Semua Bab Tukang Bakso Jadi Miliarder: Bab 61 - Bab 70

97 Bab

61-Hampir Saja

Rezza duduk di kursi tua yang berderit, tatapan matanya tajam seperti mata elang yang mengawasi mangsanya. Di hadapannya, Desy terbaring lemah, napasnya tersengal, tubuhnya bergetar. Cahaya lampu yang redup menyoroti wajahnya yang basah oleh keringat dan air mata."Akhirnya, Desy..." Rezza berbisik, nyaris seperti mendesis. "Akhirnya kau di sini, di tempat yang seharusnya."Desy sudah tersadar dari pingsannya dan mencoba bergerak, tapi tubuhnya terlalu lemah. Sejenak, dia mengutuk dirinya sendiri karena telah mempercayai Rezza. Laki-laki yang dulu dia anggap telah berubah baik, tempatnya berbagi cerita, kini menunjukkan wajah aslinya.Ada sesuatu yang dingin dan kejam dalam tatapan Rezza, sesuatu yang membuat bulu kuduknya meremang."Kau tahu, selama ini aku bersabar," lanjut Rezza dengan suara rendah. "Aku menunggumu, memberi waktu untukmu menyadari bahwa aku adalah satu-satunya yang pantas untukmu."Desy menggeleng lemah. "Rezza, kau salah... Aku tidak pernah melihatmu seperti itu.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-30
Baca selengkapnya

62-Pulang

Darah mengalir dari sudut bibir Reza saat ia mencoba berdiri, kedua tangannya bertumpu pada lantai dingin yang berlumuran keringat dan luka. Pandangannya kabur, namun semangatnya belum pudar. Ia menggertakkan giginya, menahan sakit yang menusuk di setiap persendian tubuhnya.Di depannya, Pak Arif berdiri dengan wajah tegas, napasnya masih teratur meskipun baru saja memberikan serangkaian pukulan yang brutal. Matanya yang tajam menatap Reza, penuh dengan kebencian rasa kesal, serta dengan kekecewaan yang mendalam.Reza mengepalkan tangannya, jari-jarinya bergetar akibat lelah yang teramat sangat. "Aku tidak akan menyerah," gumamnya dengan suara parau. Ia berusaha bangkit, namun sebelum tubuhnya bisa tegak sempurna, sebuah tendangan keras menghantam perutnya."Ugh!" Reza terhuyung ke belakang, tubuhnya limbung sebelum akhirnya jatuh tersungkur. Pandangannya semakin gelap, kesadarannya perlahan terkikis oleh rasa sakit yang membuncah. Satu tarikan napas terakhir terasa berat sebelum akhi
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-31
Baca selengkapnya

63-Pahitnya Cinta

Desy menatap layar ponselnya yang gelap, jari-jarinya gemetar di atas layar. Sudah tiga hari sejak ia memblokir Reza dari semua media sosial, tiga hari sejak ia menghapus semua kenangan digital tentangnya, tiga hari sejak ia memutuskan hubungan yang selama ini begitu disayanginya.Namun, hatinya terasa hampa. Seakan-akan ia baru saja mencabut sepotong besar jiwanya dan membuangnya entah ke mana.Desy mencintai Reza, tak pernah ada keraguan soal itu. Tapi mencintai seseorang yang hampir menghancurkannya adalah hal yang tak bisa dipertahankannya lagi. Malam itu masih menghantui pikirannya, saat Reza nyaris merenggut kehormatannya di pondok di pinggir kota itu.Ia masih bisa merasakan ketakutan yang membekukan tubuhnya, desakan kasar yang memaksanya melawan, dan detik-detik di mana ia merasa tak berdaya. Jika bukan karena Pak Arif, ayah angkatnya, yang tiba tepat waktu, ia tak tahu apa yang akan terjadi padanya.Sejak malam itu, Desy tak bisa lagi melihat Reza sebagai seseorang yang pern
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-01
Baca selengkapnya

