Share

TITIK SABAR HASAN

Penulis: Secilia Abigail Hariono
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

TITIK SABAR HASAN!

"Bayangkana dia sampai rela berkorban seperti itu demi anak-anaknya. Demi Mas Zain mu itu, kakakmu lelaki. Jadi kau jangan salah paham yo, San. Jangan marah pada Ibumu, wajar saja ibumu melakukannya karena kepepet," lanjutnya.

"Lalu apa yang menjadi jaminannya, Pak?" tanya Hasan.

Pak Hendi pun langsung terdiam. Hasan benar- benar di titik frustasi sekarang, dia mengusap wajahnya kasar. Dia sekarang berpikir keras memaksa otaknya menduga barang berharga apalagi yang ada di rumah mereka yang dapat di jadikan untuk jaminan dengan nilai yang setara. Hasan terdiam.

"Maafkan aku, Hasan. Aku sungguh tak bisa mengatakannya padamu. Coba lah kau tebak lagi," perintah Pak Hendi yang kasihan melihat Hasan mulai frustasi. Hasan terdiam lagi, rasanya tak ada yang bisa di jaminkan.

"Masih ada satu yang kau lewati mungkin, Hasan. Coba ingat lagi, ya itulah yang dijaminkan ibumu," ujar Pak Hendi.

Hasan langsung terdiam, pantas saja sebelum ibunya berangkat ke Kediri dia mengataka
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   HANYA KALIAN YANG SAYANG IFAH

    HANYA KALIAN YANG SAYANG IFAH"Hasan, istigfar! Ayok eling," perintah Pak Hendi."Mas kau kenapa? Kenapa kau seperti ini?" tanya Dinda sambil memeluk suaminya."Ayo Mas, minum dulu," perintah Ifah ikut panik sambil mengulurkan segelas air pada Hasan."Sabar Hasan," perintah Pak Hendi. "Mas ini ada apa, Pak? Ada apa?" tanya Dinda."Bajingann memang! Bangsaatt," gumam Hasan."San, Hasan. Hasan sabar, San! Eling- eling nyebut," perintah Pak Hendi."Sabar, Mas. Sabar, istighfar," perintah Dinda juga."Ck! Aku tak akan memaafkannya lagi," kata Hasan."Mas, istigfar. Aku sedang hamil loh," tegur Dinda.Hasan pun langsung terduduk terdiam. Dia memandang wajah Dinda, entahlah rasanya Hasan seperti tak punya muka saja sekarang berhadapan dengan istrinya sendiri. Hasan benar- benar tak bisa membayangkan, bagaimana jika Dinda tahu semuanya apa yang membuatnya marah. Pasti Dinda akan kecewa dan meminta pulang ke Kediri.Bahkan kemungkinan terburuknya mereka adalah perceraian dalam rumah tangga

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   MASA LALU KELAM MERTUAKU!

    MASA LALU KELAM MERTUAKU!Dinda tersenyum mendengar semua ucapan adiknya itu. Tak munafik dia juga sangat menyayangi Ifah, namun di sisi lain dia juga sangat realistis. Siapa yang tak ingin membina keluarga sendiri? Siapa yang memiliki rumah sendiri mengatur rumah tangganya bersama anak-anaknya."Kau ikut Mbak Dinda saja, bagaimana?" tanya Dinda."Ya tak mungkin dong, Mbak. Bagaimanapun juga kan kasihan Ibu nanti jika di rumah sendiri. Ya, meskipun Ibu selalu begitu, aku tak mau meninggalkannya sendiri," jawab Ifah."Semoga suatu saat ada jalan nya, Dek," kata Dinda. Ifah menganggukkan kepalanya.Di sisi lain teras rumah Bu Nafis, Pak Hendi mencoba menenangkan Hasan yang sedari tadi sudah tak bisa mengontrol emosinya. Berkali- kali dia mengelus lengan Hasan mencoba mengurangi emosi nya. Hasan menghela nafasnya panjang. "Sabar dulu, San. Sabar! Sebisa mungkin Bapak akan membantumu juga, Bapak di sini akan bersikap netral, mungkin Bapak memang tak sesempurna Abahmu, tetapi Bapak ingi

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   LELAKI ROYAL?

