"Aku di sini saja, Bi. Males buat nginap di sana," jawabku."Iya, sudahlah jika seperti itu inginnya Umi," balas Yahya dan seketika tangannya berhenti memijat kakiku. Aku tersenyum melihat sikap suamiku yang ternyata sikap manisnya itu ada niat terselubung. Aku kembali melanjutkan pekerjaanku membantu Topan di warung. Pemuda itu menatapku heran, tidak biasanya aku keluar di jam istirahat."Napa, Topan?" tanyaku."Tidak apa, Bu. Hanya heran saja, kok tidak biasanya," jawab Topan."Entah, Pan. Rasanya kok jadi males untuk memulai buka lapak baru," lirihku."Harus kuat dan jalan itu lapak, Bu. Semua untuk anak," kata Topan.Aku diam, mencoba menelaah apa yang dikatakan oleh Topan. Secara memang apa yang dikatakan oleh Topan ada benarnya, tapi semua kembali pada niat Yahya untuk membuka jalannya lapak itu. Yang utama itu saja dulu, aku hanya mendukung apa yang menjadi niat suamiku."Sepertinya itu saja dulu, Pan. Mendukung apa yang sudah menjadi niat suamiku. Tetap dukung ya, Pan!" pinta
Read more