Home / Pernikahan / Suamiku Doyan Selingkuh / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Suamiku Doyan Selingkuh: Chapter 81 - Chapter 90

98 Chapters

#81. Pulang

Langkah Akbar begitu lebar ketika memasuki rumah sang ibu kandung. Ia tampak tergesa-gesa sampai tidak menyapa asisten rumah tangga dan security yang berpas-pasan dengannya, juga memberikan hormat padanya.“Fia sudah pulang ke rumah.” Suara Putri melapor padanya melalui telepon terngiang kembali.Tanpa berpikir panjang, Akbar segera menyalakan mesin motor menuju rumah ibunya.Rumah luas ini berhasil menghabiskan waktunya hanya untuk menuju kamar Fia, yang berada di ujung lantai dua.Akbar tidak langsung masuk ke kamar. Ia berhenti dulu di depan pintu, berdehem sesaat, lantas mengetuk pintu dalam tiga ketukan. “Fia, kamu di dalam?”Tidak berapa lama kemudian, pintu kamar terbuka dari dalam. Sosok Fia membuka pintu lebar-lebar. “Ada apa, Om?”“Kamu ....” Dari mana saja? Ingin sekali Akbar menyelesaikan kalimat tanya itu, namun bibirnya terasa kelu. Takut kalau suasana akan sangat canggung. “Kamu ... baik-baik aja, kan?”Fia mendelikkan bahunya. "Aku baik-baik aja. Memangnya kenapa?" tan
last updateLast Updated : 2023-09-14
Read more

#82. Kepo

“Lena ngga masuk hari ini,” lapor Ana kepada empat orang staffnya di pagi hari menjelang buka toko. “Kebetulan hari ini kuliah kosong, jadi nanti biar gue yang gantiin jadi kasir.” Wibawa sebagai owner Ana kelihatan kalau lagi begini.Tidak semua orang yang tahu bagaimana mengoperasikan komputer kasir. Hanya tiga orang saja, Lena, Diana, dan Efa. Iya, Efa. Kadang dia juga bantu-bantu kalau staff ada yang izin mendadak. “Okay, briefing-nya sampai sini dulu. Sekarang bersih-bersih menjelang satu jam lagi kita buka,” kata Ana mengakhiri briefing pagi hari ini seraya melihat jam yang melingkari pergelangan tangannya. Baru jam sembilan pagi. Masih ada satu jam lagi menjelang opening toko.Ana membuka salah satu folding gate biru tosca yang menutupi ruko miliknya. Baru membuka seperempat, ia dikejutkan oleh sosok yang duduk di kursi outdoor.Kedua ujung alisnya menyatu, dilanjutkan oleh hempasan napas pelan. “Ngapain pagi gini dia sudah datang?” gumam Ana keheranan.“Dari aku datang tadi,
last updateLast Updated : 2023-09-15
Read more

#83. Ayah Pengganti

Nisha berdiri menyender di tepi dinding sambil melihat Ana asyik mengepak paket untuk dikirim nanti malam. “Na, bukannya di sebelah staff kasir lagi off?” tanya Nisha.Ana menoleh sekilas. “Sejak kapan dia ada di sana?” gumamnya yang hanya dapat didengar staff butik yang berada dekat dengannya. Ana baru menyadari keberadaan kakaknya itu di sana. “Aman. Kan ada Efa.”“Terus, anak di bawah umur kamu pekerjakan?! Dasar!”Bukannya merasa bersalah, Ana malah terkekeh. Dia menoleh lagi teringat sesuatu. “O, ya! Kenapa ngga ditemenin tuh dua lelaki. Yang satu kayaknya nungguin Kakak dari tadi, lho.”Nisha mendelikkan bahu. Dia menghampiri Ana untuk duduk di sampingnya. Capek juga ngobrol cuma bisa mandangin punggung doang, ngga bisa lihat raut wajahnya.Staff Nisha agak menjauh setelah memberi ruang untuk atasannya itu duduk.“Males, ih. Ngapain juga?”“Lah, kok bisa-bisanya malas? Tadi Kakak sampe malu-malu gitu kayak abege tanggung baru kenal sama cowok,” ledek Ana.Nisha pun memukul pela
last updateLast Updated : 2023-09-17
Read more