    LELAKI ROYAL?"Pak apakah Bapak mau menjadi penengah kami Jujur saja? Pak, aku sangat malu kepada Dinda. Rasanya aku tak bisa berkata-kata lagi padanya, aku membutuhkan bapak untuk menengahi masalah ini. Kalau Bapak berkenan," pinta Hasan."Tak masalah, Nak. Menurutku justru itu keputusan yang makin baik. Ini harus di selesaikan semakin cepat bahkan semakin baik, aku juga akan memberikan nasehat untuk Dinda. Bagaimanapun juga kalian itu seperti anak- anakku sendiri, Dinda dan dirimu sangat baik kepada keluargaku, pada Laras. Bahkan istrimu juga tak pernah perhitungan kepada kami, saat acara tiga harian neneknya Laras, dia menyumbang makanan yang tak sedikit juga," jawab Pak Hendi."Terima kasih, Hasan. Terima kasih kau telah peduli pada keluargaku, apalagi selama aku bekerja dan merantau di Jakarta. Siapa lagi yang bisa di repotin oleh Laras? oleh almarhum istriku dan neneknya. Jika bukan keluargamu siapa lagi yang peduli pada kami? Mungkin saatnya ini aku membalas budi atas jasa kali

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   DIAM

    DIAM!"Pertama mungkin karena biasanya setahu Dinda jika seorang lelaki sudah mencintai wanita akan mengorbankan apapun untuk wanita yang dicintainya. Apalagi kalau hanya masalah uang yang bisa dicari lagi, tipikal lelaki royal. Biasanya lelaki akan memilih untuk memberikan cuma-cuma tanpa ada jaminan apapun, tapi biasanya itu terjadi setelah konteks pernikahan. Kalau tidak ada ikatan pernikahan mungkin saja, tapi rasanya juga sedikit berlebihan. Mengingat pak Hendi juga bukan seorang yang sangat mampu sampai harus memberikan uang nominal itu dengan cuma-cuma. Pak Hendi sendiri juga masih memiliki anak dan keluarga kan?" jawab Dinda."Betul, aku memang bisa memberikannya secara cuma-cuma jika status mertuamu adalah istriku. Tetapi kan di sini status mertuamu bukan istriku, tentu aku tak akan pernah meminjamkannya gratis. Iya nanti kalau aku pinjamkan, dia mau menjadi istriku. Kalau tidak, bukankah aku yang rugi nanti, Nduk," jelas Pak Hendi."Nah itu dia, Pak. Begitu maksud saya," sah

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   Pamit

    PAMIT"Coba diingat kembali bahwa menikah sejatinya adalah menyatukan dua keluarga yang berbeda. oleh karena itu setelah menikah pasti kita memiliki cita-cita untuk hidup damai bersama keluarga kita maupun keluarga dari pasangan kita. Tentu saja hal ini sangat bergantung pada pasangan suami istri bisa atau tidaknya menghubungkan dua keluarga untuk menjalin hubungan baik," lanjutnya."DEK!" teriak Hasan."Mas!" balas Dinda."DIAMMMMMM!" teriak Pak Hendi.Hasan dan Dinda yang sedari tadi berdebat pun langsung terdiam serentak mendengarnya. Dinda segera menghapus air mata yang sedari tadi merembes di pipi. Pak Hendi menghela nafas panjang. Sedangkan Hasan mengusap kan wajahnya dengan kasar."Maaf, maaf Bapak membentak kalian. Bapak bingung mendengar kalian yang berdebat seperti ini. Le, Nduk, Hasan dan Dinda kalian ini sudah tak anggap seperti anakku sendiri. Jangan berdebat seperti ini, duduk, tenang, semua bisa di bicarakan baik- baik," kata Pak Hendi."Nduk, Cah Ayu, Dinda memang ti

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   APA ARTINYA SEORANG ISTRI?

