All Chapters of Kau Peras Peluhku Demi Madu: Chapter 91 - Chapter 100

168 Chapters

91. Kabar baru

Semakin hari omset penjualanku semakin bertambah. Aku mulai curiga akan pesatnya omset yang masuk, secara akan ada acara di keluarga kecilku jadi membutuhkan banyak dana. Allah memang maha adil, disaat hambanya sedang membutuhkan maka inilah jalan untukku.Semua sudah ada yang atur kita sebagai manusia hanya sebagai pelaku saja. Untuk itulah aku selalu berpikir positif akan semua musibah yang aku alami. Bagiku sebuah minset diri itu sangat berpengaruh untuk menambah semangat kita dalam menjalani cerita hidup."Bu, ada telepon dari Mas Adam!" teriak Topan lantang agar aku bisa mendengarnya.Gegas aku melangkah ke warung tanpa memedulikan suamiku yang terlihat asyik bermain game. Sampai di warung segera kuraih ponsel yang sudah dalam keadaan tersambung dari tangan Topan."Maaf, Bu, aku tadi tidak baca nama yang tertera jadi aku kira pembeli!" ungkap Topan penuh rasa kecewa dan permintaan maaf."Tidak apa, Pan. Ya sudah aku bawa masuk dulu ya, mungkin ini berita penting!" kataku.Topan p
Read more

92. Masih Membahas Dana

"Aku tidak mau mengeluarkan semua tabunganku untuk acara pernikahan Adam, Bi!" lirihku sambil berjalan menyentak meninggalkan priaku.Aku terus berjalan kembali ke warung dengan tidak memedulikan teriakan Yahya--suamiku. Dengan aura yang sedikit gelap aku pun membungkus sambal dengan menggila. Topan yang melihatku tidak berani mengajak aku berbincang. Pemuda itu kulirik masih sesekali menatapku penuh tanya.Namun, aku masih tidak memedulikan semua yang dikerjakan oleh dua karyawanku. Aku sudah percaya dengan kinerja mereka meskipun aku tidak menyuruh mereka sembarangan. Mereka sudah paham akan tugasnya masing-masing. "Bu, uang recehnya sudah tipis. Ini hanya masih ada beberapa buat kebalian para pembeli yang lainnya." Topan menjelaskan mengenai stok uang receh."Bentar aku ambilkan dari dalam!" kataku dengan nada dingin.Segera aku melangkah masuk ke dalam untuk mengambil uang receh yang kusimpan di tempat yang berbeda. Setelah kuambil dua ikat yang artinya jumlah uang receh itu 200k
Read more

93. Kabar Baik buat Zahra

Tidak butuh waktu lama, kendaraanku akhirnya sampai di depan warung ayam bakar. Kulihat Topan sangat sibut dan sedikit kuwalahan melayani para pembeli. Zahra segera duduk di teras rumah untuk melapas lelah, kulihat dia tersenyum lalu menepuk sisi kosong agar aku segera duduk bersamanya.Seperti biasa, gadisku itu selalu meminta ditemani saat dia melepas sepatu. Dan yang pasti dia akan bercerita seharian selama di sekolah. Aku selalu jadi pendengar di setiap ceritanya."Ada apa, Zahra?" tanyaku."Umi tadi bilang jika ada kejutan buat Zahra, ayo, ayo cerita!" pinta Zahra dengan binar bahagia."Eemm, Zahra mau tidak naik pesawat?" tanyaku."Mau, mau, Umi!" jawab Zahra bersemangat.Aku tersenyum simpul, ingin hati memberitahunya saat malam menjelang tidur. Namun, saat melihat binar bahagia di sorot mata cokelat membuatku tidak tega. Akhirnya aku oun perlahan memberitahunya kabar gembira itu."Besak Zahra, abah dan umi naik pesawat ke Sulawesi," kataku."Sulawesi? Ngapain, Umi?" tanya Zahr
Read more

