Juna sudah tiba di rumah sakit seperti yang Wenti kabarkan. Di sana, sudah ada salah satu pekerja rumah Hartono.“Bapak ada di dalam, menunggui nonik Nita operasi.” Pekerja rumah Hartono memberitahu Juna.Juna mengangguk, berterima kasih dan kini dia hanya perlu mencari ruang operasi.Ketika menemukan ruang tunggu untuk pasien operasi, di sana memang ada Hartono, sedang menundukkan kepala, pastinya sedih dan galau.“Pa.” Juna memanggil ayah mertuanya.Hartono mendongak dan Juna bisa melihat mata mertuanya basah dan pipinya berlelehan air mata.“Jun ….” Hartono merengek.Juna hendak mengatakan sesuatu, tapi Hartono sudah memeluknya dalam posisi dia masih berdiri dan si mertua duduk. Hartono menumpahkan tangisnya.“Sabar, Pak, sabar.” Juna agak canggung bagaimana menyikapi pria menangis.Tangannya kikuk ketika menepuk-nepuk pelan bahu dan mengusap-usap punggung ayah me
“Sejak kapan dia begitu, Pa?” tanya Juna pada Hartono sore itu ketika dia singgah ke rumah sakit.“Siang ini. Sepertinya siang ini, entahlah, Papa bingung, pusing!” Hartono memegangi kepalanya sambil duduk menopang kepala dengan kedua tangan.Juna bisa memahami yang dirasakan Hartono saat ini.‘Tentu saja Hartono sedang pusing. Bagaimana tidak, putri tunggalnya keguguran karena mengalami kecelakaan dalam keadaan mabuk. Itu saja sudah memalukan.’ Juna membatin.‘Ditambah, Lenita juga menabrak pemotor, seorang remaja belia, yang kini mengalami gegar otak dan patah tulang kaki.’‘Kalau sekarang Lenita malah jadi gila, bukankah itu pukulan bertubi-tubi untuk Hartono? Nama baiknya sangat tercoreng.’Kalau sudah begitu, mana mungkin Juna tidak iba. Dia juga sedih karena kehilangan calon putranya yang hampir saja lahir dengan layak. Hanya gara-gara tingkah ngawur istrinya, semua buyar.
Juna menatap ayah mertuanya, pandangannya rumit dikarenakan ucapan Hartono.‘Lenita hendak dibawa ke Rumah Sakit Jiwa? Apakah aku perlu mendukungnya? Tapi apa itu pantas?’Terselip dilema di hati Juna.“Lebih baik kita bawa Lenita ke psikiater dulu, Pa.” Juna tidak ingin mengambil tindakan ekstrim seperti memasukkan ke Rumah Sakit Jiwa.Hartono menundukkan kepala, dia sendiri sebenarnya tak rela membawa putrinya ke tempat seperti Rumah Sakit Jiwa.Tapi kondisi mental Lenita saat ini sudah memprihatinkan.“Baiklah, Jun. Kita datangkan dulu psikiater. Dokter yang menangani Nita katanya sudah menjadwalkan adanya pemeriksaan dari psikiater nanti sore.” Hartono menjawab dengan suara lemah.Anak yang dia banggakan sejak dulu, yang dia dukung penuh jika memiliki minat maupun keinginan, kini justru seperti menampar wajahnya keras-keras.Orang tua mana yang tidak sedih dan kecewa?“Iya, Pa. Yakin saja bahwa ini hanya sementara. Lenita hanya perlu beberapa hari untuk syok atau meluapkan emosiny
Juna masih menimbang ini dan itunya. Melaporkan orang-orang yang mendadak membuka aib Lenita satu demi satu, termasuk perselingkuhannya, apakah Juna ingin menempuh jalur itu?“Nanti akan aku bicarakan dengan mertuaku dulu.” Demikian Juna memberikan jawaban diplomatis, seperti biasanya.Sedangkan di dalam hatinya, dia membatin, ‘Kupikir tidak perlu aku melangkah terlalu jauh dengan melaporkan orang-orang itu. Buang-buang energi saja.’Meski begitu, Juna tetap membicarakannya dengan Hartono agar dia tidak dianggap lancang karena mendahului mengambil keputusan.“Terserah kamu saja, Jun. Aku sudah tidak bisa berpikir banyak. Semua aku serahkan ke kamu.” Hartono menggeleng pasrah.Juna bisa memahami, ayah mertuanya sudah sangat lelah memikirkan banyak hal belakangan hari ini.“Sudah dua minggu lebih semenjak Lenita dirawat di Rumah Sakit Jiwa. Selama itu pula Hartono mendapatkan banyak kritikan dan cemoohan dari masyarakat.” Juna bertukar pikiran dengan Anika di kamar wanita itu di malam h
