Semua Bab Panglima Kuno Terjebak di Tubuh CEO: Bab 211 - Bab 220

373 Bab

211 - Bujukan Tingkat Dewa

Lenita mendelik, tak menyangka akan mendapatkan ancaman dari pria yang sudah dia cintai sejak remaja.Mulut Lenita menganga sekejap sebelum akhirnya dia bersuara, “Kau berani?” Nada suaranya melengking tinggi.Jujur saja, Wildan mencoba menguji nyalinya.“Nit, kamu mengancam aku?” Wildan meneguhkan nyalinya untuk membalas Lenita.“Awas saja kamu, yah! Kamu yang mengancam lebih dulu, Wil!” Mata Lenita menyipit, membawa aura bahaya.Wildan sedikit gentar. Dia paham karakter nekat Lenita. Juga paham wanita di depannya ini tak akan segan-segan menyewa orang untuk mencelakai siapa pun yang dia mau.“Kamu mau apa, Nit? Membunuhku? Dengar, Nit, aku sudah mengatakan pada temanku, kalau sampai aku tidak memberinya kabar satu minggu ini, maka itu artinya aku celaka di tanganmu, dan rekaman mengenai kita akan sampai ke papamu!” Wildan sudah terdesak.Mata Lenita membelalak tak percaya mendapatkan ucapan semacam itu dari Wildan.“Kamu!” Suara Lenita makin tinggi. “Sudah berlagak sok hebat, yah?”
Baca selengkapnya

212 - Semua Sudah Terjadi

Juna sudah tiba di rumah sakit seperti yang Wenti kabarkan. Di sana, sudah ada salah satu pekerja rumah Hartono.“Bapak ada di dalam, menunggui nonik Nita operasi.” Pekerja rumah Hartono memberitahu Juna.Juna mengangguk, berterima kasih dan kini dia hanya perlu mencari ruang operasi.Ketika menemukan ruang tunggu untuk pasien operasi, di sana memang ada Hartono, sedang menundukkan kepala, pastinya sedih dan galau.“Pa.” Juna memanggil ayah mertuanya.Hartono mendongak dan Juna bisa melihat mata mertuanya basah dan pipinya berlelehan air mata.“Jun ….” Hartono merengek.Juna hendak mengatakan sesuatu, tapi Hartono sudah memeluknya dalam posisi dia masih berdiri dan si mertua duduk. Hartono menumpahkan tangisnya.“Sabar, Pak, sabar.” Juna agak canggung bagaimana menyikapi pria menangis.Tangannya kikuk ketika menepuk-nepuk pelan bahu dan mengusap-usap punggung ayah me
Baca selengkapnya

213 - Mengaku di Depan Ayahnya

“Sejak kapan dia begitu, Pa?” tanya Juna pada Hartono sore itu ketika dia singgah ke rumah sakit.“Siang ini. Sepertinya siang ini, entahlah, Papa bingung, pusing!” Hartono memegangi kepalanya sambil duduk menopang kepala dengan kedua tangan.Juna bisa memahami yang dirasakan Hartono saat ini.‘Tentu saja Hartono sedang pusing. Bagaimana tidak, putri tunggalnya keguguran karena mengalami kecelakaan dalam keadaan mabuk. Itu saja sudah memalukan.’ Juna membatin.‘Ditambah, Lenita juga menabrak pemotor, seorang remaja belia, yang kini mengalami gegar otak dan patah tulang kaki.’‘Kalau sekarang Lenita malah jadi gila, bukankah itu pukulan bertubi-tubi untuk Hartono? Nama baiknya sangat tercoreng.’Kalau sudah begitu, mana mungkin Juna tidak iba. Dia juga sedih karena kehilangan calon putranya yang hampir saja lahir dengan layak. Hanya gara-gara tingkah ngawur istrinya, semua buyar.
Baca selengkapnya

