Home / Urban / Tukang Bakso Jadi Miliarder / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Tukang Bakso Jadi Miliarder: Chapter 21 - Chapter 30

97 Chapters

21-Keputusan Besar pak Anton

Pak Anton menghembuskan napas panjang, tangannya mengepal di atas meja kayu yang usianya mungkin lebih tua dari dirinya sendiri. Matanya menatap kosong ke arah Desy dan Ghenadie yang duduk di depannya.Ruangan ini masih sama seperti beberapa bulan lalu sebelum mereka semua berada di ruang bawah,sewaktu itu mereka meledakan rumah karena melihat pak Budi dan rombongannya mengintai mereka, yaitu orang yang selama ini dianggapnya sebagai tangan kanan sekaligus sahabat.Tapi sekarang, semuanya telah berubah.Besok mereka harus kembali ke perusahaan. Itu satu-satunya pilihan. Perusahaan itu adalah hasil kerja kerasnya selama puluhan tahun.Pak Anton melirik jam dinding yang berdetak pelan. Pukul dua dini hari, dan dia masih terjaga, pikirannya dipenuhi rencana.Pak Budi pasti telah melakukan banyak hal selama mereka terkurung.Ia mengepalkan tangannya lebih erat.“Besok kita ke perusahaan.” Suaranya tegas, nyaris tanpa keraguan.Desy, wanita muda berambut sebahu dengan wajah penuh ketegasan
last updateLast Updated : 2025-03-01
Read more

22-Melapor Ke Aparat Hukum

Pak Anton memasuki ruangannya dengan langkah hati-hati. Ghenadie dan Desy mengikutinya dari belakang, mata mereka waspada menyapu setiap sudut ruangan.Begitu mereka masuk, mereka terkejut melihat keadaan kantor yang telah berantakan. Laci-laci meja terbuka, lemari dokumen kosong, dan beberapa berkas berserakan di lantai.“Untung pak Budi tidak menepati kantor,” gumam pak Anton di dalam hati. Sehingga mereka bertiga bisa masuk ke sini tanpa ketahuan."Tapi sepertinya mereka sudah menggeledah tempat ini," gumam Ghenadie sambil mengepalkan tangannya. "Tapi apa mereka menemukan sesuatu yang penting?"Pak Anton menghela napas lega setelah melihat dinding tempat rahasianya masih utuh. Dengan cepat, ia berjalan ke sudut ruangan, meraba permukaan dinding kayu di dekat rak buku.Jari-jarinya menemukan sebuah tonjolan kecil yang tidak menarik, lalu ia menekannya. Sebuah panel kecil terbuka, memperlihatkan sebuah berkas tebal yang tersembunyi di dalamnya."Syukurlah, masih ada," kata Pak Anton
last updateLast Updated : 2025-03-03
Read more

23-Diikuti

Hujan rintik-rintik turun membasahi aspal jalanan kota. Ghenadie mengemudikan mobil dengan tenang, sementara Desy duduk di sampingnya dengan wajah penuh kegelisahan. Di kursi belakang, ayah Ghenedie, Pak Anton, menggenggam ponselnya erat, bersiap jika keadaan memburuk."Pak, bagaimana kalau mereka sudah menyuap semua pihak berwenang?" tanya Desy, suaranya bergetar.Pak Anton menarik napas dalam. "Aku masih punya beberapa teman yang bisa dipercaya. Tapi kita harus cepat. Jika Pak Budi sudah menggerakkan aparat, maka waktu kita tidak banyak."Sambil terus menyetir, Ghenadie melirik kaca spion. Matanya menyipit curiga saat melihat sedan hitam yang melaju dengan kecepatan stabil di belakang mereka. Mobil itu sudah ada di sana sejak mereka meninggalkan kantor Pajak."Aku tidak suka ini," gumamnya.Pak Anton, yang juga memperhatikan situasi, mengangguk setuju. "Saya perhatikan, Nak. Mobil itu sudah tiga kali belok mengikuti kita. Mereka profesional."Desy merasakan bulu kuduknya meremang.
last updateLast Updated : 2025-03-05
Read more