#84. Delapan Bulan Kemudian

Delapan bulan kemudian...Akbar mendongakkan kepalanya untuk melihat dengan jelas tulisan La Na Restaurant. Bugenvil ungu dan pink menjadi atap lorong yang berujung pada pintu masuk. Dari tatanan gerbangnya yang begini sudah dapat diduga kalau tema desain restoran ini adalah taman tropis.Hanya beralaskan sendal, Akbar masuk ke restoran. Ia disambut oleh seorang waitress perempuan.“Selamat pagi. Ada yang bisa Saya bantu?” tanya waitress dengan tulisan Ema di nametag yang tersemat di dada kanannya.“Saya mau ketemu dengan Andreas.”“Kalau boleh tahu, hubungan Bapak dengan Chef Andreas?” tanya Ema hati-hati, tetap diikuti dengan senyuman.“Saya temannya dari Jakarta. Teman SMA-nya. Dia pasti tahu, bilang saja Akbar yang mencarinya,” jawab Akbar sangat percaya diri.“Baiklah. Kalau begitu, silakan duduk di sini....”“Saya duduk di bar saja,” pinta Akbar karena lebih enak mengobrol di sana daripada meja restoran. Lebih leluasa.“Oh, okay.” Ema mengantarkan Akbar ke meja bar. “Saya pangg
last updateLast Updated : 2023-09-18
Read more

#85. Keren Juga

“Ma, Efa pergi dulu. Assala ....”“Tunggu, Fa!” teriakan melengking Nisha sontak menghentikan langkah Efa meninggalkan rumah itu. Gadis remaja beranjak empat belas tahun itu sudah rapi dibalut seragam pramuka. Tidak lupa juga hijab coklat menutupi rambut panjangnya yang digelung.Sekedar informasi, Efa mengenakan hijab tidak hanya di sekolah saja. Tapi juga dalam kesehariannya.Diperintah Nisha? Tidak. Disuruh Firdaus? Impossible. Memangnya laki-laki satu itu pernah peduli dengan perkembangan anak-anaknya?! Efa mengenakan hijab atas kemauan dan inisiatifnya sendiri. Kejadian itu saat Efa masih kelas lima sekolah dasar. Sedari kecil selalu mengikuti apa yang dilakukan oleh Nisha, terutama dalam mengacaukan alat make-up ibunya.“Ma, Efa juga pengenlah pakai jilbab kayak Mama,” cetus gadis kecil itu suatu pagi tatkala dilihatnya sang ibunda tengah bersiap pergi kerja.Nisha menengok pantulan sang anak di cermin. “Kamu yakin, Fa? Karena hijab itu bukan sekedar aksesoris, lho, ya. Bisa
last updateLast Updated : 2023-11-04
Read more

#86. Jodoh Yang Tak Diinginkan

“Assalamu’alaikum.” Terdengar seruan dari sisi luar rumah.Nisha bersama anak, adik, dan kedua orangtuanya tengah berkumpul di ruang tengah sambil menonton televisi. Dua orang tua ini terpaksa mengalah pada dua anak dan cucu perempuan mereka yang memilih chanel televisi korea. “Ya?” Suara Mariya menyahut. “Siapa bertamu malam-malam begini?” tanyanya sambil meraih jilbab di pangkuan lantas menyarungkannya ke kepala.“Lihat aja dulu,” suruh Mahmud.Tanpa disuruh pun Mariya sudah pasti yang bukain pintu. Toh kedua anaknya yang melajang itu masih makan malam dengan mata tertuju ke televisi. Menganga menonton akting ... So Jong Ki? Song Jong Ki? Ah, itulah, pikirnya yang kesulitan menghapal nama asing itu.“Oh!” serunya kemudian seraya menepuk tangan satu kali. “Masuk, masuk!” suruhnya dengan deretan gigi yang terhampar jelas. Dia berdiri di samping sofa ungu berpadu kayu jati yang dicat putih itu.Ternyata yang datang tidak cukup duduk di sofa itu, sampai Mahmud mengambil kursi tambahan
last updateLast Updated : 2023-12-03
Read more

#87. Sang Penyelamat

“Nisha! Sini!” panggil lelaki yang rambutnya hampir memutih semua itu. Jemari Nisha kian kuat menggenggam pegangan tas tangannya. ‘Apalagi ini, Mak?’ Sejak menyadari hanya ada sosok lelaki itu di sana, Nisha tahu kalau sudah masuk ke jebakan Mariya. Dia yakin betul kalau dia feeling-nya tak akan salah.Nisha ingin sekali berbalik lantas mengambil langkah pergi, tapi entah kenapa wajah Mariya yang penuh amarah terlintas begitu saja diingatannya. Nisha tidak mau memulai pertengkaran lagi dengan Mak. Lelah sudah hatinya.Sambil menggigil menahan emosi, Nisha pun mengambil langkah ke arah meja tempat pria itu berada.Di balik kumis tipisnya, yang juga hampir memutih, pria itu tersenyum. “Silakan duduk dulu, Dek Nisha.”‘Hah?! Adek?! Ngga salah denger, nih?!’ Telunjuk kiri Nisha terangkat, lantas menggaruk bagian belakang telinganya yang mendadak terasa gatal. Ingin rasanya dia menimpuk pria itu dengan kotak tisu di atas meja ini.Nisha tidak langsung duduk. Dia menoleh ke kanan lalu ke
last updateLast Updated : 2023-12-14
Read more

