Semua Bab Istri Simpanan Tuan Muda: Bab 41 - Bab 50

135 Bab

BAB 41 RUMAH KEDUA

ANDINI’s Pov Sebuah bangunan mungil bernuansa putih kini nampak menyolok di antara rumah-rumah perkampungan tempatnya berada. Melihatnya dari kejauhan, aku dibuatnya tertarik untuk segera masuk dan merasakan suasana hangat. Meski aku harus berjalan kaki selepas turun dari truk yang mengangkut bibit tadi. “Andini, masuklah…” Prasetia membukakan pintu pagar berwarna putih yang seirama dengan warna rumahnya. “Iya, terima kasih sudah mau menampungku.” Hanya kalimat sederhana ini yang terpikirkan olehku sekarang. Lampu yang sudah menyala di dalam ruangan memancarkan sebuah isyarat selamat datang yang penuh dengan ketenangan. “Andini, ini adalah paman dan bibiku. Mereka berdua yang selama ini merawatku…” Prasetia memperkenalkanku pada seorang lelaki sepuh dan wanita yang di sampingnya. Melihat dua orang itu, aku teringat pada ayah dan ibu. Air mata menetes tanpa aku sadari. “Mari masuk, Andini. Prasetia banyak bercerita tentang kamu. Ayo, mari sini…” Bibinya mempersilakan aku masu
Baca selengkapnya

BAB 42 MEMULAI LAGI

BASKARA’s POV Peristiwa Laura yang kehilangan janin -yang sebetulnya tak pernah ada- itu membuat Mamaku semakin memperlihatkan ketidaksukaannya pada istriku. Hal ini sungguh berubah drastis. Awalnya Mama sangat senang ketika aku hendak menikahi Laura, wanita berkelas seperti yang Mama inginkan untuk menjadi pendampingku. “Dia itu seperti ular, Bas.” Ungkapnya saat Laura baru saja tertidur lagi. Kami sudah di rumah dan Mama semakin berulah. “Ma, sudahlah. Laura masih masa pemulihan…” aku yang baru keluar dari kamar sudah harus berpapasan dengan Mama dan segala ceritanya. “Ya kalau kamu bersikukuh dengan pendapatmu, itu terserah kamu. Tapi jangan menyesal di kemudian hari kalau kamu tahu siapa dia sebenarnya.” Mama makin meninggikan suara. “Ma, aku tidak mau bertengkar terus soal ini. Tolonglah kasihani Laura.” Aku benar-benar mohon pada Mama sekarang. Hanya saja pendiriannya terlalu keras seperti batu karang. Mama mungkin tidak mengerti apa yang sedang aku alami. Kehilangan anak
Baca selengkapnya

BAB 43 SEBUAH RAMALAN

ANDINI’s POVMakin mendekati dengan hari perkiraan lahir (HPL)-ku, ada rasa yang bercampur aduk menyelimutiku. Ada perasaan khawatir,cemas, senang dan takut.Setelah bayi ini lahir, sesuai kesepakatan… aku akan tinggal bersama Prasetia dan menaruhnya di panti asuhan. Ini adalah keputusan yang terbaik.“Bagaimana Andini? Kamu sudah siap?” Prasetia bermaksud mengantarkanku untuk periksa.Sekitar semingguan lagi bayi ini akan lahir. Badanku sudah semakin lemah. Kadang untuk bangkit dari tempat tidur semakin sulit.“Iya, sudah…” Aku tertatih-tatih berjalan menuju ruang tamu depan.“Pras, kalian mau berangkat?” Tante Nur menyapa kami yang akan berboncengan naik sepeda motor matic milik Prasetia.“Iya, Bi…” Prasetia mengenakan helm untuk penutup kepalanya. Ia juga menyerahkan satu helm lagi untukku.“Hati-hati di jalan. Jangan lupa untuk beli beberapa perlengkapan yang akan digunakan untuk lahiran ya..” pesan Tante Nur.“Iya, Tante.” Ucapku.Kami pun berangkat menyusuri jalan permukiman men
Baca selengkapnya