Pagi harinya, ketika Hartono baru saja mandi dan keluar ke teras depan, dia melihat istrinya sedang menyuapi si kecil Rafa.“Mas, tidak menjenguk Nita?” Wenti bertanya.Hartono mendekat dan duduk di kursi lain dekat anaknya. Wajahnya terlihat rumit saat menatap Wenti.“Ya, Sayang. Mungkin nanti sore.” Hartono menjawab begitu saja.Jujur, sebenarnya Hartono sudah mulai enggan menjenguk putrinya di Rumah Sakit Jiwa. Sudah hampir satu minggu ini dia tak ke sana.Bukan karena dia ayah yang kejam, tapi dia pasti selalu menangis dan menyesali Lenita yang berakhir demikian mengenaskan.‘Aku tak sanggup jika berlama-lama menjenguk Nita,’ batin Hartono sambil dia memandang ke depan, hamparan tanaman hijau membuat hatinya sejuk.Kemudian, Juna muncul dari dalam, sudah berpenampilan rapi dan bersiap ke kantor.“Tuh, kakak Juna sudah mau berangkat, Raf.” Wenti membahasakan untuk putranya.
“A—apa saya tidak merepotkan Bapak nantinya?” Velina masih melirik malu-malu ke Juna.Jantungnya kian berdebar kencang jika membayangkan dia bisa menggantikan posisi Lenita sebagai istri Juna. Berbagai khayalan memenuhi pikirannya.“Mana ada repot? Sama sekali tidak. Sudah kewajibanku memastikan semua karyawanku baik-baik saja selama mereka berada di dekatku.” Juna menambahkan.Ucapan Juna makin membuat Velina terkagum-kagum pada karakter Juna.‘Sudah ganteng, gagah, sukses, baik pula! Begitu kok istrinya selingkuh, yah? Kurang apa pak Juna ini, sih? Dasar istri tolol!’ umpat Velina di hatinya untuk Lenita.Setelah itu, otaknya justru memaparkan imajinasi liar andaikan Juna suaminya.“Vel, ke mana?” Juna mengulang pertanyaannya menjadi lebih singkat karena Velina tidak juga menjawab.Dia sampai melirik Velina untuk memastikan wanita itu baik-baik saja.“Oh! Eh! Ke halt
Kening Juna berkerut. Dia sembari mengelak dari terjangan Velina sehingga wanita itu tersungkur di lantai.‘Dia jelas diberi obat penggugah birahi.’ Hanya ini saja spekulasi di otak Juna setelah melihat kondisi Velina.“Pak … Pak Juna ….” Velina sudah bangkit berdiri dan bersiap menangkap tubuh Juna.Sayang sekali, Velina tidak sebanding dengan Juna. Dia gagal memeluk Juna yang berkelit lagi dan jatuh di kasur.“Hnnhh … Pak Juna … tolong aku … ini sangat … sangat tak enak ….” Velina sudah dalam kondisi kacau.Juna mendekat ke ranjang ruang VIP itu dan melihat sekretarisnya sudah basah oleh peluh dan air mata.“Pak Juna … tolong ….” Velina mengerang.Wanita itu sambil mengusap-usap bagian intimnya sendiri yang sudah tidak memiliki penutup sehelai pun. Kedua kakinya membuka lebar dan menampilkan ekspresi erotis.Apakah Juna mendekat hendak menyambut undangan dari Velina?Ketika tangan Juna terulur ke Velina, tangan itu ditangkap dan ditarik Velina kuat-kuat.“Tidak, Vel!” Juna menolak d
