasar, dia mencoba berpikir positif tak mungkin ibunya aneh- aneh, lagi pula apa yang mau di jaminkan di rumah."Assalamualaikum," sapa Hasan masuk dalam rumah."Waalaikum salam," sahut semua orang. Nampak Bu Nafis dan Zain duduk berdua di meja makan."San," panggil Bu Nafis."Duduk sini, Le," perintahnya. Hasan pun duduk di samping Bu Nafis berhadapan dengan Mas Zain."Ada apa, Bu?" tanya Hasan."Besok Ibu ingin pergi ke Kediri," ucap Bu Nafis. Hasan terhenyak."Mbok ya jangan mendadak to, Bu. Has
Baca selengkapnya

EGOIS

EGOISTapi di sisi lain dia juga tak bisa berbohong dengan suaminya, bagaimanapun juga suaminya berhak tahu. Kalau ada apa-apa dengan dirinya nanti suaminya lah yang bisa diandalkan. Hasan bingung melihat Dinda tak bersemangat."Kenapa kau terdiam?" tanya Hasan."Ya begitulah Mas. Aku bingung harus menjelaskannya bagaimana. Memang alhamdulillahnya bayi kita sudah banyak berkembang meskipun perkembangannya sangat lambat," ujar Dinda."Alhamdulillah kalau begitu, Dek. Jaga baik- baik ya," pinta Hasan."Tapi ada sedikit masalahnya, Mas," jawab Dinda."Masalah? Masalah apa itu?" tanya Hasan."Kita tak tahu juga, karena kata dokter nanti harus USG seminggu sekali, Mas. Ini untuk membantu memantau perkembangannya," jelas Dinda."Maksudnya?" tanya Hasan."Ya kan kategorinya berkembangnya lambat, Mas. Jadi harus di pantau terus sebagaimana mestinya atau tidak berkembangnya. Kalau memang tidak maka dokter menyarankan untuk dikuret rasa saja. Apalagi ada komplikasi darah tinggi...""Akibat kel
Baca selengkapnya

KETAKUTAN ZAIN!

KETAKUTAN ZAIN!"Jelas. Kenapa? Kau ingin marah? Kau tak terima? Tak masalah. Ayo kita kembalikan uang ini sekarang juga pada Pak Hendi, tapi ku pastikan kau dan istrimu akan bercerai. Aku yakin dan jamin, Eva tak akan mau memaafkanmu kali ini. Memang kau mau?" ancam Bu Nafis."Ya Allah maafkan aku, sebenarnya aku tak ingin egois seperti ini. Namun sungguh kali ini tak ada pilihan lain," batin Zain dalam hati."Tapi Bu, apakah Pak Hendi benar- benar meminjamkan uang ini secara cuma- cuma? Bukankah Ibu harusnya takut dengan kebaikannya? Apalagi Ibu tidak mau kan menerima pinangannya?" cerca Zain."Aku menggadaikan mobil Dinda," jawab Bu Nafis lirih."Astagfirullah!" pekik Zain kaget."Apakah Ibu berpikir jauh sebelum melakukannya? Bagaimana nanti jika Dinda tahu, Bu? Apalagi kalau Hasan tahu juga. Aku yakin Ibu pasti tak akan meminta timbangan Hasan kan? Ya Allah, Bu! Bisa- bisa kalau Hasan tahu dia akan tambah marah, kalau aku bertemu dengannya aku akan di bunuh olehnya," kata Zain pa
Baca selengkapnya

