Home / Urban / Tukang Bakso Jadi Miliarder / 22-Melapor Ke Aparat Hukum

Share

22-Melapor Ke Aparat Hukum

last update Last Updated: 2025-03-03 06:20:28

Pak Anton memasuki ruangannya dengan langkah hati-hati. Ghenadie dan Desy mengikutinya dari belakang, mata mereka waspada menyapu setiap sudut ruangan.

Begitu mereka masuk, mereka terkejut melihat keadaan kantor yang telah berantakan. Laci-laci meja terbuka, lemari dokumen kosong, dan beberapa berkas berserakan di lantai.

“Untung pak Budi tidak menepati kantor,” gumam pak Anton di dalam hati. Sehingga mereka bertiga bisa masuk ke sini tanpa ketahuan.

"Tapi sepertinya mereka sudah menggeledah tempat ini," gumam Ghenadie sambil mengepalkan tangannya. "Tapi apa mereka menemukan sesuatu yang penting?"

Pak Anton menghela napas lega setelah melihat dinding tempat rahasianya masih utuh. Dengan cepat, ia berjalan ke sudut ruangan, meraba permukaan dinding kayu di dekat rak buku.

Jari-jarinya menemukan sebuah tonjolan kecil yang tidak menarik, lalu ia menekannya. Sebuah panel kecil terbuka, memperlihatkan sebuah berkas tebal yang tersembunyi di dalamnya.

"Syukurlah, masih ada," kata Pak Anton
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   23-Diikuti

    Hujan rintik-rintik turun membasahi aspal jalanan kota. Ghenadie mengemudikan mobil dengan tenang, sementara Desy duduk di sampingnya dengan wajah penuh kegelisahan. Di kursi belakang, ayah Ghenedie, Pak Anton, menggenggam ponselnya erat, bersiap jika keadaan memburuk."Pak, bagaimana kalau mereka sudah menyuap semua pihak berwenang?" tanya Desy, suaranya bergetar.Pak Anton menarik napas dalam. "Aku masih punya beberapa teman yang bisa dipercaya. Tapi kita harus cepat. Jika Pak Budi sudah menggerakkan aparat, maka waktu kita tidak banyak."Sambil terus menyetir, Ghenadie melirik kaca spion. Matanya menyipit curiga saat melihat sedan hitam yang melaju dengan kecepatan stabil di belakang mereka. Mobil itu sudah ada di sana sejak mereka meninggalkan kantor Pajak."Aku tidak suka ini," gumamnya.Pak Anton, yang juga memperhatikan situasi, mengangguk setuju. "Saya perhatikan, Nak. Mobil itu sudah tiga kali belok mengikuti kita. Mereka profesional."Desy merasakan bulu kuduknya meremang.

    Last Updated : 2025-03-05
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   24-Bantuan tidak terduga

    Desy melirik ke belakang, melihat bayangan pria bertubuh tegap yang terus membuntutinya."Tidak, tidak, tidak," gumamnya dalam hati. Ia harus menemukan cara untuk menghilang.Dia bisa saja melawan, karena dia ahli bela diri, tetapi masalahnya, mereka itu rombongan dan yang dia takutkan mereka membawa senjata api.Kemudian Desy menuju area food court yang ramai, berharap bisa membaur dengan kerumunan. Suara riuh rendah orang-orang yang sedang makan, tertawa, dan berbicara memenuhi ruangan.Desy mencoba tenang, berjalan santai di antara meja-meja, tetapi matanya terus memantau sekeliling."Di mana mereka?" pikirnya, saat melihat beberapa pria berseragam gelap mulai menyebar, memblokir pintu-pintu keluar. Desy menggigit bibirnya. Ia terjebak."Harus ada cara," bisiknya pada diri sendiri. Ia memandang sekeliling, mencari celah.Tiba-tiba, matanya tertuju pada seorang pria paruh baya yang sedang berdiri di dekat gerai kopi. Pria itu mengenakan kemeja sederhana dan celana chino, tetapi ada