Bab 88. Ruang

“Iya. Karena aku sudah menyelamatkan kamu dari, entah siapa bapak-bapak yang di dalam sana tadi.”“Okay, terima kasih. Udah?” Nisha berusaha menarik tangannya, tapi tak bisa. Genggaman Andreas terlalu kuat. Dia pun menghela napas, menatap ke arah lain, sebelum akhirnya kembali pada lelaki itu. “Lepasin. Saya harus pulang.”Andreas tersenyum. Matanya menatap jahil ke arah Nisha. “Dengan satu syarat.”“Syarat? Kenapa pakai syarat segala? Ini tangan Saya, hak Saya mau bebas dari genggaman kamu ini.” Nisha menggeram marah. Sorot matanya sangatlah tajam.“Barusan itu kamu mendapatkan bantuanku, sudah sepatutnya aku meminta imbalan, 'kan?”Dua ujung alis Nisha kian terpaut seiring tatapannya kian mengungkapkan kemarahan. “Ternyata kamu ngga setulus itu. Sudah aku duga, sih.”“Lagian, tuh bapak-bapak masih ngeliat ke arah sini. Kamu ngga takut kalau dia tahu kita hanya bersandiwara?”Nisha menoleh ke arah dalam restoran. Benar saja, Syahrul masih menjulurkan lehernya ke arah sini. Pasti masi
last updateLast Updated : 2023-12-15
Read more

# Bab 89. Pertengkaran VS Penyesalan

Sudah hampir satu bulan lamanya Mariya dan Nisha tidak bertegur sapa, sejak pertengkaran malam itu. Yang kena dampaknya bukan hanya Nisha, tapi juga Efa, Ana, dan Bahri yang ikutan tidak ditegur sama Mariya. Mereka bertiga ini hanya bisa memaklumi kekerasan kepala juga hati Mak.Nisha tidak berlama-lama nyuekin sang mama, hanya dua hari saja. Selebihnya, setelah hatinya sedikit merasa baik-baik saja, dia langsung menegur Mariya.Misalnya mau pergi atau pulang, Nisha tetap berpamitan dengan Mariya. Tapi, ya hanya didiamkan saja, sih, tidak ada tanggapan apa-apa. Nisha pernah membawakan martabak mesir kesukaan Mariya, ketika pulang dari butik. Senyumnya langsung mengembang saat melihat Mariya baru datang dari dapur, sepertinya mau kembali ke kamar. “Mak, ini ada martabak mesir,” ujar Nisha sambil menunjukkan plastik yang dibawanya.Mariya hanya melirik, lalu mengarah ke kamar mandi yang ada di dekat ruang tengah. Nisha masih sabar. “Mak, martabaknya Nisha taruh di dekat tivi, ya,”
last updateLast Updated : 2023-12-23
Read more

#Bab 90. Kehilangan Yang Sesungguhnya

Lain daripada biasanya, Vespa matic menemani Aksara pergi ke sekolah pagi ini. Warna pink fantanya sungguh kontraksi dengan tato di pergelangan tangan Andreas, yang memboncengi keponakannya itu.“Om, jangan bawa moge,” larang Aksa pagi tadi, pas sekali ketika Andreas baru sehabis memanasi motor dan mengelapnya selembut mungkin. Bagi Andreas, motornya juga harus sempurna karena mau ikut dengannya bertemu Nisha. Lubuk hatinya sangat yakin kalau hari ini mereka berjodoh untuk ketemu.“Lho, kenapa?”“Nanti susah parkirnya, terus, berisik juga,” jawab Aksa. Dan pergi begitu saja menuju kamarnya, tanpa peduli kalau sudah menyisakan tanya di benak Andreas.Namun ketika mendengar penjelasan Aksa selama perjalanan mereka, lenyap sudah rasa kesal Andreas. Yang ada hanyalah keinginan untuk sampai cepat di tujuan.Kertas minyak kuning tiga lapis yang dilekatkan di sebuah kayu yang tampak lembab karena embun pagi, tercagak pasrah di sisi kiri rumah berpagar besi dengan nuansa biru itu.Ada bebera
last updateLast Updated : 2023-12-28
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status