Semua Bab Tukang Bakso Jadi Miliarder: Bab 81 - Bab 90

97 Bab

81-Duri Dalam Daging

Malam itu hujan turun perlahan, seperti tetes-tetes luka yang tak kunjung sembuh di hati Desy. Ia duduk di ruang tamu rumah mereka Ghenadie, sebuah tempat yang terasa terlalu sunyi untuk menampung begitu banyak rahasia.Aroma kayu manis dari lilin aroma terapi melayang samar di udara, tak cukup kuat untuk mengusir hawa dingin yang merayap dari dalam dada mereka masing-masing.Di layar ponsel Desy, berita kematian Reza dan Joko menyebar cepat. Dua pria itu ditemukan di tempat yang sama, pasar malam tempat nongkrong, dengan kondisi jantung mereka seolah pecah dari dalam, tanpa bekas luka luar sedikit pun.Desy menatap layar dengan tangan gemetar, lalu mengangkat wajahnya menatap pria di depannya. Ghenadie duduk tenang, seolah berita itu hanya angin lalu. Tapi Desy tahu, ia tahu betul siapa Ghenadie sebenarnya.“Kamu… kamu membunuh mereka?” tanya Desy dengan suara nyaris berbisik.Matanya tak berkedip, jantungnya berdetak cepat, tak jauh berbeda dari korban yang kini terbujur kaku di dal
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-13
Baca selengkapnya

82-Setelah Kegelapan Itu

Hening. Putih. Bau obat-obatan. Suara detak mesin monitor.Ghenadie membuka mata perlahan. Cahaya lampu menyilaukan pandangannya. Tenggorokannya kering, lidahnya terasa pahit. Saat mencoba menggerakkan tangan, hanya gemetar kecil yang ia rasakan.“Ghenadie?” suara berat dan hangat itu terdengar, samar, seperti gema dari masa lalu.Ia menoleh perlahan. Sosok berjubah putih berdiri di samping ranjang, memegang tangan kirinya dengan mata berkaca-kaca.“Pak… Anton… Ayah?” gumam Ghenadie pelan.Pria itu, ayah kandungnya, mengangguk, tersenyum lega. “Kau akhirnya bangun, Nak. Hampir setahun kau koma.”“Setahun?”Hati Ghenadie seperti diremukkan oleh kenyataan. Ingatannya berloncatan liar: ledakan, darah, Desy menangis, mantra gaib, Joko terlempar dari atap, Reza menjerit, Pak Budi terbakar hidup-hidup.Namun, semua itu kini terasa… jauh. Seperti mimpi.“Perusahaan kita… sudah kita rebut lagi, ya, Pak? Joko sudah mati, kan? Dan Desy… dia selamat? Kita… kita mau menikah waktu itu…”Pak Anton
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-13
Baca selengkapnya

83-Mimpi Itu Bukan Sekadar Mimpi

Sudah tiga bulan sejak Ghenadie keluar dari rumah sakit. Tubuhnya belum sepenuhnya pulih, tapi pikirannya justru terasa lebih hidup dari sebelumnya.Ia menulis setiap hari tentang mimpinya, tentang dunia penuh darah, sihir, dan pengkhianatan yang ia alami selama koma. Tapi seiring tulisan itu berkembang, sesuatu yang aneh mulai terjadi.Pagi itu, Ghenadie duduk di ruang kerjanya, menyeduh kopi sembari membuka laporan internal perusahaan yang dikirimkan secara rutin oleh sekretaris ayahnya. Di halaman ketujuh, matanya terpaku pada sebuah angka. Ada selisih besar dalam laporan pengeluaran biaya promosi."Ini... tidak masuk akal," gumamnya.Ia membuka kembali catatan mimpi yang ia tulis beberapa minggu lalu. Dalam dunia bawah sadarnya, ia pernah ‘mengadili’ Pak Budi karena terbukti menggelapkan dana perusahaan bersama keponakannya, Joko.Kini, angka itu seperti bukti nyata bahwa cerita itu bukan hanya mimpi. Seakan garis tipis antara dunia tidur dan bangun mulai pudar.Malam itu, Ghenadi
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-14
Baca selengkapnya