64-Buruan

Langit di atas kota tampak muram sore itu, seakan ikut merasakan ketegangan yang mengendap di hati Ghenadie. Ia melangkah ke dalam kantor dengan pikiran bercabang, mengingat peringatan yang Pak Anton berikan padanya pagi tadi."Jalankan pekerjaan seperti biasa, tetapi tetaplah waspada," pesan Pak Anton terngiang di benaknya."Pak Budi dan Joko yang seharusnya di penjara, sekarang entah berkeliaran di mana. Mereka memiliki perlindungan dari orang-orang yang seharusnya menegakkan hukum. Uang dan kekuasaan adalah tameng mereka."Ghenadie meneguk napas dalam-dalam. Ia tahu dunia tidak adil, tapi kenyataan ini terasa lebih menyakitkan saat ia harus berhadapan dengannya kenyataan.Pak Budi dan Joko bisa saja suatu saat, datang untuk bertindak kejam karena apa yang mereka mau. Makanya pak Anton meminta kepada Ghenadie lebih mengintensifkan latihan bela dirinya.Ghenadie sangat menghargai prinsip Pak Anton, ayahnya. "Hidup jujur dan jangan sekali pun tunduk pada kejahatan," pesan itu bagaika
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-02
Baca selengkapnya

65-Bayang-Bayang Musuh Tak Terlihat

Ghenadie duduk bersila di atas tikar pandan, matanya menatap tajam ke wajah Okok Keang yang duduk di depannya. Mereka sudah berbicara cukup lama, membahas berbagai teknik bertahan hidup dari serangan mendadak.Meskipun Ghenadie baru beberapa bulan menjadi muridnya, kemampuannya berkembang dengan pesat, melampaui ekspektasi Okok Keang."Kau memang cepat belajar," ujar Okok Keang, matanya menyipit seolah menilai sesuatu yang tak terlihat."Bahkan beberapa muridku yang sudah bertahun-tahun berlatih tidak bisa mencapai level sepertimu dalam waktu sesingkat ini."Ghenadie tersenyum tipis, tapi ada ketegangan di balik senyumannya. "Aku hanya melakukan apa yang Guru ajarkan dengan sungguh-sungguh. Lagipula, situasi saat ini tidak membiarkanku bersantai."Okok Keang mengangguk pelan. "Ancaman dari Pak Budi, Joko, dan Reza?""Ya," jawab Ghenadie sambil mengepalkan tangannya. "Mereka semakin berbahaya. Aku bisa merasakannya.""Dan itu alasan mengapa kau harus lebih siap," Okok Keang mencondongk
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-02
Baca selengkapnya

66-Ilmu Rahasia

Ghenadie menghela napas dalam. Keringat membasahi dahinya. Ia menatap Okok Keang, gurunya, yang berdiri dengan kuda-kuda siap menyerang."Apakah benar-benar ingin membunuhku, Guru?" tanya Ghenadie dengan suara bergetar.Dia sama sejali tidak pernh mengira, jika gurunya ini tiba-tiba bisa menyerang nya tanpa peringatan. Untunglah gerakan tubuhnya cukup lincah menghindari serangan gurunya yang mematikan itu.Okok Keang tidak menjawab. Dalam sekejap, ia melesat maju, mengayunkan serangan mematikan. Ghenadie nyaris tak sempat menghindar. Pukulan itu menghantam udara kosong, tapi anginnya saja sudah cukup untuk mengguncang tubuh Ghenadie."Ini adalah ujian terakhir," kata Okok Keang dingin. "Jika kau ingin menjadi penerusku, kau harus bertahan hidup."Memang selama ini Okok Keang memang belum ada menetukan diantara murid-mudirnya menjadi penerusnya, bahkan Desdy yang paling lihaipun tidak dia tunjuk sebagai penerusnya.Bukan karena dia perempuan, di mata Okok Keang tidak ada diskriminasi a
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-03
Baca selengkapnya

67-Ilmu Rahasia Titisan

Ghenadie tahu ia tak punya waktu untuk memahami ilmu di gulungan itu. Satu-satunya cara bertahan adalah mengandalkan insting dan kenangan akan latihan yang diberikan Okok Keang. Dengan sisa tenaga, ia mencoba menahan serangan Klan Serigala Hitam.Puluhan anggota klan mengepungnya, mata mereka berkilat liar dalam bayangan malam. Dengan cepat, mereka meluncurkan serangan bertubi-tubi. Ghenadie menangkis dan menghindar sebaik mungkin, namun jumlah mereka terlalu banyak."Kau sudah tamat, bocah!" seorang pria bertubuh kekar mengayunkan pedangnya ke arah Ghenadie.Ghenadie berusaha menahan serangan itu dengan pedangnya sendiri, namun kekuatan lawannya membuatnya terlempar ke belakang. Napasnya tersengal, lututnya bergetar menahan rasa sakit."Aku tidak bisa... aku tidak cukup kuat..." pikirnya.Tapi kemudian, ingatan tentang Okok Keang terlintas di benaknya. Gurunya yang sudah tiada baru saja menunjukkan ilmu rahasia sebelum menghembuskan napas terakhir.Tanpa berpikir panjang, Ghenadie me
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-04
Baca selengkapnya