    Last Updated : 2025-03-06
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   25-Berkumpul Kembali

    Hari menjelang sore. Arif memandang ke luar jendela mobilnya, matanya menyipit menatap jalanan yang ramai. Desy duduk di sampingnya, tangannya erat memegang pistolnya.“Kamu punya ijin memegang pistol?” tanya pak Arif.“Punya,” jawab Desy.Dalam hati pak Arif melihat, bahwa Desy bukanlah wanita yang lemah, tetapi senbagai manusia biasa, tentu saja dia kepayahan jika berhadapan dengan sekelompok orang.“Apa Bapak yakin ini akan berhasil, Pak Arif?” tanya Desy, matanya penuh keraguan.Arif menghela napas. “Tidak ada yang pasti dalam hidup ini, Desy. Tapi satu hal yang aku tahu: kita tidak bisa diam saja. Kalau kita diam, mereka akan terus merajalela.”Desy mengangguk pelan. “Saya hanya tidak ingin pak Arif terluka karena saya.”Arif menoleh, memandangnya dengan tatapan lembut. “Jangan khawatir, Desy. Mereka yang salah. Mereka yang memilih jalan kejahatan. Kita hanya mencoba memperbaiki apa yang mereka rusak.”Sementara itu, kehangatan Desy dan pak Arif mulai tercipta, kehangatan seperti

    Last Updated : 2025-03-07
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   26-Pertemuan Yang Tidak Pernah Terjadi

    Selama beberapa saat, mereka berempat bingung, tidak tahu harus ke mana. Arif sebagai mantan polisi tahu, sangat sulit menghadapi aparat jika sudah berafiliasi denga kejahatan.Hukum bisa mereka atur, bahkan mereka bisa sampai menghilangkan nyawa dengan alasan yang sepertinya logis. Di saat seperti itu, pak Arif teringat dengan seorang tua yang jujur, dia juga mantan polisi.Karena sedang menyupir mobil, dia meminta pak Anton untuk menghubunginya, mengatakan bahwa mereka mau berkonsultasi dengannya. Pak Anton menyebut nomornya dan mengatakan bahwa pak Anton mewakili pak Arif ayang bicara.Setelah terhubung, pak Anton menyampaikan pesan yang di sebut oleh pak Arif. Suara tua terdengar di seberang, dia mengiyakan dan menyebutkan tempatnya. Pak arif menyimak dan dia tahu tempat itu.“Baiklah,” seru pak Arif sambil terus menyupir. “Aku tahu tempat itu.”Mereka berbelok ke arah kiri, menuju jalan bebas hambatan dan melaju selama beberapa jam. Mobil yang dikemudikan Arif berhenti di sebuah

    Last Updated : 2025-03-09
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   27- Kejar-Kejaran Maut

    Malam itu gelap gulita, hanya diterangi oleh sinar bulan pucat yang sesekali tersembunyi di balik awan tebal. Jalanan sepi, aspal basah oleh hujan yang baru saja reda, memantulkan kilauan lampu mobil yang melaju kencang.Awalnya mereka aman, tetpi tidak lama terdengar raungan beberapa mobil mengejar mereka dengan kecepatan tinggi. Pak Arif memegang kemudi dengan erat, matanya fokus menatap jalan sambil sesekali melirik kaca spion.Di sampingnya, Pak Anton menampakkan wajah tegang, sedangkan di baris kursi belakang Ghenadie dan Desy duduk bersebelahan, wajah mereka juga dipenuhi ketegangan."Masih ada berapa peluru?" tanya Pak Arif sambil matanya fokus pada keadaan di depan mobil, suaranya tegas namun terdengar sedikit gemetar."Dua magazen kurang, mungkin kurang," jawab Desy sambil memeriksa magazennya. "Mereka terlalu banyak, pak Arif. Kita tidak bisa terus begini.""Kita tidak punya pilihan!" bentak seru Anton, tangannya mencengkeram handel pintu mobil lebih erat. "Mereka akan membu