    APA ARTINYA SEORANG ISTRI?"Tapi Din, coba pikirkan lagi. Pertama Bapak mohon sekali pikirkan ini dengan kepala dingin. Kedua jangan kau bawa masalah ini keluar rumah. Hasan memang salah kok, kau juga berhak marah padanya, namun cobalah bijak," pesan Pak Hendi.Dinda hanya menganggukkan kepalanya. Dia menghela nafas panjang lalu berdiri berpamitan ke pada Pak Hendi dan Hasan untuk masuk ke dalam. Tanpa diketahui pak Hendi, Dinda langsung memberes semuanya semua barang-barangnya dibawa ke dalam koper. Dia hanya membawa barang-barang yang kiranya dibutuhkan dan tak bisa dibeli secara cepat. Dia juga mengamankan semua benda-benda dan barang-barang berharganya seperti BPKB mobil yang terbawa dan aneka surat-suratan emas, serta perhiasan lain. Bahkan dia juga membawa serta mas kawin Hasan karena bagi Dinda itu adalah haknya. Dinda benar-benar ingin pergi dari rumah ini. Rasanya Dia sudah tak kuat lagi baginya ini adalah keluarga yang sangat toxic dan sampai kapanpun tak akan pernah Hasa

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   KEPULANGAN KE RUMAH ORANG TUA MALAM HARI

    KEPULANGAN KE RUMAH ORANG TUA MALAM HARIDi sisi lain, sebenarnya Hasan sekarang sedang menangis. Ya, Ini pertama kalinya Hasan menangis di hadapan orang yang bisa di bilang asing. Dia menangis di hadapan Pak Hendi, itupun setelah Dinda pergi. Baru sekarang Hasan bisa mengeluarkan semua unek- uneknya. Dia seperti hank beberapa waktu, setelah Dinda pergi."Sudah, Le! Sudah," pinta Pak Hendi menepuk pundak Hasan perlahan."Tak apa- apa, Le. Istrimu hanya emosi saja, dia hanya memerlukan waktu untuk sendiri. Kalian harus sama- sama saling intropeksi diri masing -masing," sambungnya.Hasan punhanya mampu menganggukka kepalanya. Sekarang dia menurut perintah Pak Hendi, dengan tidak mengejar Dinda sekarang. Kalau di pikir- pikir lagi pun benar juga, kalau mengejar sekarang tak akan menyelesaikan masalah. Mereka membutuhkan waktu untuk sendiri masing-masing sementara waktu, saling intropeksi kesalahan dan mengambil keputusan ke mana rumah tangga mereka akan dibawa selanjutnya."Le, percaya

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   KEJUJURAN DINDA DALAM MEMBANGUN RUMAH TANGGA

    KEJUJURAN DINDA DALAM MEMBANGUN RUMAH TANGGA"Assalamualaikum! Assalamualaikum, Pak," teriak Dinda."Waalaikumsalam," kata Pak Bukhori sambil membuka pintu."Astagfirulloh, Nduk. Mengapa kau malam-malam bisa ke sini. Kau dengan siapa datang?" tanyanya lagi.Dinda tak menjawab semua ucapan Bapaknya. Dia hanya masuk lalu terduduk di sofa sambil menangis. Pak Bukhari yang melihat putrinya seperti ini pun otomatis bingung juga. Dia melihat ke arah luar, celinguk ke kanan dan kiri.Dia celingukan ke luar, memastikan apakah sang putri datang sendiri atau dengan suaminya. Dia lalu masuk ke dalam rumah, melihat putrinya menangis seperti itu membuat hatinya sakit juga. Dia hanya bisa merangkul dan menenangkan Dinda sambil memanggil istrinya yang ada di kamar dan sudah terlelap tidur."Mah! Mah! Mah," panggil Pak Bukhori berkali-kali membangunkan sang istri.Untung saja ibu Dinda pun sangat peka, wanita itu segera bangun setelah mendengar suara teriakan Pak Bukhori. Dia takut jika Pak Bukhar

Bab terbaru

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   ENDING YANG BAHAGIA!