“Tak usah dijawab kalau kamu tak nyaman.” Juna tidak memaksa Velina harus menjawab pertanyaannya tadi.Kemudian, Juna mulai beranjak turun dari tempat tidur. Dia tak mengira yang namanya kelab malam, memiliki ruangan VIP yang tersedia untuk pasangan yang sedang birahi.‘Era ini sungguh unik!’ Demikian batin Juna saat dia berjalan menuju pintu.“P—Pak! Pak Juna!” Velina bergegas turun juga dari tempat tidur dan mengejar Juna.Tapp!Juna merasakan dirinya dipeluk dari belakang. Tanpa menoleh saja dia sudah paham siapa pelakunya.“Pak Juna, terima kasih. Sungguh aku berterima kasih ke Pak Juna yang telah melakukan ini. Pak Juna sudah menolongku. Terima kasih.” Velina memperat pelukannya.Juna hendak mengurai lengan Velina di pinggangnya, tapi lengan itu begitu gigih memeluknya.“Jangan, Pak. Biarkan dulu begini, saya mohon. Biarkan saya egois selama beberapa saat sebelum Bapak pergi.” Velina memohon.Karena sudah begitu, Juna pun diam, tidak melakukan apa pun, kecuali jika Velina lebih d
Juna dan ketiga istrinya mengangguk. “Kami akan berusaha untuk itu, Ma. Terus doakan kami agar selalu memiliki hal baik.” Juna menanggapi Wenti. Kemudian, keningnya berkerut, “Ma, apakah Mama akhir-akhir ini sering cepat lelah dan mual?” “Eh, kok tahu?” Wenti terhenyak kaget. Namun, kemudian dia sadar bahwa putra angkatnya ini bukan manusia sembarangan. “Selamat, Ma!” Juna maju untuk memberikan pelukan tulus ke Wenti. Anika dan Shevia paham makna ucapan Juna dan mereka bergantian mengucapkan selamat pula sambil memeluk Wenti. “Eh? Mama kenapa?” Rinjani belum paham. “Mama sudah hamil lagi, Kak.” Shevia menjelaskan. Di antara mereka, Rinjani memang yang paling hebat jika itu mengenai intuisi bisnis, tapi dia payah dalam aspek lainnya yang berkaitan dengan hubungan antar manusia. Wenti menanggapinya dengan senyum simpul dan sedikit malu-malu. *** “Ya ampun, lihat mereka! Sungguh keluarga besar yang ramai.” Seseorang menahan pekikannya ketika melihat Juna dan keluarga kecil dia tu
“Ya ampun, lucu sekali dia! Cantiknya ….” Rinjani sambil menggendong bayinya, dia menoleh ke bayi Shevia.“Dedek bayinya Kak Rin juga ganteng, tuh!” Shevia menunjuk bayi di gendongan Rinjani dengan dagunya.Mereka saling memuji bayi milik madu masing-masing.“Mbak Anika masih menyusui anaknya, yah?” tanya Shevia setelah dia berhasil menidurkan bayinya.“Iya. Masih di kamar. Semua anaknya tenang sekali, jarang menangis. Benar-benar bayi kalem seperti ibunya.” Rinjani mengomentari anak kembar Anika.Kemudian, pintu depan terbuka dan masuklah Juna yang baru pulang dari kantornya.“Mana jagoan-jagoanku?” tanya Juna sambil mendekat ke mereka dan mulai mencium bayi-bayinya di gendongan ibunya masing-masing. “BIntang … umcchh! Wulan … umchh! Sudah wangi semua!”“Lah ini anakku masa sih dipanggil jagoan?” Shevia sambil mengangkat sedikit bayi perempuan di gendongannya.“Lho, dia ini nantinya seorang jagoan wanita! Menjadi perempuan kuat yang akan melindungi orang tertindas dan menebar kebajik