MENCARI BANGKAI YANG TERSEMBUNYI

MENCARI BANGKAI YANG TERSEMBUNYI"Dek, sebenarnya Mas Zain itu sedang terlibat masalah yang cukup rumit loh," ujar Mbak Alif."Masalah cukup rumit? Maksudnya apa toh, Mbak?" tanya Hasan yang masih tak paham."Dia memang tak bisa berubah. Dia berulah lagi...""Berhutang?" tebak Hasan murka memotong pembicaraan Mbak Alif.'Glek' Mbak Alif menelan ludah nya kasar. Belum sampai dia menyampaikannya nampak Hasan sudah tersulut emosi. Tangannya langsung mengepal, namun Dinda segera mengulurkan segelas air padanya."Minum dulu, Mas. Jangan emosi," pinta Dinda."Bener, San. Jangan emosi begitu, aku langsung takut melihatmu begitu," ucap Mbak Alif."Begini lo, San. Kau jangan marah kali ini bukan sertifikat rumah kita kok," sambungnya."Lalu apa, Mbak?" tanya Hasan mulai luluh."Ya, jatuhnya lebih bahaya kali ini," gumam nya lirih."Lebih bahaya? Bahaya bagaimana, Mbak?" selidik Hasan."La bagaimana tak lebih bahaya, bukan sertifikat Ibu atau harta kita yang di jaminkan. Tapi yang di hutangkan
Baca selengkapnya

KECURIGAAN MASALAH PERTEMUAN DAN UANG!

KECURIGAAN MASALAH PERTEMUAN DAN UANG!Hasan hanya tersenyum melihat istrinya yang sangat bersemangat bercerita tentang hari ini. Dia nampak bahagia, padahal sebenarnya Dinda mengkode sang suami untuk memiliki rumah sendiri. Namun rupanya Hasan tak peka juga."Kapan yo, Mas? Kapan kita bisa memiliki rumah sendiri?" tanya Dinda. Hasan mendongakkan kepalanya, melihat Dinda."Hasan hanya tersenyum melihat istrinya yang sangat bersemangat bercerita tentang hari ini. Dia nampak bahagia, padahal sebenarnya Dinda mengkode sang suami untuk memiliki rumah sendiri. Namun rupanya Hasan tak peka juga."Kapan yo, Mas? Kapan kita bisa memiliki rumah sendiri?" tanya Dinda. Hasan mendongakkan kepalanya, melihat Dinda."Kenapa kau menatapku seperti itu, Mas? Apakah ada yang salah dengan ucapanku?" tanya Dinda dengan wajah polosnya."Tidak ada yang salah dengan semua ucapan dan keinginanmu, Mas. Doakan Mas ya, doakan agar kita bisa segera mendapatkan rumah itu. Doakan agar semua pekerjaan Mas lancar j
Baca selengkapnya

APA JAMINANNYA, PAK?

APA JAMINANNYA, PAK?"Pak Hendi," panggil Hasan."Ya, Nak," sahut Pak Hendi."Apakah Bapak tahu sesuatu masalah uang tiga puluh juta?" tanya Hasan menatap Pak Hendi tajam."Saya lebih menghargai jika Pak Hendi jujur dan saya harap Bapak juga jujur dengan pertanyaan saya ini," minta Hasan."Wahh, sepertinya ini akan membahas hal yang serius sekali," kata Pak Hendi membenarkan posisi duduknya karena merasa tak nyaman.Tak lama kemudian Laras keluar sambil membawa dua gelas kopi minum. Dia tersenyum ramah pada Hasan dan Papa nya. Mengulurkan dua gelas kopi di meja dengan setoples makanan ringan."Monggi di minum dulu, Mas," perintah Laras."Terima kasih ya, Laras. Kau sungguh baik sekali! Beruntung nanti yang akan jadi suamimu," puji Hasan membuat Laras tersenyum salah tingkah."Bermainlah ke rumahku, Laras. Kenapa sih kau tak pernah bermain lagi dengan Ifah? Padahal kalian dulu sering bermain bersama sampai kayak anak kembar begitu. Eh sekarang pas dewasa sudah punya hidup sendiri- sen
Baca selengkapnya

