Pagi harinya, ketika Hartono baru saja mandi dan keluar ke teras depan, dia melihat istrinya sedang menyuapi si kecil Rafa.
“Mas, tidak menjenguk Nita?” Wenti bertanya.
Hartono mendekat dan duduk di kursi lain dekat anaknya. Wajahnya terlihat rumit saat menatap Wenti.
“Ya, Sayang. Mungkin nanti sore.” Hartono menjawab begitu saja.
Jujur, sebenarnya Hartono sudah mulai enggan menjenguk putrinya di Rumah Sakit Jiwa. Sudah hampir satu minggu ini dia tak ke sana.
Bukan karena dia ayah yang kejam, tapi dia pasti selalu menangis dan menyesali Lenita yang berakhir demikian mengenaskan.
‘Aku tak sanggup jika berlama-lama menjenguk Nita,’ batin Hartono sambil dia memandang ke depan, hamparan tanaman hijau membuat hatinya sejuk.
Kemudian, Juna muncul dari dalam, sudah berpenampilan rapi dan bersiap ke kantor.
“Tuh, kakak Juna sudah mau berangkat, Raf.” Wenti membahasakan untuk putranya.
“A—apa saya tidak merepotkan Bapak nantinya?” Velina masih melirik malu-malu ke Juna.Jantungnya kian berdebar kencang jika membayangkan dia bisa menggantikan posisi Lenita sebagai istri Juna. Berbagai khayalan memenuhi pikirannya.“Mana ada repot? Sama sekali tidak. Sudah kewajibanku memastikan semua karyawanku baik-baik saja selama mereka berada di dekatku.” Juna menambahkan.Ucapan Juna makin membuat Velina terkagum-kagum pada karakter Juna.‘Sudah ganteng, gagah, sukses, baik pula! Begitu kok istrinya selingkuh, yah? Kurang apa pak Juna ini, sih? Dasar istri tolol!’ umpat Velina di hatinya untuk Lenita.Setelah itu, otaknya justru memaparkan imajinasi liar andaikan Juna suaminya.“Vel, ke mana?” Juna mengulang pertanyaannya menjadi lebih singkat karena Velina tidak juga menjawab.Dia sampai melirik Velina untuk memastikan wanita itu baik-baik saja.“Oh! Eh! Ke halt
Kening Juna berkerut. Dia sembari mengelak dari terjangan Velina sehingga wanita itu tersungkur di lantai.‘Dia jelas diberi obat penggugah birahi.’ Hanya ini saja spekulasi di otak Juna setelah melihat kondisi Velina.“Pak … Pak Juna ….” Velina sudah bangkit berdiri dan bersiap menangkap tubuh Juna.Sayang sekali, Velina tidak sebanding dengan Juna. Dia gagal memeluk Juna yang berkelit lagi dan jatuh di kasur.“Hnnhh … Pak Juna … tolong aku … ini sangat … sangat tak enak ….” Velina sudah dalam kondisi kacau.Juna mendekat ke ranjang ruang VIP itu dan melihat sekretarisnya sudah basah oleh peluh dan air mata.“Pak Juna … tolong ….” Velina mengerang.Wanita itu sambil mengusap-usap bagian intimnya sendiri yang sudah tidak memiliki penutup sehelai pun. Kedua kakinya membuka lebar dan menampilkan ekspresi erotis.Apakah Juna mendekat hendak menyambut undangan dari Velina?Ketika tangan Juna terulur ke Velina, tangan itu ditangkap dan ditarik Velina kuat-kuat.“Tidak, Vel!” Juna menolak d
“Tak usah dijawab kalau kamu tak nyaman.” Juna tidak memaksa Velina harus menjawab pertanyaannya tadi.Kemudian, Juna mulai beranjak turun dari tempat tidur. Dia tak mengira yang namanya kelab malam, memiliki ruangan VIP yang tersedia untuk pasangan yang sedang birahi.‘Era ini sungguh unik!’ Demikian batin Juna saat dia berjalan menuju pintu.“P—Pak! Pak Juna!” Velina bergegas turun juga dari tempat tidur dan mengejar Juna.Tapp!Juna merasakan dirinya dipeluk dari belakang. Tanpa menoleh saja dia sudah paham siapa pelakunya.“Pak Juna, terima kasih. Sungguh aku berterima kasih ke Pak Juna yang telah melakukan ini. Pak Juna sudah menolongku. Terima kasih.” Velina memperat pelukannya.Juna hendak mengurai lengan Velina di pinggangnya, tapi lengan itu begitu gigih memeluknya.“Jangan, Pak. Biarkan dulu begini, saya mohon. Biarkan saya egois selama beberapa saat sebelum Bapak pergi.” Velina memohon.Karena sudah begitu, Juna pun diam, tidak melakukan apa pun, kecuali jika Velina lebih d
Juna terdiam sejenak mendengar pertanyaan dari ayah mertuanya.‘Aku sudah pernah membicarakan ini dengan Hartono atau belum, yah? Hgh, kenapa hal begini ditanyakan? Untuk apa?’“Jun?” Hartono memanggil menantunya yang tidak lekas menjawab.“Tumben Papa tanya begitu? Ada apa?” Juna tidak ingin langsung menjawab.Hartono masih terus menatap sang menantu yang sepertinya ingin membelokkan jawaban.“Papa merasa kamu sudah tidak mencintai Nita. Apa benar begitu? Apakah itu karena ada wanita lain?” Hartono langsung ke inti yang ingin dia sampaikan tanpa berbelit-belit.Setelah menarik napas panjang, Juna akhirnya menjawab, “Saat ini aku memang sedang dekat dengan wanita lain, Pa. Apakah itu sebuah masalah?”Bukannya Juna menantang Hartono dengan pernyataan itu. Dia hanya ingin mengetahui bagaimana pikiran Hartono mengenai apa yang dia sampaikan secara jujur.Kini giliran Hart