“Wah, gedungmu begitu wow sekali, Jun!” Rinjani menatap gedung baru Juna. Matanya berkeliling menelisik semua interior di sana.“Ini juga berkat bantuanmu.” Juna berkata di dekat telinga Rinjani.“Kok aku?” tanya Rinjani sambil menjauhkan kepalanya dari Juna untuk menatap suaminya dari jarak yang tepat.“Kamu kira aku tidak tahu kalau kau mengirim investor gadungan untuk membantu pendanaan untuk gedung ini, hm?” Juna sambil mencubit lembut pinggang Rinjani.Karena sudah ketahuan begitu, Rinjani hanya bisa tertawa. Shevia dan Anika di sebelahnya tersenyum.Siang ini, mereka baru saja mengadakan peresmian gedung baru apartemen Juna yang besar dan spektakuler. Meski bukan merupakan apartemen paling wah dan nomor satu di Samanggi, namun tetap mencuri perhatian publik karena dimiliki oleh pengusaha muda dengan berbagai gonjang-ganjing isu di belakangnya.Isu paling sering dibicarakan publik mengenai Juna belakangan ini tentu saja tidak lain dan tak bukan adalah mengenai ketiga istrinya yan
“Hah? Om Fer yakin dengan berita yang Om terima?” tanya Juna saat dia berbicara dengan pengacaranya, Ferdinand, di telepon. “Sangat yakin, Jun! Periksa saja ke rutan kejaksaan. Oh, atau untuk lebih akuratnya, datang saja ke rumahnya, pasti sedang ramai di sana.” Ferdinand menyahut dari seberang. Juna tak bisa berkata-kata. Dia segera mengakhiri teleponnya dengan si pengacara. “Ada apa, Jun?” tanya Rinjani dengan wajah ingin tahu. “Berita apa? Ada berita apa dari Om Fer?” Dia semakin mendekat ke Juna di sofa ruang tengah. Anika datang sambil membawa nampan berisi beberapa cangkir wedang cokelat jahe dan camilan buatannya seperti kue pukis dan bakwan jagung. “Bobby meninggal tadi sore.” Juna berkata sambil menatap Anika dan Rinjani secara bergantian. “Hah?!” pekik Rinjani karena terlalu kaget dengan berita yang diucapkan suaminya. Juna mengangguk ke istrinya. “Ada apa? Siapa yang meninggal?” Shevia keluar dari kamarnya karena suara pekikan Rinjani terdengar hingga ke telinganya.
“Ti—Tidak begitu! Ular sialan!” geram Nyai Mirah dan dia mulai mengejar Nyai Wungu yang melarikan diri sambil tertawa melengking meledek permaisuri Ki Amok itu.Kemudian, Ki Amok memanggil Nyai Mirah untuk pulang bersamanya ke istana mereka. Nyai Mirah segera berdiri melayang di sebelah Ki Amok dengan wajah merona menyebabkan kulitnya semakin memerah.“Kami pulang dulu. Nanti jika Mirah dibutuhkan lagi oleh istrimu, panggil saja, tak apa, tapi itu harus benar-benar gawat. Kalian pasti mengerti maksudku, ‘kan?” Ki Amok berkata ke Juna yang masih membopong Anika.‘Ya, ya, ya, aku paham. Intinya kami tidak boleh mengganggu kemesraan kalian berdua kecuali sangat gawat darurat.’ Juna membatin menanggapi Ki Amok.“Ya, kami paham, Ki. Terima kasih, sekali lagi untuk Anda dan pasukan, juga terima kasih pada Nyai Mirah atas bantuannya.” Juna mengangguk sebagai tanda dia menghargai mereka.Kemudian, kereta kencana Ki Amok pun pergi dari sana.Juna menoleh ke Nyai Wungu dan bertanya, “Apakah Nya
‘Apakah Dewi Salwapadmi menyaksikan aku dan Nik … bercinta selama ini?’ Juna memiliki pemikiran demikian. Ya ampun, Juna mendadak saja super malu jika mengingat seperti apa dia memesumi Anika selama ini. Belum lagi tingkah dia saat menggauli Anika. Dia bertanya-tanya, apakah itu disaksikan dan juga dirasakan sang dewi? Mendadak saja senyum lebar dan menahan geli dari Dewi Salwapadmi muncul saat dia bertutur ke Juna, “Jangan khawatir mengenai itu, Tuan Panglima. Aku selama ini tertidur di raga Anika dan mulai terbangkitkan ketika bertarung melawan mantan istrimu.” Mendengar ucapan Dewi Salwapadmi melalui mulut Anika, Juna merasa sangat lega sekaligus malu karena pikirannya ternyata bisa dibaca sang dewi. “A—Ah, iya, baiklah, Ndoro Dewi. Terima kasih penjelasannya.” Juna sedikit merona karena malu. Kemudian, Dewi Salwapadmi menoleh ke Nyai Mirah, dia berkata, “Nyai Mirah, aku sungguh tersentuh dengan pengabdianmu yang luar biasa pada ndoro putrimu ini. Tingkah lakumu sejak dulu jug