    Last Updated : 2025-03-11
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   28-Lari

    Pak Anton menatap Pak Arif dengan penuh kebingungan. “Memangnya knapa?” tanyanya, suaranya mengandung nanda curiga.Pak Arif menarik nafas dalam sebelum berbicara. “Di HP-mu ada kemungkinan ada aplikasi pelacak jaringan yang diam-diam mengirimkan aktivitasmu secara online. Musuh bisa mengetahui smeua yang kamu bicarakan.”Dada Pak Anton berdegub kencang. Ia segera merogoh saku dan mengeluarkan ponselnya. Tangannya sedikit gemeter saat ia mencoba mencari aplikasi yang dimaksud.Beberapa kali ia menyapu layar, membuka satu per satu folder dan pengaturan, namun tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan.“Tidak ada, pak Arif. Aku tidak melihat aplikasi aneh di sini,” ucap Pak Anton dengan nada gelisa.Pak Arif menyodorkan tangannya. “Biar aku periksa.”Pak Anton ragu sejenak, tapi ia tahu meskipun orang baru dia kenal, tapi tadi sudah membuktikan berada di pihak mereka. Walaupun dengan berat hati, ia menyerahkan ponselnya.Mata Pak Arif menyipit tajam saat ia mulai memeriksa setiap detail

    Last Updated : 2025-03-12
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   29-Perjuangan Merebut Kembali

    Pak Anton teringat beberapa hari ini pantas saja layar ponselnya sangat aneh. Pesan-pesan aneh membanjiri WhatsApp-nya, beberapa di antaranya berisi ancaman samar. File-file tak dikenal pun tiba-tiba muncul di folder unduhan. Ia mengerti betul—ini bukan kebetulan."Jadi HP saya diretas," katanya lirih, menatap Ghenadie dan Desy yang duduk di hadapannya. "Mereka telh mencoba menelusuri gerakan kita."Desy, yang berpengalaman dalam keamanan siber, segera mendekati Pak Anton dan mengambil dan berbisik, “sebaiknya nomor Bapak di gant saja.”Itu bukan tawran yang mudah dan baik untuk pak Anton, karena nomor itu terhubung dengan rekan-rekan bisnisnya, tetpi tiada jalan lebih baik selain mengganti nomor.Pak Anton menarik nafas panjang, tadi dia sudah mengambil kartu SIM-nya, mematahkannya, lalu membuang ponselnya ke tempat sampah. "Aku akan beli nomor baru. Kita tidak boleh lengah."Pak Arif membawa mereka ke sebuah hotel yang tersembunyi tetapi cukup mewah, mantan polisi itu menatap mereka

    Last Updated : 2025-03-15
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   30-Permainan Kekuasaan

    Cahaya redup dari lampu kristal menggantung di tengah ruang pribadi mewah milik Ghenadie di PT Prasetyo Grup. Aroma kopi hitam yang mengepul dari cangkir porselen mahal bercampur dengan ketegangan yang menggantung di udara.Di kursi utama, Ghenadie Prasetyo duduk dengan anggun, mengenakan jas Armani hitam, mengamati berkas-berkas di hadapannya. Wajahnya tak menunjukkan emosi, tapi ada ketegasan dalam sorot matanya.Di seberangnya, Lina duduk dengan resah. Wanita itu masih menawan, meski ada kegelisahan yang tak bisa ia sembunyikan. Dia tidak pernah menyangka bahwa laki-laki yang dulu ia hina dan tinggalkan kini menjadi pemegang kekuasaan tertinggi dalam dunia bisnis yang paman dan suaminya coba kuasai."Lina," suara Ghenadie akhirnya terdengar, berat dan berwibawa. "Aku tak menyangka kau akan datang ke sini. Apa yang bisa kulakukan untukmu?"Lina menggigit bibirnya. Ada penyesalan yang menggerogoti, tapi harga dirinya terlalu tinggi untuk mengakuinya secara gamblang."Aku hanya ingin