    ENDING YANG BAHAGIA!"Ya Allah apapun yang terjadi aku ikhlas, akan semua keputusanmu. Berikan yang terbaik," kata Dinda dalam hati.Tanpa membuang waktu lagi dia mengetes dan hasilnya adalah garis dua. Dinda langsung memekik, memakai bajunya dengan baik dan keluar dari kamar mandi. DIa langsung bersujud saat itu juga, dia merasa senang sekali."Ya Allah ternyata kau adalah sebaik-baiknya pengatur! Di saat semuanya sudah damai saat seperti ini kau memberikanku kepercayaan lagi dan di saat ini pula itu bersama pak Hendi akan segera umroh. Alhamdulillah! Alhamdulillah ya Allah," pekik Dinda tertahan dalam isak tangisnya.Dia pun segera menelpon kedua orang tuanya. Dia ingin membagi kabar kebahagiaan itu pertama kali dengan kedua orang tuanya. Untung tak lama telpon itu diangkat."Assalamualaikum, Papa!" sapa Dinda."Waalaikumsalam, Nduk," jawab Pak Bukhori."Papa, sedang sibukkah?" tanya Dinda."Kenapa kok sepertinya kau terdengar sangat gembira sekali. Ada berita membahagiakankah?" s

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   Hamil?

    HAMIL?"Ya, lama-kelamaan aku juga ikhlas. Aku selalu berpikir positif dan mengambil hikmahnya. Bayangkan saja betapa akan mengasyikkan nanti hidup kita berdua setelah menjadi saudara tiri dan kau serta aku bisa berbaikan. Ini akan sangat menguntungkan sekali bagi kita, karena kita bisa menginap di rumah masing-masing sesuka hati lagi. Ide bagus kan?" bujuk Ifah.Dinda salut sekali pada adik iparnya itu, Ifah nampak sekali mencoba untuk lebih bijak dan dewasa. Hal itu membuat Dinda dan Hasan tersenyum."Nah kau dengar sendiri kan, Nduk? Ifah saja sudah bisa berdamai dengan keadaan, kau sampai kapan mau begini terus? Percayalah Ibumu juga ingin melihat Papa bahagia dan mungkin saat ini Papa bisa bahagia jika bersama Bu Nafis. Bukannya sebagai Bapak egois tetapi Papa membutuhkan teman saat tua. Kau juga akan memiliki kehidupan sendiri nantinya. Lalu bagaimana kalau kita tua? Papa juga membutuhkan sosok bu Nafis sebagai ibu pengganti kalian," terang Pak Hendi."Jadi tolong terimalah," l

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   AWAL BARU KEBAHAGIAAN

    AWAL BARU KEBAHAGIAAN"Benarkah , Pak? Sungguh rasanya ini masih seperti mimpi, Mas. Alhamdulillah ya Allah," kata Bu Nafis langsung luruh di lantai.Da bersujud syukur, tak pernah terbayangkan di dunia bisa menginjak tanah suci bersama suami barunya itu. Dia sekarang benar-benar merasa sangat dicintai dan sangat bahagia meskipun pernikahannya dengan Abah dulu cukup bahagia namun dia tidak pernah mencintai Abah sepenuhnya. Beda halnya dengan Pak Hendi, dia benar-benar mencintai lelaki itu. Pak Hendi pun membiarkan sang istri menikmati sujud syukurnya, setelah selesai dia merengkuh sang istri. "Semua telah berlalu, semua telah usai. Buang semua traumamu, buang semua marahmu terhadap anak-anakmu, terhadap menantumu. Hubungan semua yang buruk-buruk lupakan, kita mulai semuanya baru. Kita akan pergi umroh bersama, kita berpamitan kepada anak-anak ya," pinta Pak Hendi.Bu Nafis memeluk Pak Hendi dan menangis sesegukan. Dia benar-benar tak kuasa menahan tangisnya.