94. Nasi Kotak

Setelah sedikit berdebat dan meminta kesabaran dari Topan, akhirnya pemuda itu mau aku titipi warung ayam bakarku. Sungguh susah mendapatkan hati seorang Topan bila hatinya terluka akan perkataan kasar suamiku. Pemuda itu berkata mau datang esok hari. Semoga saja!Sudah berulang kali aku katakan pada suamiku bahwa kenyamanan pekerja itu juga penting untuk membangun mood kerja mereka, apalagi kita masih membutuhkan pekerja yang loyal seperti Topan. Namun, dasar si Yahya saja yang susah di atur dan lemot dalam berpikir. Huft, aku sungguh ekstra sabar dalam menghadapi semua sikap dan polah suamiku itu. Semua sudah menjadi pilihanku, maka aku pun harus bisa menguasai hati dan pikiran agar tidak terbawa emosi. Pagi ini semua sudah aku siapkan termasuk beberapa nasi kotak untuk dibagikan pada para tetangga atas kabar baik ini.Aku bangun lebih awal pagi itu, pesawatku terbang sore hari jadi masih ada waktu untuk aku buatkan nasi kotak sebanyak 50. Semua itu untuk para tetangga. Kabar perni
Read more

95. Berangkat

"Akhirnya kalian datang juga!" kataku penuh dengan kelegaan akan datangnya dua karyawanku itu."Hehe, iya Bu. Rasanya tidak mungkin jika aku tidak datang tanpa alasan," jawab Samuel."Apalagi aku, Sam. O iya Bu, jam berapa berangkatnya kok belum siap?" tanya Topan sambil memandang tumpukan kotak, "dan ini kapan dibagikan?" lanjut Topan."Satu jam lagi mobil jemputan online datang, Pan. Lalu nasi kotak ini tolong kamu bagikan dulu sebelu aku berangkat."Kedua pemuda itu mengangguk dan mulai memasukkan beberapa kotak nasi ke tas kresek berukuran besar sehingga muat untuk sepuluh kotak nasi. Kulihat mereka berbagi tugas dalam membagi kotak tersebut."Kami berangkat membagi kotak ini dulu ya, Bu!" pamit Topan."Iya, silahkan!" Setelah keduanya berangkat, Yahya datang menghampiriku. Dia meminta agar aku segera bersiap tetapi sebelumnya aku disuruh untuk menyiapkan menu sarapan. Tanpa banyak bicara aku pun segera menyiapkan sepiring nasi beserta lauknya. Setelah semua siap sedia maka ku an
Read more

96.Naik pEsawat

Aku segera keluar di taksi saat kendaraan sudah berhenti. Sopir itu pun segera mengeluarkan semua barang bawan kami dari bagasi. Setelah semua keluar, barulah kulihat Yahya mengeluarkan uang kertas dua lembar berwarna merah. Setelahnya kami mengucapkan terima kasih."Saya pamit undur diri dulu, Pak Yahya. Dan terima kasih orderannya, jika saat pulang nanti boleh hubungi saya lagi. Saya siap!" jawab Anwar--pemilik mobil itu."Baik, Pak. Terima kasih," jawab Yahya.Lalu kami berjalan beriringan memasuki lobi bandara domestik. Aku dan Zahra hanya mengikuti langkah Yahya dari belakang. Pria itu berjalan tanpa memedulikan kami--anak istrinya hingga Zahra harus berteriak melepaskan kesal di dadanya."Abah!" Yahya yang mendengar teriakan putrinya segera mneghentikan langkahnya dan berbalik menghadap pada kami. Aku menatap sendu dan penuh harap pada manik cokelat milik Yahya. Ada rasa terabaikan yang menguar dari sorot mata Zahra, rasa kecewa yang kian menghujam relung hati gadisku membuatku
Read more

97. Transit

Pesawat yang aku dan keluarga naiki harus transit lebih dulu di Makasar. Bukan karena cuaca memang jadwal pembelian tiket harus transit selama dua jam. Waktu yang lumayan lama bagiku, tetapi perlakuan hangat suamiku mampu mengusir kebosananku."Kok melamun di sini, Umi? Zahra ke mana?" tanya Yahya."Lagi ingin melihat orang berseliweran ke sana ke mari, Bi. Rasanya sudah lama aku tidak keluar rumah berjalan-jalan sekedarnya," jawabku."Maafkan abi ini ya, Umi. Selama ini mungkin sering membuatmu terluka, tetapi abi mempunyai keinginan tambah generasi yang saleh dan shalehah. Satu lagi terkadang harus abi tinggal untuk berdakwah," ungkap Yahya lalu meraih jemariku dan menggenggamnya lembut.Aku menatap penuh tanya pada manik matanya, ingin kulihat apakah ada kebohongan di binar mata itu. Namun, hingga kukerjabkan kedua mataku kebohongan itu yidak sedikitpun tampak. Aku mendengus lirih, bukan kecewa tetapi juga bukan merasa lega. Entah rasa apa yang menyeruak menusuk hingga ke jantung.
Read more