84-Lambatnya Keadilan

Sudah sebulan sejak rapat darurat itu. Pak Budi dan Joko telah dinonaktifkan dari perusahaan, seluruh akses mereka ke sistem internal dicabut, dan semua berkas serta rekaman suara sudah diserahkan ke pihak berwajib.Ghenadie menyangka proses hukum akan berjalan cepat. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Cuma sekarang dia punya kawan, karena Hana sekaarang di rekrut jadi pegawainya.Setiap kali Ghenadie menghubungi penyidik, jawabannya selalu sama, “Kami masih dalam tahap verifikasi,” atau “Kami butuh waktu karena ini melibatkan audit keuangan lintas tahun.”Bahkan ada satu panggilan dari kantor polisi yang berakhir dengan nada bicara menggantung.Hana menutup telepon dengan geram. “Ini sudah keterlaluan. Bukti lengkap, saksi ada, tapi mereka terus menunda.”Ghenadie menatap jendela ruang kerjanya. Hujan turun deras siang itu. Udara dingin, tapi bukan karena cuaca. Tapi karena firasat buruk yang terus menghantuinya.“Dalam mimpiku... keadilan juga lambat. Bahkan tak pernah datang. Kar
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-15
Baca selengkapnya

85-Bayang-Bayang di Balik Hukum

Ghenadie menatap layar laptopnya yang menampilkan salinan laporan resmi yang ia serahkan dua bulan lalu. Semua bukti sudah ia lampirkan. Video rekaman, dokumen transaksi gelap, bahkan kesaksian karyawan internal yang bersedia menjadi whistleblower.Namun semuanya... lenyap. Tidak ada tindak lanjut. Tidak ada penyelidikan. Tidak ada kabar.Selembar surat dari kejaksaan yang hanya berisi satu kalimat pengembalian dokumen membuat dadanya terasa sesak.“Laporan Anda tidak memenuhi unsur pidana.” Singkat, dingin, seakan tak pernah terjadi apa-apa.Ia bangkit dari kursi, lalu berjalan ke jendela ruang kerjanya. Kota terlihat damai dari lantai delapan kantor pusat perusahaannya.Tapi ia tahu, di balik gedung-gedung tinggi dan jalanan yang sibuk itu, para pemangku hukum sedang mempermainkan segalanya. “Sia-sia...” gumamnya lirih. “Semua jalur hukum ini... sia-sia.”Ia menekan nomor ayahnya. Panggilan tersambung. “Ayah, kita harus bicara lagi. Segera.”Suara dari seberang terdengar ber
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-16
Baca selengkapnya

86-Pernikahan yang Tertunda

Dua minggu kemudian, persiapan keberangkatan pun dilakukan. Tapi Ghenadie menyimpan satu rencana terakhir. Ia ingin menikah sebelum pergi.Perempuan cerdas yang ditemukan Ghenadie beberapa bulan ini. Mereka bertemu dalam sebuah forum diskusi yang membahas tentang etika hukum dan bisnis.Ghenadie datang karena rasa ingin tahunya tentang sistem hukum yang kerap dimanipulasi. Hana hadir sebagai salah satu panelis muda, mewakili kelompok advokat HAM independen.Sejak itu, mereka sering bertemu lagi, kadang dalam forum debat, kadang dalam diskusi-diskusi kecil di kafe kampus, dan kadang karena Ghenadie butuh teman bicara.Hana jadi tempat Ghenadie mencurahkan keresahan, tentang bisnis keluarganya, tentang pengkhianatan pak budi dan keponakannya Joko, tentang ketakutannya akan menjadi bagian dari sistem yang ia benci.Awalnya semua berjalan biasa. Hana mendengarkan dengan kepala dingin, kadang menyela dengan kritik tajam, kadang menantangnya dengan pertanyaan filosofis yang membuat Ghenadie
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-16
Baca selengkapnya

87-Perjalanan yang Tak Terduga

Pesawat berbadan besar itu perlahan mengangkat tubuhnya dari landasan, menembus langit biru menuju benua jauh di selatan. Di balik jendela kecil kelas satu, Ghenadie duduk dengan pandangan kosong menatap awan yang menggumpal seperti kapas.Australia, benua yang ia pilih bukan tanpa alasan. Luas, sunyi, dan baginya, penuh kemungkinan. Ia sudah terlalu lama hidup dalam keramaian penuh kepalsuan.Dunia bisnis yang keras, hubungan kekeluargaan antara karyawan yang penuh tekanan, dan kota yang tak pernah tidur. Ia ingin menghilang atau lebih tepatnya, menemukan dirinya kembali.Namun perjalanannya bukan semata-mata pelarian. Ada sesuatu yang menuntunnya ke sana, entah mimpi, entah takdir. Ia hanya tahu, ia harus pergi.Baru saja ia hendak memejamkan mata, sebuah keributan kecil terdengar dari lorong pesawat tak jauh dari tempat duduknya."Waduh, pak …! Apa tidak bisa lihat? Barang Bapak kan terlalu besar! Ini mengganggu orang lain!"Ghenadie menoleh. Seorang pria bertubuh besar dan berwaja
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-17
Baca selengkapnya