24-Bantuan tidak terduga

Desy melirik ke belakang, melihat bayangan pria bertubuh tegap yang terus membuntutinya."Tidak, tidak, tidak," gumamnya dalam hati. Ia harus menemukan cara untuk menghilang.Dia bisa saja melawan, karena dia ahli bela diri, tetapi masalahnya, mereka itu rombongan dan yang dia takutkan mereka membawa senjata api.Kemudian Desy menuju area food court yang ramai, berharap bisa membaur dengan kerumunan. Suara riuh rendah orang-orang yang sedang makan, tertawa, dan berbicara memenuhi ruangan.Desy mencoba tenang, berjalan santai di antara meja-meja, tetapi matanya terus memantau sekeliling."Di mana mereka?" pikirnya, saat melihat beberapa pria berseragam gelap mulai menyebar, memblokir pintu-pintu keluar. Desy menggigit bibirnya. Ia terjebak."Harus ada cara," bisiknya pada diri sendiri. Ia memandang sekeliling, mencari celah.Tiba-tiba, matanya tertuju pada seorang pria paruh baya yang sedang berdiri di dekat gerai kopi. Pria itu mengenakan kemeja sederhana dan celana chino, tetapi ada
last updateLast Updated : 2025-03-06
Read more

25-Berkumpul Kembali

Hari menjelang sore. Arif memandang ke luar jendela mobilnya, matanya menyipit menatap jalanan yang ramai. Desy duduk di sampingnya, tangannya erat memegang pistolnya.“Kamu punya ijin memegang pistol?” tanya pak Arif.“Punya,” jawab Desy.Dalam hati pak Arif melihat, bahwa Desy bukanlah wanita yang lemah, tetapi senbagai manusia biasa, tentu saja dia kepayahan jika berhadapan dengan sekelompok orang.“Apa Bapak yakin ini akan berhasil, Pak Arif?” tanya Desy, matanya penuh keraguan.Arif menghela napas. “Tidak ada yang pasti dalam hidup ini, Desy. Tapi satu hal yang aku tahu: kita tidak bisa diam saja. Kalau kita diam, mereka akan terus merajalela.”Desy mengangguk pelan. “Saya hanya tidak ingin pak Arif terluka karena saya.”Arif menoleh, memandangnya dengan tatapan lembut. “Jangan khawatir, Desy. Mereka yang salah. Mereka yang memilih jalan kejahatan. Kita hanya mencoba memperbaiki apa yang mereka rusak.”Sementara itu, kehangatan Desy dan pak Arif mulai tercipta, kehangatan seperti
last updateLast Updated : 2025-03-07
Read more

26-Pertemuan Yang Tidak Pernah Terjadi

Selama beberapa saat, mereka berempat bingung, tidak tahu harus ke mana. Arif sebagai mantan polisi tahu, sangat sulit menghadapi aparat jika sudah berafiliasi denga kejahatan.Hukum bisa mereka atur, bahkan mereka bisa sampai menghilangkan nyawa dengan alasan yang sepertinya logis. Di saat seperti itu, pak Arif teringat dengan seorang tua yang jujur, dia juga mantan polisi.Karena sedang menyupir mobil, dia meminta pak Anton untuk menghubunginya, mengatakan bahwa mereka mau berkonsultasi dengannya. Pak Anton menyebut nomornya dan mengatakan bahwa pak Anton mewakili pak Arif ayang bicara.Setelah terhubung, pak Anton menyampaikan pesan yang di sebut oleh pak Arif. Suara tua terdengar di seberang, dia mengiyakan dan menyebutkan tempatnya. Pak arif menyimak dan dia tahu tempat itu.“Baiklah,” seru pak Arif sambil terus menyupir. “Aku tahu tempat itu.”Mereka berbelok ke arah kiri, menuju jalan bebas hambatan dan melaju selama beberapa jam. Mobil yang dikemudikan Arif berhenti di sebuah
last updateLast Updated : 2025-03-09
Read more

27- Kejar-Kejaran Maut

Malam itu gelap gulita, hanya diterangi oleh sinar bulan pucat yang sesekali tersembunyi di balik awan tebal. Jalanan sepi, aspal basah oleh hujan yang baru saja reda, memantulkan kilauan lampu mobil yang melaju kencang.Awalnya mereka aman, tetpi tidak lama terdengar raungan beberapa mobil mengejar mereka dengan kecepatan tinggi. Pak Arif memegang kemudi dengan erat, matanya fokus menatap jalan sambil sesekali melirik kaca spion.Di sampingnya, Pak Anton menampakkan wajah tegang, sedangkan di baris kursi belakang Ghenadie dan Desy duduk bersebelahan, wajah mereka juga dipenuhi ketegangan."Masih ada berapa peluru?" tanya Pak Arif sambil matanya fokus pada keadaan di depan mobil, suaranya tegas namun terdengar sedikit gemetar."Dua magazen kurang, mungkin kurang," jawab Desy sambil memeriksa magazennya. "Mereka terlalu banyak, pak Arif. Kita tidak bisa terus begini.""Kita tidak punya pilihan!" bentak seru Anton, tangannya mencengkeram handel pintu mobil lebih erat. "Mereka akan membu
last updateLast Updated : 2025-03-11
Read more