68-Pindah Ke Rumah pak Anton

Pak Anton duduk di belakang meja kantornya, matanya menatap tajam ke arah Desy yang berdiri di depannya. Wajahnya tegang, napasnya berat, seolah dunia runtuh perlahan di sekelilingnya."Desy," ucap Pak Anton pelan namun tegas, "aku ingin kamu pindah ke rumahku."Desy mengerutkan dahi, terlihat bingung. "Maaf, Pak? Maksudnya... pindah ke rumah Bapak?""Ya," jawab Pak Anton tanpa ragu. "Rumahku memiliki sistem keamanan penuh. Semua pintu dan jendela dikunci secara elektronik, hanya bisa dibuka dengan sidik jari dan pemindai wajah. Bahkan security rumah tak bisa membukanya tanpa identitasku."Desy terdiam, berusaha memahami maksud dari pernyataan itu."Saya tidak mengerti, Pak. Apakah ini ada hubungannya dengan Ghenadie?""Sekarang dia hilang lagi." Suara Pak Anton lirih namun sarat emosi. "Aku tak bisa percaya siapa pun, bahkan aparat hukum yang seharusnya menjamin keadilan. Mereka tidak menyentuh Pak Budi, padahal aku sudah memberikan bukti."Pak Anton telah mengerahkan segala koneksi
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-04
Baca selengkapnya

69-Topeng di Balik Wajah

Hening malam menyelimuti markas rahasia kelompok Pak Anton. Di sebuah gudang bawah tanah di bawah rumah pak Anton yang serba elektronik dan pakai teknologi tinggi, lampu redup menggantung dari langit-langit yang penuh debu.Di dalamnya, enam orang duduk melingkar di depan monitor besar, wajah mereka sudah tertutup masker silikon ultra tipis yang membuat mereka tampak seperti sosok-sosok lain yang tak dikenali.Topeng itu bukan sekadar penyamaran. Ini adalah hasil dari teknologi modifikasi wajah termutakhir, hasil kerja sama diam-diam dengan seorang ahli bio-teknologi yang sudah muak melihat hukum tak ditegakkan.Bentuknya menyatu dengan kulit, merespon gerakan otot, bahkan berkeringat seperti kulit manusia biasa.Pak Anton berdiri di tengah ruangan, tatapannya menajam ke arah layar yang menampilkan diagram hubungan antar oknum yang terlibat. Ada wajah-wajah yang tak asing: hakim tinggi, perwira polisi, seorang kolonel, dan jaksa senior.Jaringan mereka menjalar seperti akar pohon tua
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-05
Baca selengkapnya

70-Operasi Kiamat - Sasaran Pertama

Langit Jakarta tampak suram sore menjelang malam itu. Awan kelabu menggantung seperti ancaman yang tak terlihat. Empat orang sedang bersiap-siap melakukan aksi mereka sore ini.Operasi Kiamat segera dimulai."Semua unit, status?" tanya Pak Anton, suaranya tenang tapi tegas. Dia duduk di depan panel kendali yang penuh dengan lampu-lampu kecil dan peta digital."Siap di posisi," jawab Desy melalui earphone-nya. Ia sedang berada di dalam mobil hitam yang diparkir tak jauh dari kantor kejaksaan, menyamar sebagai jurnalis jalanan."Target belum keluar dari gedung. Aku masih menunggu," kata Pak Arif yang berdiri santai di sudut trotoar, menyamar sebagai pedagang koran.Ghenadie, sang eksekutor, tak berbicara sepatah kata pun. Ia hanya menyesuaikan sarung tangannya dan menatap lurus ke arah pintu keluar gedung tempat jaksa itu bekerja.Wajahnya dingin. Tatapannya kosong.Ghenadie yang sekarang bukan lagi Ghenadie yang dulu.Dulu ia hanyalah seorang tukang bakso, kemudian di ketahui adalah pu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-05
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status