214 - Berakhir di Rumah Sakit Jiwa

Juna menatap ayah mertuanya, pandangannya rumit dikarenakan ucapan Hartono.‘Lenita hendak dibawa ke Rumah Sakit Jiwa? Apakah aku perlu mendukungnya? Tapi apa itu pantas?’Terselip dilema di hati Juna.“Lebih baik kita bawa Lenita ke psikiater dulu, Pa.” Juna tidak ingin mengambil tindakan ekstrim seperti memasukkan ke Rumah Sakit Jiwa.Hartono menundukkan kepala, dia sendiri sebenarnya tak rela membawa putrinya ke tempat seperti Rumah Sakit Jiwa.Tapi kondisi mental Lenita saat ini sudah memprihatinkan.“Baiklah, Jun. Kita datangkan dulu psikiater. Dokter yang menangani Nita katanya sudah menjadwalkan adanya pemeriksaan dari psikiater nanti sore.” Hartono menjawab dengan suara lemah.Anak yang dia banggakan sejak dulu, yang dia dukung penuh jika memiliki minat maupun keinginan, kini justru seperti menampar wajahnya keras-keras.Orang tua mana yang tidak sedih dan kecewa?“Iya, Pa. Yakin saja bahwa ini hanya sementara. Lenita hanya perlu beberapa hari untuk syok atau meluapkan emosiny
Baca selengkapnya

215 - Tak Berdaya

Juna masih menimbang ini dan itunya. Melaporkan orang-orang yang mendadak membuka aib Lenita satu demi satu, termasuk perselingkuhannya, apakah Juna ingin menempuh jalur itu?“Nanti akan aku bicarakan dengan mertuaku dulu.” Demikian Juna memberikan jawaban diplomatis, seperti biasanya.Sedangkan di dalam hatinya, dia membatin, ‘Kupikir tidak perlu aku melangkah terlalu jauh dengan melaporkan orang-orang itu. Buang-buang energi saja.’Meski begitu, Juna tetap membicarakannya dengan Hartono agar dia tidak dianggap lancang karena mendahului mengambil keputusan.“Terserah kamu saja, Jun. Aku sudah tidak bisa berpikir banyak. Semua aku serahkan ke kamu.” Hartono menggeleng pasrah.Juna bisa memahami, ayah mertuanya sudah sangat lelah memikirkan banyak hal belakangan hari ini.“Sudah dua minggu lebih semenjak Lenita dirawat di Rumah Sakit Jiwa. Selama itu pula Hartono mendapatkan banyak kritikan dan cemoohan dari masyarakat.” Juna bertukar pikiran dengan Anika di kamar wanita itu di malam h
Baca selengkapnya

216 - Mengantar Pulang Sekretaris

Pagi harinya, ketika Hartono baru saja mandi dan keluar ke teras depan, dia melihat istrinya sedang menyuapi si kecil Rafa.“Mas, tidak menjenguk Nita?” Wenti bertanya.Hartono mendekat dan duduk di kursi lain dekat anaknya. Wajahnya terlihat rumit saat menatap Wenti.“Ya, Sayang. Mungkin nanti sore.” Hartono menjawab begitu saja.Jujur, sebenarnya Hartono sudah mulai enggan menjenguk putrinya di Rumah Sakit Jiwa. Sudah hampir satu minggu ini dia tak ke sana.Bukan karena dia ayah yang kejam, tapi dia pasti selalu menangis dan menyesali Lenita yang berakhir demikian mengenaskan.‘Aku tak sanggup jika berlama-lama menjenguk Nita,’ batin Hartono sambil dia memandang ke depan, hamparan tanaman hijau membuat hatinya sejuk.Kemudian, Juna muncul dari dalam, sudah berpenampilan rapi dan bersiap ke kantor.“Tuh, kakak Juna sudah mau berangkat, Raf.” Wenti membahasakan untuk putranya.
Baca selengkapnya

217 - Mendamba Pertolongan Khusus dari Bos

“A—apa saya tidak merepotkan Bapak nantinya?” Velina masih melirik malu-malu ke Juna.Jantungnya kian berdebar kencang jika membayangkan dia bisa menggantikan posisi Lenita sebagai istri Juna. Berbagai khayalan memenuhi pikirannya.“Mana ada repot? Sama sekali tidak. Sudah kewajibanku memastikan semua karyawanku baik-baik saja selama mereka berada di dekatku.” Juna menambahkan.Ucapan Juna makin membuat Velina terkagum-kagum pada karakter Juna.‘Sudah ganteng, gagah, sukses, baik pula! Begitu kok istrinya selingkuh, yah? Kurang apa pak Juna ini, sih? Dasar istri tolol!’ umpat Velina di hatinya untuk Lenita.Setelah itu, otaknya justru memaparkan imajinasi liar andaikan Juna suaminya.“Vel, ke mana?” Juna mengulang pertanyaannya menjadi lebih singkat karena Velina tidak juga menjawab.Dia sampai melirik Velina untuk memastikan wanita itu baik-baik saja.“Oh! Eh! Ke halt
Baca selengkapnya

