All Chapters of Menantu Pilihan Bukan Pemilik Hati: Chapter 141 - Chapter 150

228 Chapters

141. Palsu

“Bagaimana jika pada akhirnya saya tidak bisa membuktikan bahwa bukan saya yang melakukan hal itu kepada Putri Azalea, Nadina?” tanya Nadhif sembari memandang wajah istrinya. Nadina tampak menarik napas cukup panjang usai mendengar apa yang sang suami tanyakan. Tangannya perlahan mendekati tangan Nadhif dan meletakkan miliknya di atas. “Mas masih punya 30 hari. Jangan menyimpulkan sebelum waktu itu habis.” Nadina tampak memaksakan senyumnya pada Nadhif. “Kenapa ini harus terjadi? Semuanya sudah baik-baik saja selama ini dan kenapa tiba-tiba dia muncul kembali dengan tuduhan yang serius seperti ini?!” sergah Nadhif. “Mungkin kita masih harus menyelesaikan satu misi lagi. Nadina percaya pada mas, tetapi jika pun memang mas tidak bisa membuktikan, keputusan yang dibuat yang harus diikuti.” “Apa kamu benar-benar percaya jika itu bukan saya, Nadina?” Nadhif mendongakkan kepalanya memandang wajah Nadina yang sedikit menunduk. “Ya, Nadina percaya.” Wajah wanita itu jelas tak bisa berbo
Read more

142. Kurang 7 Hari

Dua puluh tiga hari berjalan tanpa adanya sesuatu yang jelas terkait apa yang terjadi malam itu. Rekaman CCTV koridor rumah sakit seakan menjadikannya bumerang. Ia tak begitu ingat apa yang terjadi malam itu. Entah apa yang terjadi, ia melupakan segala. “Apa yang kau lakukan malam itu, Nadhif! Berapa lama lagi kau mesti mencari buktinya?! Jika kau bukan pelakunya, bukti itu akan ada di mana-mana! Tapi mana?!” “Apa kau yakin malam itu kau benar-benar sadar?! Atau kau benar melewatkan satu jam itu?!” batin Nadhif sembari berusaha fokus dengan berkas-berkas di meja kantor umum. Sejak dua puluh hari keputusan itu ditetapkan, ia sama sekali tak bisa tidur dengan benar, ia terus mencemaskan semua bukti, Nadina, juga anaknya di dalam perut Nadina. “Kenapa aku terlalu baik padanya makam itu?! Jika aku tahu membawanya masuk ke dalam akan membuatku dituduh seperti ini, lebih baik aku meninggalkannya di kursi tunggu!” batinnya lagi. “Assalamualaikum, Mas Nadhif!” pekik Azalea lalu tersenyum
Read more

143. Kurang 1 Hari

Hari ke dua puluh sembilan. Nadina semakin meyakinkan dirinya, jika mulai besok malam ia harus berbagi suami dengan wanita lain yang juga tengah mengandung putra dari suaminya. “Apa kali ini aku salah telah percaya kepadanya? Apakah malam itu Mas Nadhif benar-benar telah melakukannya? Apakah ia melakukannya dengan sadar? Atau tidak? Tetapi apa pentingnya itu?” “Semua sudah terjadi. Bahkan hingga hari ini, Mas Nadhif tidak bisa membuktikan apapun. Semua yang dia katakan hanyalah pendapatnya tentang malam itu, bukan fakta dan buktinya.” Nadina menundukkan kepalanya dan menenggelamkannya di antara dua tangan yang berpangku pada lutut yang ia tekuk di atas ranjang. Aminah datang ke dalam kamar usai mengetuk pintu dan tak mendapat sahutan. Wanita paruh baya itu duduk di depan Nadina lalu mengelus tangan sang menantu pelan. “Umi! Kapan– kapan umi tiba? Maafkan Nadian, pasti Nadina melewatkan salam dari Umi!” pekik Nadina. “Bagaimana kabarmu, Nadina? Umi tak berani menemuimu sejak per
Read more