28-Lari

Pak Anton menatap Pak Arif dengan penuh kebingungan. “Memangnya knapa?” tanyanya, suaranya mengandung nanda curiga.Pak Arif menarik nafas dalam sebelum berbicara. “Di HP-mu ada kemungkinan ada aplikasi pelacak jaringan yang diam-diam mengirimkan aktivitasmu secara online. Musuh bisa mengetahui smeua yang kamu bicarakan.”Dada Pak Anton berdegub kencang. Ia segera merogoh saku dan mengeluarkan ponselnya. Tangannya sedikit gemeter saat ia mencoba mencari aplikasi yang dimaksud.Beberapa kali ia menyapu layar, membuka satu per satu folder dan pengaturan, namun tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan.“Tidak ada, pak Arif. Aku tidak melihat aplikasi aneh di sini,” ucap Pak Anton dengan nada gelisa.Pak Arif menyodorkan tangannya. “Biar aku periksa.”Pak Anton ragu sejenak, tapi ia tahu meskipun orang baru dia kenal, tapi tadi sudah membuktikan berada di pihak mereka. Walaupun dengan berat hati, ia menyerahkan ponselnya.Mata Pak Arif menyipit tajam saat ia mulai memeriksa setiap detail
last updateLast Updated : 2025-03-12
Read more

29-Perjuangan Merebut Kembali

Pak Anton teringat beberapa hari ini pantas saja layar ponselnya sangat aneh. Pesan-pesan aneh membanjiri WhatsApp-nya, beberapa di antaranya berisi ancaman samar. File-file tak dikenal pun tiba-tiba muncul di folder unduhan. Ia mengerti betul—ini bukan kebetulan."Jadi HP saya diretas," katanya lirih, menatap Ghenadie dan Desy yang duduk di hadapannya. "Mereka telh mencoba menelusuri gerakan kita."Desy, yang berpengalaman dalam keamanan siber, segera mendekati Pak Anton dan mengambil dan berbisik, “sebaiknya nomor Bapak di gant saja.”Itu bukan tawran yang mudah dan baik untuk pak Anton, karena nomor itu terhubung dengan rekan-rekan bisnisnya, tetpi tiada jalan lebih baik selain mengganti nomor.Pak Anton menarik nafas panjang, tadi dia sudah mengambil kartu SIM-nya, mematahkannya, lalu membuang ponselnya ke tempat sampah. "Aku akan beli nomor baru. Kita tidak boleh lengah."Pak Arif membawa mereka ke sebuah hotel yang tersembunyi tetapi cukup mewah, mantan polisi itu menatap mereka
last updateLast Updated : 2025-03-15
Read more

30-Permainan Kekuasaan

Cahaya redup dari lampu kristal menggantung di tengah ruang pribadi mewah milik Ghenadie di PT Prasetyo Grup. Aroma kopi hitam yang mengepul dari cangkir porselen mahal bercampur dengan ketegangan yang menggantung di udara.Di kursi utama, Ghenadie Prasetyo duduk dengan anggun, mengenakan jas Armani hitam, mengamati berkas-berkas di hadapannya. Wajahnya tak menunjukkan emosi, tapi ada ketegasan dalam sorot matanya.Di seberangnya, Lina duduk dengan resah. Wanita itu masih menawan, meski ada kegelisahan yang tak bisa ia sembunyikan. Dia tidak pernah menyangka bahwa laki-laki yang dulu ia hina dan tinggalkan kini menjadi pemegang kekuasaan tertinggi dalam dunia bisnis yang paman dan suaminya coba kuasai."Lina," suara Ghenadie akhirnya terdengar, berat dan berwibawa. "Aku tak menyangka kau akan datang ke sini. Apa yang bisa kulakukan untukmu?"Lina menggigit bibirnya. Ada penyesalan yang menggerogoti, tapi harga dirinya terlalu tinggi untuk mengakuinya secara gamblang."Aku hanya ingin
last updateLast Updated : 2025-03-16
Read more
PREV
123456
...
10
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status