TITIK SABAR HASAN

TITIK SABAR HASAN!"Bayangkana dia sampai rela berkorban seperti itu demi anak-anaknya. Demi Mas Zain mu itu, kakakmu lelaki. Jadi kau jangan salah paham yo, San. Jangan marah pada Ibumu, wajar saja ibumu melakukannya karena kepepet," lanjutnya."Lalu apa yang menjadi jaminannya, Pak?" tanya Hasan.Pak Hendi pun langsung terdiam. Hasan benar- benar di titik frustasi sekarang, dia mengusap wajahnya kasar. Dia sekarang berpikir keras memaksa otaknya menduga barang berharga apalagi yang ada di rumah mereka yang dapat di jadikan untuk jaminan dengan nilai yang setara. Hasan terdiam."Maafkan aku, Hasan. Aku sungguh tak bisa mengatakannya padamu. Coba lah kau tebak lagi," perintah Pak Hendi yang kasihan melihat Hasan mulai frustasi. Hasan terdiam lagi, rasanya tak ada yang bisa di jaminkan. "Masih ada satu yang kau lewati mungkin, Hasan. Coba ingat lagi, ya itulah yang dijaminkan ibumu," ujar Pak Hendi.Hasan langsung terdiam, pantas saja sebelum ibunya berangkat ke Kediri dia mengataka
Baca selengkapnya

HANYA KALIAN YANG SAYANG IFAH

HANYA KALIAN YANG SAYANG IFAH"Hasan, istigfar! Ayok eling," perintah Pak Hendi."Mas kau kenapa? Kenapa kau seperti ini?" tanya Dinda sambil memeluk suaminya."Ayo Mas, minum dulu," perintah Ifah ikut panik sambil mengulurkan segelas air pada Hasan."Sabar Hasan," perintah Pak Hendi. "Mas ini ada apa, Pak? Ada apa?" tanya Dinda."Bajingann memang! Bangsaatt," gumam Hasan."San, Hasan. Hasan sabar, San! Eling- eling nyebut," perintah Pak Hendi."Sabar, Mas. Sabar, istighfar," perintah Dinda juga."Ck! Aku tak akan memaafkannya lagi," kata Hasan."Mas, istigfar. Aku sedang hamil loh," tegur Dinda.Hasan pun langsung terduduk terdiam. Dia memandang wajah Dinda, entahlah rasanya Hasan seperti tak punya muka saja sekarang berhadapan dengan istrinya sendiri. Hasan benar- benar tak bisa membayangkan, bagaimana jika Dinda tahu semuanya apa yang membuatnya marah. Pasti Dinda akan kecewa dan meminta pulang ke Kediri.Bahkan kemungkinan terburuknya mereka adalah perceraian dalam rumah tangga
Baca selengkapnya

MASA LALU KELAM MERTUAKU!

MASA LALU KELAM MERTUAKU!Dinda tersenyum mendengar semua ucapan adiknya itu. Tak munafik dia juga sangat menyayangi Ifah, namun di sisi lain dia juga sangat realistis. Siapa yang tak ingin membina keluarga sendiri? Siapa yang memiliki rumah sendiri mengatur rumah tangganya bersama anak-anaknya."Kau ikut Mbak Dinda saja, bagaimana?" tanya Dinda."Ya tak mungkin dong, Mbak. Bagaimanapun juga kan kasihan Ibu nanti jika di rumah sendiri. Ya, meskipun Ibu selalu begitu, aku tak mau meninggalkannya sendiri," jawab Ifah."Semoga suatu saat ada jalan nya, Dek," kata Dinda. Ifah menganggukkan kepalanya.Di sisi lain teras rumah Bu Nafis, Pak Hendi mencoba menenangkan Hasan yang sedari tadi sudah tak bisa mengontrol emosinya. Berkali- kali dia mengelus lengan Hasan mencoba mengurangi emosi nya. Hasan menghela nafasnya panjang. "Sabar dulu, San. Sabar! Sebisa mungkin Bapak akan membantumu juga, Bapak di sini akan bersikap netral, mungkin Bapak memang tak sesempurna Abahmu, tetapi Bapak ingi
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
2930313233
...
41
DMCA.com Protection Status