    Last Updated : 2025-03-16

Latest chapter

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   88-Langkah Awal

    Musim semi menyelimuti Sydney dengan suhu hangat yang lembut. Udara segar, langit biru bersih, dan aroma laut yang samar membuat setiap pagi terasa seperti lembaran baru dalam hidup Ghenadie.Tujuh hari bersama Liana telah menyisakan jejak yang sulit dihapuskan. Tapi semua harus kembali pada kenyataan. Liana harus kembali bertugas, dan Ghenadie… harus mulai membangun sesuatu.Ia tidak melupakan Hana, tetapi sudah beberapa kali dia menghubungi Hana, tetapi gadis itu ttidk pernah membaalasnya atau mengangkat telponnya. Ghenadie hanya curiga saja gadis itu kehilangan ponsel.Ia duduk sendiri di sebuah kafe pinggir pelabuhan Darling Harbour, menatap laptopnya dengan layar kosong. Sudah beberapa jam ia hanya menatap layar, jari-jarinya enggan bergerak.“Mau kopi lagi, sir?” tanya pelayan ramah.“Ya, satu cappuccino. Terima kasih.”Langkah awal selalu yang paling sulit. Bukan karena dia tidak tahu caranya, Ghenadie pernah membangun divisi dari nol, pernah mengelola proyek lintas negara.Tap

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   87-Perjalanan yang Tak Terduga

    Pesawat berbadan besar itu perlahan mengangkat tubuhnya dari landasan, menembus langit biru menuju benua jauh di selatan. Di balik jendela kecil kelas satu, Ghenadie duduk dengan pandangan kosong menatap awan yang menggumpal seperti kapas.Australia, benua yang ia pilih bukan tanpa alasan. Luas, sunyi, dan baginya, penuh kemungkinan. Ia sudah terlalu lama hidup dalam keramaian penuh kepalsuan.Dunia bisnis yang keras, hubungan kekeluargaan antara karyawan yang penuh tekanan, dan kota yang tak pernah tidur. Ia ingin menghilang atau lebih tepatnya, menemukan dirinya kembali.Namun perjalanannya bukan semata-mata pelarian. Ada sesuatu yang menuntunnya ke sana, entah mimpi, entah takdir. Ia hanya tahu, ia harus pergi.Baru saja ia hendak memejamkan mata, sebuah keributan kecil terdengar dari lorong pesawat tak jauh dari tempat duduknya."Waduh, pak …! Apa tidak bisa lihat? Barang Bapak kan terlalu besar! Ini mengganggu orang lain!"Ghenadie menoleh. Seorang pria bertubuh besar dan berwaja

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   86-Pernikahan yang Tertunda

    Dua minggu kemudian, persiapan keberangkatan pun dilakukan. Tapi Ghenadie menyimpan satu rencana terakhir. Ia ingin menikah sebelum pergi.Perempuan cerdas yang ditemukan Ghenadie beberapa bulan ini. Mereka bertemu dalam sebuah forum diskusi yang membahas tentang etika hukum dan bisnis.Ghenadie datang karena rasa ingin tahunya tentang sistem hukum yang kerap dimanipulasi. Hana hadir sebagai salah satu panelis muda, mewakili kelompok advokat HAM independen.Sejak itu, mereka sering bertemu lagi, kadang dalam forum debat, kadang dalam diskusi-diskusi kecil di kafe kampus, dan kadang karena Ghenadie butuh teman bicara.Hana jadi tempat Ghenadie mencurahkan keresahan, tentang bisnis keluarganya, tentang pengkhianatan pak budi dan keponakannya Joko, tentang ketakutannya akan menjadi bagian dari sistem yang ia benci.Awalnya semua berjalan biasa. Hana mendengarkan dengan kepala dingin, kadang menyela dengan kritik tajam, kadang menantangnya dengan pertanyaan filosofis yang membuat Ghenadie