144. Dijemput

Di ruang keluarga dalem, Harun bersama Khoiri duduk di sebelah Nadina berhadapan dengan Ali dan Aminah. Keduanya tampak tengah diam membisu saat akhirnya Nadhif berjalan cepat memasuki dalem usai mendengar kabar kedatangan mertuanya.“Bapak, Ibu,” celetuk Nadhif sembari memandang kedua orang tua istrinya yang tampak merangkul putri mereka itu.Harun tampak bangkit lalu menghadap ke arah sang menantu meskipun jarak di antara mereka cukup terbentang sekarang. Pria paruh baya itu tampak memejamkan matanya sebentar sembari menarik panjang napasnya.“Bapak akan membawa pulang istrimu. Bapak tidak ingin putri bapak menjadi istri durhaka karena meninggalkan rumahmu tanpa izin. Jadi tolong izinkan Nadina pergi bersama kami.”Nadhif tampak cukup tercengang dengan apa yang Harun katakan terkait pernikahannya itu. Ia sedikit bingung mengapa Harun tiba-tiba membawa Nadina pulang. Ia takut jika mertuanya telah mengetahui masalah mereka.“Jika kamu bingung, bapak sudah tahu semuanya. Bapak tahu apa
Read more

145. Menikahi Wanita Lain

“Ada apa, Melati? Kenapa mencari saya?” tanya Nadhif sembari berjalan ke ruang keluarga dalem untuk menemui Melati. “Gus, saya baru dengar kabar jika Mbak Nadina pulang. Kenapa, Gus? Semua baik-baik saja ‘kan, Gus? Hari itu saya lihat Mbak Nadina sudah bahagia bersama semuanya. Ada apa lagi ini, Gus??” cecar Melati. “Maaf, saya tidak bisa menjelaskan semuanya Melati. Saya tidak ingin masalah keluarga semakin melebar. Sudah cukup banyak yang tahu, kamu pun tak perlu tahu dari saya. Saya cukup sibuk, maaf saya harus pergi.” Nadhif mengucapkan salam lalu langsung pergi meninggalkan Melati di ruangan itu. Merasa ada yang janggal, Melati segera pergi menemui kawan satu kamarnya. Ia merasa masalah kali ini jauh lebih berat hingga membuat Nadina yang dianggapnya sebagai kakak mesti hengkang dari pondok. “Melati! Kukira kau cukup dekat dengan Mbak Nadina! Rupanya kabar ini belum kau dengar?! Kemana saja kau hmm?!” sergah santriwati kawan sekamar Melati. “Yang benar saja. Aku pulang satu
Read more

146. Malam Itu

Nadina tiba-tiba melepas pelukannya dan mendorong Nadhif menjauh. “Mas kenapa di sini malam-malam? Mas harusnya ada di pondok. Mas kabur?” sergah Nadina menatap kelu sang suami. “Saya harus kemana jika bukan padamu, Nadina? Kita selalu melewati malam bersama ‘kan? Kenapa saya harus melewatkan malam ini tanpamu?” tutur Nadhif. “Mas! Adil, Mas! Istri mas bukan Nadina saja sekarang! Bagaimana mas bisa meninggalkannya di malam pernikahan kalian?!” Nadina membalik tubuh sang suami lalu mulai mendorongnya pergi. “Kita bicara besok saja! Mas pulang dan temani Putri Azalea. Akan menyakitkan untuknya karena mas tidak ada bersamanya sekarang,” ujar Nadina. “Saya tidak jadi menikahinya, Nadina. Sudah saya bilang bukan saya pelakunya. Dan Allah menunjukkan jalannya sendiri,” ujar Nadhif seketika membuat Nadina berhenti mendorong sang suami pergi. “Maksud, Mas? Bukannya mas sudah mengirim pesan itu sebagai tanda pernikahannya terjadi? Jangan berbohong, Mas!” bentak Nadina. “Saya tidak berbo
Read more

147. Balasan

Wajah Nadina mendadak menjadi pucat, rasa kecewa yang semula tergambar atas pernikahan kedua sang suami kini berubah menjadi rasa belas kasih kepada sang korban. “Gimana keadaan Azalea sekarang, Mas?! Apa semuanya baik-baik saja??” sergah Nadina sambil menatap manik mata sang suami. “Dia ada di rumah sakit sekarang, besok saja kita temui. Sekarang sudah malam, kamu juga harus beristirahat, Nadina.” Nadhif sedikit mengangguk kecik berharap sang istri menuruti perkataannya kala itu. “Sekarang saja, Mas! Nadina mau bertemu Azalea sekarang. Nadina mohon, sekarang saja, ya!” pekik Nadina sembari mencengkeram lengan pakaian Nadhif. Keduanya kini berada di sebuah ruangan tempat Azalea terbaring dengan beberapa alat terpasang di tubuhnya. Keadaannya tampak cukup parah hingga Nadina terlihat meneteskan air matanya. Tangan wanita itu kini hendak meraba perut Azalea, namun perkataan Nadhif menghentikannya. “Bayinya sudah tidak ada, Nadina. Azalea keguguran karena kecelakaan itu. Nyawa kand
Read more