Juna tidak bisa menahan senyum ejekannya saat mendengar ucapan Robert. Pemuda itu mengancam hendak menjadikan dia perkedel? Serius?Melihat Juna menyeringai seperti mengejeknya, Robert kian emosi. “Kau! Apa maksudmu tersenyum begitu? Menghina? Kau tak percaya aku bisa membuatmu jadi perkedel?”Juna tak sempat menyahut karena Robert sudah lebih dulu mendorongkan tinjunya ke arah wajah Juna.Tapp!Juna dengan mudahnya menangkap tinju Robert tanpa kesulitan seakan dia sedang menangkap donat.“Hrkh?” Robert kaget dengan tindakan cepat Juna yang menangkap tinjunya.Tak ingin terlihat payah di depan pujaan hatinya, kali ini Robert menggunakan kakinya untuk memberikan tendangan.Dakk!Sayang sekali, rencana Robert berantakan karena tendangannya dipatahkan Juna dengan kaki pula.‘Sebenarnya bisa saja aku meremukkan tulangmu. Tapi apakah akan jadi masalah panjang kalau aku melukai anak mami seperti d
Juna tentu saja mendengar seruan itu.Tratt traatt traattt!Segera saja rentetan bunyi senapan otomatis membombandir pintu mobil bagiannya. Bunyinya mengerikan.Wuunngg!Di sebelahnya, sosok astral Nyai Wungu baru saja memberikan perisai gaibnya ke tubuh Juna sehingga dia tidak terkena rentetan peluru tajam yang dimuntahkan secara brutal ke dia.“Sialan kalian!” teriak Juna sambil dia menabrakkan mobilnya ke mobil penembak di sebelah kanannya. “Cari gara-gara denganku, hah?” serunya ke mereka.Dhuaakk!Bunyi benturan dua mobil terdengar di jalanan sepi itu. Setelahnya, terdengar bunyi keras mobil menabrak pembatas jalan, berputar di tempat sebentar sebelum berhenti.“Sekarang kalian!” teriak Juna sambil melihat dua mobil di belakangnya melalui kaca spion.Juna menginjak kopling tanpa mengurangi kecepatan, lalu menarik rem tangan kuat-kuat sambil membelokkan mobil ke kiri, kemudian menginjak pedal rem kuat-kuat sehingga itu menghentikan mobilnya setelah drifting sebentar sebelum berhen
Menghadapi pertanyaan polisi, Juna tidak kebingungan.“Oh, kebetulan saat ditembaki, aku melandaikan jokku sampai rebah. Atau bisa jadi karena material dalam mobilku memang luar biasa sampai tidak tembus ke diriku.” Juna berkelit dengan alasan.Nyai Wungu paham tanpa disuruh. Dia langsung membenarkan sisi dalam pintu mobil Juna yang tadinya berlubang menjadi normal seperti sedia kala, seakan di sana ada lapisan tahan peluru.Ketika polisi memeriksa sisi dalam pintu pengemudi, memang tak ada yang berlubang di sana. “Wah, benar-benar material mobil ini bagus!”Polisi satunya menimpali, “Aku tak menyangka mobil ini dilengkapi fasilitas tahan peluru juga! Aku harus membelinya bulan depan!”Kemudian, kedua polisi tadi juga menemukan dua mobil lainnya yang semua penumpangnya telah berguling-guling kesakitan di aspal, memegangi bagian tubuh dengan tulang yang tadi dipatahkan Juna.“Pak Polisi! Akhirnya kalian datang!” Salah satu dari mereka berteriak girang ketika melihat kedatangan polisi.
Juna berlagak polos. Padahal dia yakin, polisi tidak akan menangkap dia untuk alasan apa pun jika memang Hartono dan Rinjani sudah membuat mereka gentar.“O—oh, tentu saja tidak, Pak Juna!” Kepala polisi langsung yang menjawab pertanyaan Juna.Dari itu saja, anak buahnya paham apa yang harus mereka perbuat.“Kami sudah meminta anggota kami yang di rumah sakit untuk meminta keterangan dari orang-orang yang hendak mencelakai Pak Juna.” Salah satu dari polisi menimpali Juna.Yang lainnya juga mendekat usai dia memeriksa rekaman dashcam yang tadi diberikan Juna.“Dari rekaman dashcam, kami menemukan orang-orang di tiga mobil itu memang mengejar dan hendak melakukan upaya pembunuhan ke Pak Juna.” Polisi tadi berkata ke kepala polisi.Kepala polisi mengerutkan keningnya sambil mengangguk.“Pak Juna, apakah Anda memiliki musuh saat ini?” tanya kepala polisi.Tidak biasanya kepala polisi sudi ikut campur mengurusi tetek-bengek pertanyaan demikian. Namun, jadi berbeda jika ada Hartono dan Rinj