88-Langkah Awal

Musim semi menyelimuti Sydney dengan suhu hangat yang lembut. Udara segar, langit biru bersih, dan aroma laut yang samar membuat setiap pagi terasa seperti lembaran baru dalam hidup Ghenadie.Tujuh hari bersama Liana telah menyisakan jejak yang sulit dihapuskan. Tapi semua harus kembali pada kenyataan. Liana harus kembali bertugas, dan Ghenadie… harus mulai membangun sesuatu.Ia tidak melupakan Hana, tetapi sudah beberapa kali dia menghubungi Hana, tetapi gadis itu ttidk pernah membaalasnya atau mengangkat telponnya. Ghenadie hanya curiga saja gadis itu kehilangan ponsel.Ia duduk sendiri di sebuah kafe pinggir pelabuhan Darling Harbour, menatap laptopnya dengan layar kosong. Sudah beberapa jam ia hanya menatap layar, jari-jarinya enggan bergerak.“Mau kopi lagi, sir?” tanya pelayan ramah.“Ya, satu cappuccino. Terima kasih.”Langkah awal selalu yang paling sulit. Bukan karena dia tidak tahu caranya, Ghenadie pernah membangun divisi dari nol, pernah mengelola proyek lintas negara.Tap
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-18
Baca selengkapnya

89-Gunung Tak Bernama

“Aku tidak minta jawaban sekarang. Aku hanya ingin kau tahu, bahwa setiap langkahku di sini, kamu ada di dalamnya.”Kata-kata itu masih terpatri di benak Liana. Ia mengulangnya dalam pikirannya berkali-kali, seolah menjadi doa yang terucap diam-diam di antara keramaian kabin pesawat.Dua bulan telah berlalu sejak Ghenadie mengucapkan kalimat itu di café kecil di Sydney. Dua bulan penuh kebingungan, ragu, dan diam.Sekarang, takdir mempertemukan mereka lagi. Bukan di bawah langit biru Australia, tapi di ketinggian 35.000 kaki di udara. Sebuah kebetulan yang terlalu mustahil jika hanya disebut kebetulan.Ghenadie sebenarnya pulang mau mencari Hana dan memastikan keberadaan gadis itu. Juga mau bicar dengan ayahnya secara langsung tentang rencananya di Australia itu.Liana, yang bertugas sebagai pramugari di penerbangan itu, tak tahu harus bersikap seperti apa saat melihat Ghenadie masuk ke dalam kabin dengan senyum tipis."Hei..." Ghenadie menyapa pelan saat ia melihat Liana menyambut pe
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-19
Baca selengkapnya

90-Ditemukan Tim SAR

Liana menggenggam tangannya. Hangat. Nyata. Di tengah hutan dan gelap malam, mereka punya satu sama lain.Karenaa Hana tidak bisa dihubungi, sementar dia sekarang berama Liana, Ghenadie berpikir, adalah kehendak semesta dia bersama dengan Liana sekarang.Waktu terus berjalan. Minggu demi minggu. Liana mulai batuk. Awalnya ringan. Tapi makin hari makin parah. Ghenadie mencoba segala cara, merebus daun-daun hutan sebisanya, mencarikan air bersih lebih banyak, bahkan mencoba membuat ramuan dari tanaman liar.Tapi kondisi Liana memburuk.Suatu pagi, saat kabut belum sepenuhnya mengangkat dari tanah, Liana tergeletak lemas. Ghenadie duduk di sampingnya, memegangi tangan yang semakin dingin."Ghen..." suara Liana nyaris tak terdengar."Ya, aku di sini," Ghenadie membelai rambutnya yang kusut."Aku... menyesal," kata Liana pelan."Jangan begitu. Kamu nggak salah apa-apa.""Aku... harusnya bilang dari awal. Harusnya aku jawab waktu kamu bilang itu...""Aku tahu," Ghenadie menahan tangis. "Dan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-19
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status