BAB 44 HADIRNYA BUAH HATI

ANDINI’s POV Rasa sakit tak tertahankan lagi. Perutku sudah semakin sering berkontraksi. Awalnya aku hanya merasakan sekali dalam beberapa jam, kini sudah semakin pendek lagi jaraknya. Beberapa kali aku sudah buang air kecil, tapi tetap saja rasanya aku ingin ke belakang. “Andini, sepertinya kamu akan segera melahirkan…” Tante Nur mengingatkanku. Beliau tentu lebih berpengalaman soal ini. Aku hanya berjalan mondar mandir karena rasa sakit tak bisa lagi aku tahan jika aku duduk diam. Untunglah tubuhku tak selemah dulu. “Mungkin, Bi… semalaman saya tidak bisa tidur.” Keluhku. “Minumlah teh hangatnya… untuk melegakan tenggorokanmu juga.” Beliau menyuguhkanku segelas teh hangat yang diberi daun mint, kesukaanku. “Terima kasih sekali… ini adalah minuman kesukaanku. Bagaimana Bibi bisa tahu?” Aku tak menyangka beliau memperhatikanku sampai sedetil ini. “Kamu mirip dengan aku, Andini. Hanya menebak saja, eh rupanya kesukaanmu hampir sama denganku.” Beliau tersenyum. “Kalau kamu terus
Baca selengkapnya

BAB 45 PERANG DINGIN

BASKARA’s POV“Di mana letak ponselmu, Bas?”Mama yang tanpa permisi dahulu masuk ke ruangan kantorku. Saat di rumah, Mama hampir tidak pernah lagi masuk ke kamarku karena Laura selalu berada di sana.“Kenapa lagi, Ma?” Aku tak paham lagi dengan skenario Mama.“Mama sudah mengirimkan padamu informasi tentang Laura, istrimu. Dia itu pembohong besar. Dan… oh Tuhan, apa dosaku sehingga mendapatkan menantu tukang tipu seperti dia?” Mama memegang pelipisnya dan memijitnya berkali-kali.“Ada apa lagi?” aku urung memberikan ponselku. Justru sekarang aku pegang erat-erat dengan tangan kiriku.“Lihatlah. Dokter di rumah sakit tempat dia dirawat sudah memberi tahu Mama, kalau dia memalsukan kehamilannya. Dugaanku tak pernah salah, Bas… dia menipu kita. Dia tidak hamil.” Mama berkata-kata dengan histeris.“Ma…” Aku menghentikan ulahnya yang akan mengacak-acak meja kerjaku.Aku pegang kedua lengannya yang terus memberontak.“Dia menipu kita. Dia benar-benar ular betina!” Mama menangis terisak.“M
Baca selengkapnya

BAB 46 BELUM WAKTUNYA

ANDINI’s POV Suasana rumah mungil yang aku tempati telah berubah semenjak kehadiran sosok mungil ini ke dunia kami. Bagas, begitu aku menamainya. Di dalamnya aku selipkan sebuah doa agar kelak dia menjadi sosok pribadi yang kuat dan ulet. Seharian turun hujan, kami berdiam di rumah saja. Seminggu telah berlalu dan Bagasku telah tumbuh begitu cepat. Meski jari jemarinya masih mungil namun aku merasa senyumannya sekarang lebih sering dari sebelumnya. “Senyum dulu, Bagas…” Aku mengajaknya bicara setiap kali dia tidak sedang tertidur. Entah dibalas dengan suara ‘aa’ atau ‘eee’ aku sudah sangat bahagia. Kadang tangannya memegangiku, tentu dengan gerakan yang masih lemah namun agresif. Aku menyukai semua hal tentang Bagas. Kecuali satu hal, matanya. Mata Bagas sangat mirip dengan mata ayahnya. Aku masih bisa terima kalau warna kulit Bagas memang mirip juga dengan ayahnya, tapi kalau soal mata… aku sedikit merasa keberatan atas pembagian kadar DNA yang Tuhan berikan. Setiap Bagas meman
Baca selengkapnya

BAB 47 PELAMPIASAN SEMENTARA

BASKARA’s POV Akhir-akhir ini jiwaku terasa kering. Melihat Hans yang baru saja menjadi seorang ayah. Muncul rasa keinginan untuk mendapatkan hal yang sama. Sepulang dari kantor, Hans akan cepat-cepat kembali ke rumah. Bukan karena ingin bersenang-senang dengan istrinya, melainkan menemui bayi yang baru dilahirkan istrinya. Sementara aku harus menghadapi dua kubu perang dingin; Mama dan Laura. Saat Papa menawariku untuk ikut mengelola penginapan dibantu dengan Bayu, aku langsung saja menyetujuinya. Paling tidak ini akan menjadi alasanku untuk bisa melarikan dari sejenak dari kenyataan. “Aku jarang melihatmu tersenyum sekarang.” Bayu yang ternyata sudah lebih dulu di dalam mobil bersama Pak Gun, mengagetkanku dengan kalimat satirnya seperti biasa. Hubunganku dengan Bayu ibarat Tom and Jerry. Hanya saja kami akan menjadi aliansi seketika saat kami menghadapi lawan yang sama. “Sudah, hentikan omong kosongmu. Belajarlah untuk membuat laporan keuangan dengan benar.” Sanggahku. “Bas,
Baca selengkapnya