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   HADIAH DARI SUAMI BARU

    HADIAH DARI SUAMI BARU"Bu? Apa Ibu tidak berjualan lagi?" tanya Dinda saat dia melihat dapur yang masih bersih."Tidak, Pak Hendi melarangku untuk jualan," jawab Bu Nafis.Mertuanya itu masih meminum kopinya di meja makan, sedangkan Pak Hendi entah kemana.Pamit pulang ke rumahnya. Dinda menggeret kursinya. "Maafkan Dinda ya, Bu. Selama ini Dinda yang egois, Dinda yang banyak salahnya sebagai menantu," kata Dinda."Maafkan Ibu juga," ucap Bu Nafis lirih. Terlihat dari wajahnya sepertinya dia juga menyesal. "Terkadang sebagai seorang ibu aku merasa belum rela jika anak lelakiku mencintai wanita lain bahkan terkadang aku merasa iri. Bagaimana bisa anakku memperlakukanmu begitu istimewa sedangkan akulah yang melahirkannya, akulah yang menyusuinya, akulah yang selalu membersamainya sampai dia besar. Ketika dia sudah besar aku harus melepaskannya, rasanya aku masih belum ikhlas. Aku tahu ini salah, tetapi itulah yang aku rasakan sekarang," kata Bu Nafis menghela napasnya panjang."Bu...

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   ORANG TUA PASTI INGIN YANG TERBAIK UNTUK ANAKNYA

    ORANG TUA PASTI INGIN YANG TERBAIK UNTUK ANAKNYA"Hahaha lalu kau percaya begitu saja?" tanya pak Hendi. Hasan pun mengangguk dengan polosnya. Membuat Dinda dan Pak Hendi gemas sendiri namun merasa lucu dengan tingkah Hasan."Mana ada online sembako yang bisa menggaji karyawannya sebanyak itu? Bahkan bisa untuk mencukupi dan menambal semua kekurangan kebutuhan keluarga kalian. Apakah kau pernah membelikan bensin kendaraanmu itu, San?" tanya pak Hendi. Hasan pun menggelengkan kepalanya."Lalu biaya servis? Siapa yang menanggungnya?" selidiknya."Dinda, Pak," jawab Hasan lemah."Lalu untuk kekurangan-kekurangan kebutuhan harian kalian? Bahkan untuk makan sehari-hari, biasanya siapa yang mennambal sulam?" cerca Pak Hendi."Dinda," sahut Hasan."Lalu, apakah selama ini Dinda pernah menuntutmu atau keluarga Dinda pernah menuntutmu dengan semuanya berkaitan dnegan nafkah atau uang?" tanya pak Hendi. Hasan pun menggelengkan kepalanya."Menurutmu kenapa mereka tidak menuntutmu? Bukankah itu a

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   MELEPAS MESKIPUN BELUM IKHLAS

    MELEPAS MESKIPUN BELUM IKHLAS"Terima kasih karena Ibu sudah bicara seperti itu kepada Dinda. Sungguh Hasan tak mengira itu. Ibu bisa meminta maaf kepada Dinda dengan tulus. Hari ini rasanya adalah hari yang paling membahagiakan untuk Hasan," kata Hasan. Bu Nafis hanya tersenyum kecut mendengar semua ucapan Dinda dan diam. Begitupun dengan pak Hendi, lelaki itu lebih senang memperhatikan mereka. Ada bahagia yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata melihat keluarga barunya ini sedang mencoba memperbaiki semuanya."Kau ke sini tulus kan Nafis?" tanya pak Hendi."Iya," jawab Bu Nafis. "Nafis, ingatlah. Selama ini banyak hal dan kebaikan yang diperbuat Dinda untuk keluargamu. Jadi sekarang tak ada salahnya jika kau ganti membahagiakan Dinda. Toh Dinda tak pernah meminta banyak padamu kan? Dia tak minta hartamu, dia juga tak meminta kau menjadi ini dan itu. Dia hanya ingin mencoba membina keluarga sendiri dengan Hasan putramu, tak ada yang salah sebenarnya" ucap Pak Hendi."Nah memisah

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   RESTU ORANG TUA SANGAT PENTING BAGI ANAK MANTUNYA!