“Semua sudah usai?” Juna terengah-engah sambil menanyakan itu pada dirinya sendiri meski itu sebuah gumaman rendah. Anika bergegas terbang ke suaminya dan menyebelahinya di angkasa. Sedangkan Juna mulai merasakan armor yang melingkupi tubuhnya mulai memudar hilang secara perlahan. “Mas … semua sudah selesai. Pertarungan telah Mas menangkan.” Anika tersenyum lembut. Benar, semua sudah usai. Segala ancaman bahaya dan mimpi buruk yang pernah ditakutkan Anika, yang telah menjadi momok baginya selama beberapa minggu ini sekarang lenyap. Seakan batu besar yang mengimpit dada Anika, kini telah terangkat dengan kematian Lexus. Juna menengok ke istrinya sembari dia ikut tersenyum. “Kita yang memenangkan ini, Nik. Kita. Bukan aku saja. Kau, dan semua yang lainnya.” Tentu saja dia tidak boleh mengambil semua kredit yang ada. Bergegas, tangan Juna meraih Anika untuk memeluk wanita itu sembari hatinya berucap syukur pada semesta dan penciptanya yang telah memberikan restu sehingga dia bisa m
“Hm?” Juna mendadak saja merasakan dirinya menjadi lebih bertenaga, energi murninya melonjak tinggi.Setelah dia berpikir cepat, dia merasakan adanya energi dari Shevia dan Rinjani.‘Ternyata mereka.’ Juna tersenyum setelah memahami dari mana energi tambahan untuknya datang secara tak terduga.Saat ini, pedang di tangan Juna menebas tegas ke depan sehingga dengan cepat menyebabkan udara mengalir berputar mengakibatkan munculnya pusaran udara hanya dari ayunan pedang tersebut.Wusshh!Kibasan pedang Juna memicu beberapa ledakan bunyi memekakkan telinga ketika gelombang udara yang tadinya hanya memunculkan pusaran angin, kini berubah menjadi badai, menyapu udara di sekitar Lexus.Energi petir beserta angin badai dari kibasan pedang Juna menyerbu ke Lexus, bagaikan ular raksasa membuka mulutnya hendak menelan Lexus untuk mengunyahnya menjadi ketiadaaan.“Jangan harap semudah itu!” seru Lexus ketika dia juga mengibaskan pedang api hitam di tangannya sehingga energi api miliknya bertabraka
“Jangan sombong dulu, manusia bangs4t!” teriak Lexus pada Juna. “Jangan kau kira karena kau memiliki zirah itu maka kau bisa sekuat aku!”Lexus merobek udara hampa dan mengempaskan angin panas yang bisa membakar kulit manusia biasa dengan segera meski hanya dari hempasan anginnya saja.Juna tidak gentar meski fisik Lexus sudah semirip iblis. Dia memiliki banyak dendam terhadap sosok di depannya. “Kau yang akan berakhir mengenaskan, Lexus!”Zirah di tangan Juna mengumpulkan energi murni yang kini bermuatan energi keilahian.Dhuaarr!Ketika pukulan Juna bertabrakan dengan tinju iblis Lexus, mereka berdua sama-sama terdorong ke belakang. Tapi Juna lekas menerjang maju lagi, tak memberi kesempatan Lexus untuk menarik napas berikutnya.“Kau sudah tak sabar mati, hah?” teriak Lexus sambil mendorongkan energi iblisnya ke arah Juna.Tangan berzirah Juna menangkap kepalan tangan Lexus dan mendorongnya ke samping agar dia bisa menyarangkan tinju di tangan lain ke tubuh Lexus.Dhaakk!Betapa kag