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   85-Bayang-Bayang di Balik Hukum

    Ghenadie menatap layar laptopnya yang menampilkan salinan laporan resmi yang ia serahkan dua bulan lalu. Semua bukti sudah ia lampirkan. Video rekaman, dokumen transaksi gelap, bahkan kesaksian karyawan internal yang bersedia menjadi whistleblower.Namun semuanya... lenyap. Tidak ada tindak lanjut. Tidak ada penyelidikan. Tidak ada kabar.Selembar surat dari kejaksaan yang hanya berisi satu kalimat pengembalian dokumen membuat dadanya terasa sesak.“Laporan Anda tidak memenuhi unsur pidana.” Singkat, dingin, seakan tak pernah terjadi apa-apa.Ia bangkit dari kursi, lalu berjalan ke jendela ruang kerjanya. Kota terlihat damai dari lantai delapan kantor pusat perusahaannya.Tapi ia tahu, di balik gedung-gedung tinggi dan jalanan yang sibuk itu, para pemangku hukum sedang mempermainkan segalanya. “Sia-sia...” gumamnya lirih. “Semua jalur hukum ini... sia-sia.”Ia menekan nomor ayahnya. Panggilan tersambung. “Ayah, kita harus bicara lagi. Segera.”Suara dari seberang terdengar ber

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   84-Lambatnya Keadilan

    Sudah sebulan sejak rapat darurat itu. Pak Budi dan Joko telah dinonaktifkan dari perusahaan, seluruh akses mereka ke sistem internal dicabut, dan semua berkas serta rekaman suara sudah diserahkan ke pihak berwajib.Ghenadie menyangka proses hukum akan berjalan cepat. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Cuma sekarang dia punya kawan, karena Hana sekaarang di rekrut jadi pegawainya.Setiap kali Ghenadie menghubungi penyidik, jawabannya selalu sama, “Kami masih dalam tahap verifikasi,” atau “Kami butuh waktu karena ini melibatkan audit keuangan lintas tahun.”Bahkan ada satu panggilan dari kantor polisi yang berakhir dengan nada bicara menggantung.Hana menutup telepon dengan geram. “Ini sudah keterlaluan. Bukti lengkap, saksi ada, tapi mereka terus menunda.”Ghenadie menatap jendela ruang kerjanya. Hujan turun deras siang itu. Udara dingin, tapi bukan karena cuaca. Tapi karena firasat buruk yang terus menghantuinya.“Dalam mimpiku... keadilan juga lambat. Bahkan tak pernah datang. Kar

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   83-Mimpi Itu Bukan Sekadar Mimpi

    Sudah tiga bulan sejak Ghenadie keluar dari rumah sakit. Tubuhnya belum sepenuhnya pulih, tapi pikirannya justru terasa lebih hidup dari sebelumnya.Ia menulis setiap hari tentang mimpinya, tentang dunia penuh darah, sihir, dan pengkhianatan yang ia alami selama koma. Tapi seiring tulisan itu berkembang, sesuatu yang aneh mulai terjadi.Pagi itu, Ghenadie duduk di ruang kerjanya, menyeduh kopi sembari membuka laporan internal perusahaan yang dikirimkan secara rutin oleh sekretaris ayahnya. Di halaman ketujuh, matanya terpaku pada sebuah angka. Ada selisih besar dalam laporan pengeluaran biaya promosi."Ini... tidak masuk akal," gumamnya.Ia membuka kembali catatan mimpi yang ia tulis beberapa minggu lalu. Dalam dunia bawah sadarnya, ia pernah ‘mengadili’ Pak Budi karena terbukti menggelapkan dana perusahaan bersama keponakannya, Joko.Kini, angka itu seperti bukti nyata bahwa cerita itu bukan hanya mimpi. Seakan garis tipis antara dunia tidur dan bangun mulai pudar.Malam itu, Ghenadi

