Yahya dan Zahra masih terus berjalan menyusuri jalanan Malioboro. Sejauh mata memandang hanya ada pertokoan yang rapi. Pengamen jalanan juga tertata rapi, mereja mencari ruang yang cukup lebar untuk memberi sebuah pertunjukan saweran. Zahra tertegun sesaat kala ada beberapa pengamen yang menggunakan alat terbuat dari bambu. Kulihat anakku sedang duduk berpangku tangan sendirian. Lalu segera kuhampiri dia."Kok sendiri lho, Nak? Mana abah kamu?" tanyaku."Lho, tadi abah berdiri di sini, Umi! Di sampingku," jawab Zahra."Buktinya kamu duduk sendiri, Nak. Berarti abah kamu pergi dengan yang lain," jawabku.Aku pun memcari sosok suamiku itu. Bola mataku membeliak kala kulihat sebuah tangan memeluk pinggang Mbak Ana. Hatiku teriris, di depan umum mereka berani berbuat seperti itu. Aku hanya mendengus kasar sambil beristigfar."Kuatkan hatimu, Bu Arini. Mereka sudah biasa seperti itu, bahkan jika di kampung kita mereka berdua sering boncengan pakai motor Pak Yahya. Bu Anan memeluk erat pin
Read more