BAB 48 HATI YANG SESUNGGUHNYA

BASKARA’s POVSetelah aku melucuti semua pakaian luarnya, sosok bertubuh sintal yang awalnya menghindar sekarang sudah berada dalam kendaliku. Sonia telah menyerah.Awalnya dia memang jual mahal dan pura-pura membela diri. Lagu lama, sok suci!Makin ke sini, dia makin menunjukkan sisi aslinya. Tanpa ragu lagi dia mendekatiku. Sepertinya dia sudah terbiasa menghadapi laki-laki sepertiku.“Pak Baskara…” Dia melangkah mendekatiku tanpa ragu lagi. Di luar dugaanku, Sonia rupanya memiliki kemampuan membaca pikiran laki-laki dan tahu apa yang laki-laki mau.“Panggil aku Tuan Baskara…” aku masih duduk di kursi di kamar Andini dulu.Ada sensasi lain ketika Sonia yang berada di sini. Tubuhnya tanpa malu menempel kepadaku.“Oh, Tuan Baskara… baiklah…” kedua tangannya mulai menunjukkan keahliannya. Melepas dasiku dan kancing bajuku satu per satu.Aku memandangi wajahnya lekat-lekat. Di balik wajahnya yang terlihat innocent, tersimpan jiwa penuh misteri yang… menantang.Sial. Di saat aku memulai
Baca selengkapnya

BAB 49 PILIHAN SULIT

ANDINI’s POV Bagas tidak lagi suka menangis saat malam hari. Jadwal tidurnya mulai rutin. Aku bisa mulai bernafas lega dan beristirahat cukup di saat malam.Siangnya, aku bisa menjaga Bagas dan sekarang… aku memandikannya dengan kedua tanganku. Usianya sudah hampir satu bulan. Perubahan cukup drastis. Aku bersyukur namun ada hal yang semakin mengganjal di benakku. Ya, perpisahan dengannya berarti tidak akan lama lagi.Empat puluh hari. Berarti seminggu lebih dari sekarang.“Andini…” Prasetia yang baru datang dari luar, membawakanku buah-buahan dan susu.“Terima kasih, Pras…” Aku mengelus kedua tangannya yang sedari tadi lelah bekerja lalu masih mau aku repotkan membawakan buah dan susu saat pulang.“Sama-sama…” Tangannya mengelus pipiku sekarang. “Aku mandi dulu. Badanku bau keringat karena tadi aku ikut mengecek ke lapangan bibit-bibit yang mau diantar. Oh ya, sekarang aku juga sudah memulai usaha bunga potongnya. Akhirnya usaha yang aku rintis dengan rekanku kini sudah mulai bisa d
Baca selengkapnya

BAB 50 BELUM TALAK

ANDINI's POV “Andini, Bibi mau bicara sebentar…” Bibi Nur bergabung denganku dan Bagas di belakang. Aku masih memandikan Bagas. Semalam rencana Prasetia untuk bertemu keluargaku dibatalkan. Sementara aku harus mencari cara bagaimana agar Bagas bisa tetap bersamaku. “Andini…” Bibi kembali memanggilku. “Ah, iya Bi? Ada yang bisa aku bantu?” Biasanya Bibi Nur akan memintaku untuk mengerjakan pekerjaan rumah yang ringan atau sekedar memasukkan benang ke jarum yang akan dia gunakan untuk menjahit. “Sepertinya ini bukan urusanku, tapi… karena kita tinggal serumah, ada baiknya Bibi mengingatkan.” Bibi Nur duduk di kursi dekat dengan bak mandi yang aku gunakan untuk memandikan Bagas. “Ya? Silakan Bi… Jika ada yang mau disampaikan.” Perasaanku sudah tidak enak. Bibi tak pernah menegurku ataupun mengatakan hal yang selama ini membuatku tidak nyaman. “Kamu dan Prasetia sudah sama-sama dewasa.” Kalimat awal yang disampaikan Bibi Nur sudah jelas menyiratkan ke mana pembicaraan ini akan ber
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
14
DMCA.com Protection Status