    RESTU ORANG TUA SANGAT PENTING BAGI ANAK MANTUNYA!"Pak, Bu," panggil Dinda lirih. Hasan tersedak."Uhukkk," Hasan langsung terbatuk."Kenapa to, San? Kok sampai tersedak begitu? Mbok ya kalau makan itu hati-hati. Tak akan ada yang meminta makananmu," tegur Bu Nafis dengan sigap mengulurkan air minum dalam gelas.Hasan dengan segera meminumnya, Dinda yang melihat itu hanya menghela nafasnya panjang. Lagi dia merasa, bahwa dia lah yang harus bersikap tegas sekarang. Kalau saja dia tak tegas maka yang rugi akan dirinya sendiri."Ada apa?" tanya pak Hendi."Begini, Pak. Maaf sebelumnya jika pagi-pagi Dinda langsung membahas pembahasan berat seperti ini. Tapi Dida tak dapat menahannya lagi. Karena sepertinya suami Dnda ini tidak sanggup mengatakannya," ucap Dinda. Hasan hanya mampu menundukkan kepalanya."Katakanlah, Nduk," perintah Pak Hendi."Dulu kan Mas Hasan pernah berjanji kepada Dinda untuk membawa Dinda mengekost dan membina hubungan rumah tangga sendiri tanpa ikut campur tangan

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   Izin Pergi Dari Rumah

    IZIN PERGI DARI RUMAH"Kau sudah berkemas, Dek? Pagi sekali. Bukankah kita bisa pindahan nanti saja saat aku pulang bekerja?" tanya Hasan."Tentu saja, Mas. Kita bisa kok pindahan nanti dan aku juga tidak menuntut untuk pindahan sekarang juga," kata Dinda menyahut."Lalu kenapa kau sudah bersiap dan berkemas seperti itu? Toh pindahnya kan masih nanti," ucap Hasan."Tak apa-apa, Mas. Aku hanya sedang senang saja, kita akhirnya bisa pindah. Aku tak ingin kau berubah pikiran, maka dari itu aku sudah menyiapkan semuanya. Kita tinggal berangkat nanti setelah kau pulang dari bekerja," teramg Dinda. Hasan menghela napasnya panjang. "Tapi aku belum berpamitan dengan ibu atau Pak Hendi Dek. Nanti kita pahami dulu ya," minta Hasan."Iya, Mas," sahut Dinda tanpa keberatan sedikitpun."Apa Kita tak bisa sedikit lebih lama lagi di sini, Dek?" gumam Hasan lirih namun masih bisa terdengar oleh Dinda."Tidak, Mas. Seperti janjimu dulu. Aku hanya menuntut apa saja yang sudah kau katakan padaku di dep

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   MINTA MAAF SEBAGAI ORANG TUA?

    MINTA MAAF SEBAGAI ORANG TUA?"Selama ini aku salah Pak," gumam Bu Nafis."Nafis, kau itu harus menyadarinya kalau kau yang salah saat ini. Jangan semua kau nilai dari keuangannya saja, kau ini terbiasa menilai semua dari uang dan harta. Kita tidak tahu orang itu sebenarnya kaya atau tidakk. Karena apa? Banyak orang yang berpura-pura kaya namun tak sedikit orang juga yang masih berpura-pura miskin agar tak terlihat kaya dan banyak di hutangi orang," jawab Pak Hendi."Kita tidak dapat menilai semua hanya dari harta, tapi lihatlah. Coba kau ingat lagi, kebaikan apa yang sudah Dinda buat selama ini untukmu? Apa yang dilakukan untuk keluargamu juga? Kau bahkan juga menggadaikan mobil miliknya padaku. Apakah itu benar? Dinda masih legowo juga lo. Nah, coba kau renungi semua. Itu yang penting," tegur Pak Hendi."Lalu aku harus bagaimana, Pak?" tanya Bu Nafis. "Jika aku menjadi dirimu maka aku akan minta maaf. Jadi saranku mending sekarang kau minta maaflah kepada Dinda," jawab Pak Hendi."

DMCA.com Protection Status