218 - Membantu Sekretaris yang Bergairah

Kening Juna berkerut. Dia sembari mengelak dari terjangan Velina sehingga wanita itu tersungkur di lantai.‘Dia jelas diberi obat penggugah birahi.’ Hanya ini saja spekulasi di otak Juna setelah melihat kondisi Velina.“Pak … Pak Juna ….” Velina sudah bangkit berdiri dan bersiap menangkap tubuh Juna.Sayang sekali, Velina tidak sebanding dengan Juna. Dia gagal memeluk Juna yang berkelit lagi dan jatuh di kasur.“Hnnhh … Pak Juna … tolong aku … ini sangat … sangat tak enak ….” Velina sudah dalam kondisi kacau.Juna mendekat ke ranjang ruang VIP itu dan melihat sekretarisnya sudah basah oleh peluh dan air mata.“Pak Juna … tolong ….” Velina mengerang.Wanita itu sambil mengusap-usap bagian intimnya sendiri yang sudah tidak memiliki penutup sehelai pun. Kedua kakinya membuka lebar dan menampilkan ekspresi erotis.Apakah Juna mendekat hendak menyambut undangan dari Velina?Ketika tangan Juna terulur ke Velina, tangan itu ditangkap dan ditarik Velina kuat-kuat.“Tidak, Vel!” Juna menolak d
Baca selengkapnya

219 - Dia Bukan Orang Baik

“Tak usah dijawab kalau kamu tak nyaman.” Juna tidak memaksa Velina harus menjawab pertanyaannya tadi.Kemudian, Juna mulai beranjak turun dari tempat tidur. Dia tak mengira yang namanya kelab malam, memiliki ruangan VIP yang tersedia untuk pasangan yang sedang birahi.‘Era ini sungguh unik!’ Demikian batin Juna saat dia berjalan menuju pintu.“P—Pak! Pak Juna!” Velina bergegas turun juga dari tempat tidur dan mengejar Juna.Tapp!Juna merasakan dirinya dipeluk dari belakang. Tanpa menoleh saja dia sudah paham siapa pelakunya.“Pak Juna, terima kasih. Sungguh aku berterima kasih ke Pak Juna yang telah melakukan ini. Pak Juna sudah menolongku. Terima kasih.” Velina memperat pelukannya.Juna hendak mengurai lengan Velina di pinggangnya, tapi lengan itu begitu gigih memeluknya.“Jangan, Pak. Biarkan dulu begini, saya mohon. Biarkan saya egois selama beberapa saat sebelum Bapak pergi.” Velina memohon.Karena sudah begitu, Juna pun diam, tidak melakukan apa pun, kecuali jika Velina lebih d
Baca selengkapnya

220 - Interogasi dari Ayah Mertua

Juna terdiam sejenak mendengar pertanyaan dari ayah mertuanya.‘Aku sudah pernah membicarakan ini dengan Hartono atau belum, yah? Hgh, kenapa hal begini ditanyakan? Untuk apa?’“Jun?” Hartono memanggil menantunya yang tidak lekas menjawab.“Tumben Papa tanya begitu? Ada apa?” Juna tidak ingin langsung menjawab.Hartono masih terus menatap sang menantu yang sepertinya ingin membelokkan jawaban.“Papa merasa kamu sudah tidak mencintai Nita. Apa benar begitu? Apakah itu karena ada wanita lain?” Hartono langsung ke inti yang ingin dia sampaikan tanpa berbelit-belit.Setelah menarik napas panjang, Juna akhirnya menjawab, “Saat ini aku memang sedang dekat dengan wanita lain, Pa. Apakah itu sebuah masalah?”Bukannya Juna menantang Hartono dengan pernyataan itu. Dia hanya ingin mengetahui bagaimana pikiran Hartono mengenai apa yang dia sampaikan secara jujur.Kini giliran Hart
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
2021222324
...
38
DMCA.com Protection Status