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   82-Setelah Kegelapan Itu

    Hening. Putih. Bau obat-obatan. Suara detak mesin monitor.Ghenadie membuka mata perlahan. Cahaya lampu menyilaukan pandangannya. Tenggorokannya kering, lidahnya terasa pahit. Saat mencoba menggerakkan tangan, hanya gemetar kecil yang ia rasakan.“Ghenadie?” suara berat dan hangat itu terdengar, samar, seperti gema dari masa lalu.Ia menoleh perlahan. Sosok berjubah putih berdiri di samping ranjang, memegang tangan kirinya dengan mata berkaca-kaca.“Pak… Anton… Ayah?” gumam Ghenadie pelan.Pria itu, ayah kandungnya, mengangguk, tersenyum lega. “Kau akhirnya bangun, Nak. Hampir setahun kau koma.”“Setahun?”Hati Ghenadie seperti diremukkan oleh kenyataan. Ingatannya berloncatan liar: ledakan, darah, Desy menangis, mantra gaib, Joko terlempar dari atap, Reza menjerit, Pak Budi terbakar hidup-hidup.Namun, semua itu kini terasa… jauh. Seperti mimpi.“Perusahaan kita… sudah kita rebut lagi, ya, Pak? Joko sudah mati, kan? Dan Desy… dia selamat? Kita… kita mau menikah waktu itu…”Pak Anton

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   81-Duri Dalam Daging

    Malam itu hujan turun perlahan, seperti tetes-tetes luka yang tak kunjung sembuh di hati Desy. Ia duduk di ruang tamu rumah mereka Ghenadie, sebuah tempat yang terasa terlalu sunyi untuk menampung begitu banyak rahasia.Aroma kayu manis dari lilin aroma terapi melayang samar di udara, tak cukup kuat untuk mengusir hawa dingin yang merayap dari dalam dada mereka masing-masing.Di layar ponsel Desy, berita kematian Reza dan Joko menyebar cepat. Dua pria itu ditemukan di tempat yang sama, pasar malam tempat nongkrong, dengan kondisi jantung mereka seolah pecah dari dalam, tanpa bekas luka luar sedikit pun.Desy menatap layar dengan tangan gemetar, lalu mengangkat wajahnya menatap pria di depannya. Ghenadie duduk tenang, seolah berita itu hanya angin lalu. Tapi Desy tahu, ia tahu betul siapa Ghenadie sebenarnya.“Kamu… kamu membunuh mereka?” tanya Desy dengan suara nyaris berbisik.Matanya tak berkedip, jantungnya berdetak cepat, tak jauh berbeda dari korban yang kini terbujur kaku di dal

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   80-Jejak yang Menghilang

    Hujan turun tipis di atas atap rumah itu. Suara rintiknya mengalun pelan, mengiringi detak jam dinding yang seolah melambat. Ghenadie duduk di ruang tengah dengan pandangan tajam menatap layar laptopnya.Pencarian terakhirnya nihil. Tak ada jejak, tak ada alamat. Joko dan Reza seperti lenyap ditelan bumi.Tangannya mengepal. Rahangnya mengeras. Api amarah di dadanya makin menyala. “Mereka harus dilenyapkan,” bisiknya lirih, tapi penuh tekad. “Mereka adalah duri dalam daging. Dan aku tidak akan membiarkan mereka menghalangi pernikahanku dengan Desy.”Desy... Gadis itu kini berada di dalam rumahnya. Sudah lama ia dilindungi dari dunia luar, terutama dari Reza, lelaki keji yang dulu hampir merenggut kehormatannya.Sekarang Reza malah bekerja sama dengan Joko. Joko, pengkhianat berhati licik, yang dulu menguasai perusahaan Pak Anton, ayah Ghenadie, dengan cara-cara kotor. “Satu mencoba memperkosa kekasihku,” gumamnya pelan. “Yang satu mencuri perusahaan keluargaku. Mereka berdua p

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status