148. Hari Kelahiran

Hari dimana Nadina diperkirakan melahirkan putra pertamanya semakin dekat. Namun wanita itu tak gentar untuk tetap mendatangi beberapa rumah santri yang telah lulus untuk menyampaikan beberapa hal kala itu. Nadina yang pergi bersama seorang sopir saja merasa sedikit was-was jika tiba-tiba ia merasakan sesuatu pada kandungannya. Namun kesibukan Nadhif tak bisa membuatnya meminta atau sekadar menuturkan keinginan untuk sang suami turut hadir. Saat Nadina hendak kembali ke mobil, perutnya mulai keram. Ia mulai merintih sakit hingga membuat sang sopir sedikit panik. Sayangnya, mobil mereka macet dan tak bisa segera menyala. “Biar saya bantu membawanya ke rumah sakit. Bapak hubungi saja suaminya untuk segera datang!” pekik seorang pemuda yang langsung membantu Nadina pindah ke mobil miliknya. Meskipun dalam rasa sakitnya, Nadina masih bisa melihat siapa pemuda yang membawa tubuhnya ke mobil kain. Ia sedikit menolak namun tak ada hal lain yang bisa dilakukannya. “Tolong percaya kepada
Read more

149. Tampak Berbeda

Nadina dan Nadhif dalam perjalanan menuju rumah sakit dan memutuskan untuk menginap di sana karena Nadina telah merasakan beberapa hal pada kandungannya. Nadhif dengan sigap membantu Nadina masuk ke mobil usai semua perlengkapan ia letakkan di kursi belakang. Hari itu, sebelum berangkat, Nadhif tampak memandang lama wajah Nadina yang tampak kebingungan karena ditatap lama oleh sang suami. “Ehm, ada apa, Mas? Nadina jadi canggung karena mas menatap seperti itu,” lirih Nadina tampak malu-malu. Nadhif meletakkan tangannya di atas tangan Nadina yang tengah mengelus pelan calon putri mereka. “Terima kasih sudah menjadi yang terbaik dalam hidup saya, Nadina. Apapun yang terjadi, kamu harus bahagia. Semoga setelah ini hanya kebahagiaan yang datang kepadamu, Sayang.” Nadhif lanjut mengecup bibir Nadina. Selama sekian detik itu, Nadina merasakan ada sesuatu yang aneh pada sang suami. Nadhif memang kerap menunjukkan cintanya, namun kali ini hatinya berkata lain. Seolah ada sesuatu yang men
Read more

150. Jatuh

Dokter segera membawa Nadhif keluar ruang bersalin sementara Nadina tampak panik namun tak bisa turut mengejar sang suami. Beberapa detik kemudian, ia jatuh pingsan. Nadina terbangun di ruang inap yang sunyi saat itu, saat dirinya menoleh ke samping dilihatnya Khoiri tengah menahan tangisnya. Teringat kembali pada sang suami, Nadina segera bangkit dan menghampiri Khoiri meskipun keadaannya belum cukup stabil. “Ibu,” lirih Nadina. “Nak, kamu sudah sadar. Jangan banyak bergerak dulu ya, Sayang! Kondisimu masih kemah, butuh banyak istirahat,” tutur Khoiri berusaha menuntun Nadina kembali. “Mas Nadhif di mana, Bu? Tadi mas pingsan, Nadina mau melihat Mas Nadhif. Ibu antar Nadina, ya!” pekik Nadina sembari memutar dirinya memeriksa sekitar. “Istirahat saja dulu ya, Sayang! Kamu masih lemah,” tutur Khoiri sambil kembali terisak. “Ibu, ibu kenapa nangis? Nadina baik-baik saja! Nadhin juga sudah lahir! Mas Nadhif juga baik-baik saja. Jangan membuat Nadina takut dengan tangisan ibu, ya!”
Read more
PREV
1
...
1314151617
...
23
DMCA.com Protection Status