98. Menginap di Hotel

Aku seketika langsung bingung harus bagaimana, hanya duduk diam sambil melihat sekitar mencari sosok suami dan anakku. Kemudian kulihat mereka sedang dalam perjalanan menuju ke arahku, senyum Zahra kulihat masih mengembang sambil menenteng paper bag bertuliskan brand makanan.Rasanya, hatiku terenyuh melihat senyum yang tercetak di bibir putriku. Sungguh gadis kecil itu terlihat bagitu bahagia, aku tidak sanggup untuk membuat senyumnya hilang. Senyum yang hampir tidak pernah muncul."Umi, ini abah belikan nasi padang. Umi pasti lapar, ayo kita makan!" ajak Zahra."Umi udah makan roti dan minum air mineral tadi ada petugas yang membagikan ini," kataku."Siapa?" tanya Yahya.Aku memandang wajah suamiku yang penuh tanya. Langsung saja kuceritakan kejadian yang sebenarnya terjadi selama mereka berdua pergi. Yahya seketika terdiam. Lelaki itu, kulihat mengaktifkan ponselnya dan serius menatap layar. Jarinya sibuk menscrol aplikasi hijau, kemudian mengkliknya untuk melakukan panggilan. Zah
Read more

99. Malam Panjang

"Zahra ngantuk, Umi!" kata putriku."Iya sudah tidur lah, nanti jika kita berangkat akan umi bangunkan!" kataku.Zahra pun mulai membaringkan tubuh kecilnya. Sungguh waktu yang masih panjang untuk bisa sampai ke 12 jam ke depan. Ku tepuk paha samping Zahra agar dia segera terlelap dalam tidurnya. Tidak butuh waktu lama, mata Zahra terlihat terpejam sempurna."Selamat tidur sayang!" lirihku"Umi tidak ikut tidurkah?" tanya Yahya"Belum, ngantuk akunya, Bi. O iya besok kita akan terbang jam berapaa lho?" tanyaku."Sekitar jam lima waktu sini, Umi. Tidur saja yuukk, sini biar abi peluk sambil tiduran!" ajak Yahya.Aku tersipu malu, mungkin semu merah akan terlihat oleh suamiku. Hanya dengan menundukkan wajah lah semua malu itu sedikit tertutup. Namun, sebuah tangan telah membuka kait cadarku. Maka terpampanglah wajah asliku."Umi, masih cantik seperti dulu. Semua ini milik abi. Jadi sampai kapanpun aka teyap sama meskipun ranjangku akan ada wanita lain sebagai penghangat malamku," kata
Read more

100. Pesawat ke 2

Setelah melaksanakan ibadah subuh berjamaah, segera aku membereskan semua barang dan memasukkan lagi dalam koper. Zahra ikut membantuku untuk membereskan peralatan mandi dan ibadahnya sendiri. Kemudian kami pun melakukan cek out dari hotel tersebut.Jarak hotel dan bandara cukup dekat, hal ini memudahkan penumpang yang delay segera sampai dan naik ke pesawatnya. Begitu juga keluargaku. Kali ini kulihat wajah suamiku lebih berseri, sesekali senyumnya terlukis pada bibir tipis yang memerah."Tampan!" lirihku."Umi bilang apa?" tanya Yahya lembut sambil meraih jemariku."Ah, tidak. Hanya sekedar memuji," jawabku jengah."Memuji siapa?" tanya Yahya.Aku menggelengkan kepala dan menunduk diam. Zahra yang berjalan di samping kiriku segera mengaitkan jemarinya pada kelima jariku. Kulihat gadis kecil itu mendongak tersenyum manis."Jika setiap hari seperti ini, mungkin Zahra akan bahagia, Umi, Abah," kata Zahra."Apa maksud kamu setiap hari naik pesawat, Gitu?" tanya Yahya dengan nada rendah.
Read more
PREV
1
...
89101112
...
17
DMCA.com Protection Status