Home / Urban / Tukang Bakso Jadi Miliarder / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Tukang Bakso Jadi Miliarder: Chapter 31 - Chapter 40

97 Chapters

31- Kecemburuan Pacar Desy

Pak Anton memang sudh berhasil merebut kembali perusahaannya. Sejumlah strategi bisnis, negosiasi, dan bahkan tekanan hukum digunakan untuk mengusir orang-orang yang pernah menjatuhkannya.Kini, Anton Group kembali ke tangan yang berhak. Keadaan sudah kembali normal, dan yang lebih penting, putranya, Ghenadie, bisa kembali bekerja seperti biasa.Namun, dengan keadaan yang sudah aman, Pak Anton merasa tak perlu lagi menyewa seorang bodyguard untuk Ghenadie. Itu berarti Desy harus pergi."Pak Anton sudah bicara denganku tadi pagi," kata Desy pelan saat duduk berhadapan dengan Ghenadie di ruang kerjanya.Ghenadie yang tengah menandatangani beberapa dokumen mendongak. "Bicara soal apa?"Desy menatapnya dengan ekspresi datar. "Kontrakku sudah selesai. Aku tidak perlu lagi melindungimu, karena ancaman sudah tidak ada."Ghenadie terdiam. Ada sesuatu yang terasa ksong di dadanya, tapi ia tak ingin menunjukkannya. "Oh... Jadi, kau akan pergi?"Desy mengangguk. "Aku akan kembali ke pekerjaanku
last updateLast Updated : 2025-03-17
Read more

32-Diculik di Senja Hari

Langit sore berubah jingga keemasan, seakan menari bersama angin yang mengelus lembut dedaunan. Cahaya matahari yang hampir tenggelam menyorot bangku taman hiburan tempat Ghenadie duduk dengan tatapan kosong.Hatinya berkecamuk, pikirannya melayang jauh ke satu nama, Desy.Sejak pertama kali mengenal Desy, seorang bodyguardnya, Ghenadie tahu ada sesuatu yang istimewa dalam dirinya. Senyum gadis itu seperti cahaya yang mampu menghangatkan malam paling dingin sekalipun.Cara bicaranya, kebiasaan kecilnya, semuanya membuat Ghenadie tenggelam semakin dalam. Dan kini, setelah berbulan-bulan kebersamaan, Desy telah pergi, meninggalkan dirinya dengan bayang-bayang kenangan.Pak Anton, ayahnya Ghenadie, telah membayar gaji lebih dari satu miliar untuk Desy, sebuah angka yang cukup besar. Namun memang pikiran Ghenadie dipenuhi oleh pesoina gadis itu. Itu Desy. Hanya Desy.Namun, ada satu penghalang besar: Reza.Seorang pria pemarah dan posesif yang sudah lama menjadi pacar Desy. Ghenadie tidak
last updateLast Updated : 2025-03-19
Read more

33-Jeruji Palsu

Pak Budi dan Joko tersenyum sinis memandang Ghenadie yang terikt tidak berdaya. Keduanya saling pan dang dan memerintahkan para anak buah mereka untuk meninggalkan mereka.“Kita pergi dulu, nantilah kita urus bajingan ini,: seru pak budi sambil memasuki ruangan lain, meninggalkan Ghenadie sendiri.Sementara ruangan tempat Ghenadie itu gelap dan berbau lembap. Dinding-dindingnya terbuat dari beton kasar yang dingin saat disentuh. Ghenadie duduk terikat di kursi kayu tua yang bergoyang setiap kali ia bergerak.Napasnya tersengal, kepala masih berdenyut akibat pukulan sebelumnya. Matanya menyipit, mencoba mengenali suara di sekelilingnya.Dari balik pintu besi yang sedikit terbuka, suara dua pria terdengar samar namun cukup jelas."Sialan! Bisa-bisanya media melaporkan kita sudah ditangkap. Orang-orang tolol itu benar-benar percaya?" Suara pertama terdengar kasar, sedikit bernada geli."Itulah hebatnya uang, Nak Joko," jawab suara kedua, lebih berat dan penuh kemenangan. "Kita bayar bebe
last updateLast Updated : 2025-03-20
Read more

34-Kehilangan Ghenadie

Pak Anton melangkah cepat menuju ruangan Ghenadie. Pagi itu, perusahaannya seperti biasa sudah sibuk. Tapi ada yang janggal. Kursi di belakang meja eksekutif itu kosong.Tidak ada Ghenadie.Dahi Pak Anton mengernyit. "Kemana anak itu?" gumamnya.Mereka sekarang memang tidak serumah, karena dia mau Ghenadie itu mandiri dan manja. Aswalnya memang Ghenadie tidak mau berpisah dengan ayahnya, karena mereka baru saja bertemu kembali setelah lama terpisah.Ia mengeluarkan ponsel dan mencoba menghubungi Ghenadie. Nada sambung terdengar, tapi tidak ada jawaban. Dicoba lagi. Tetap tidak diangkat.Sekretarisnya, Dina, melangkah masuk dengan ekspresi cemas. "Pak, Ghenadie belum datang sejak pagi. Saya juga sudah mencoba menelepon, tapi nomornya tidak aktif sekarang."Pak Anton menatapnya tajam. "Tidak aktif? Tadi masih tersambung, tapi tidak diangkat."Dina menggigit bibir. "Mungkin ponselnya mati, Pak. Saya juga sudah menghubungi sopirnya, tapi katanya Ghenadie tidak minta dijemput tadi pagi."R
last updateLast Updated : 2025-03-20
Read more

35-Ditolong Orang Misterius

Ghenadie berlari secepat mungkin, napasnya memburu. Dedaunan dan ranting tajam mencambuk wajahnya, tetapi dia tidak bisa berhenti. Di kejauhan, suara langkah kaki memburu di belakangnya, semakin dekat.Ia tersandung akar pohon besar, jatuh tersungkur ke tanah basah yang berbau lumut. Rasa sakit menjalar di lututnya, tetapi ia segera bangkit, matanya terpaku pada cahaya samar di tengah kegelapan hutan.Samar-samar sebuah gubuk tua terlihat.Tanpa berpikir panjang, Ghenadie merayap mendekat, mengetuk pintunya dengan tangan gemetar. Tidak ada jawaban. Ia mencoba membuka pintu, dan terkejut saat pintu itu berderit terbuka. Gelap gulita, udara di dalamnya terasa dingin dan sunyi, seperti telah lama ditinggalkan."Siapa kau?" Suara berat dan parau terdengar dari sudut ruangan.Ghenadie tersentak. Seorang pria tua berdiri di bayangan, matanya yang tajam seperti pisau menembus gelap. Tubuhnya kokoh meski usianya terlihat lebih dari enam puluh. Dengan pisau besar di tangannya, pria itu tampak
last updateLast Updated : 2025-03-21
Read more

36- Misi Terakhir Kazimir

Di tengah gelapnya hutan yang lebat, meskipun matahari telah tinggi, pertempuran antara Kazimir dan Ghenadie melawan Otong berlangsung sengit. Meskipun mereka berdua mengeroyoknya, Otong seperti monster yang tak terkalahkan.Setiap serangan Kazimir selalu berhasil ditangkis, sementara Ghenadie hanya bisa menyerang dari samping untuk mengalihkan perhatian lawan. Namun, taktik itu hampir tak membuahkan hasil, mereka berdua hanya bisa bertahan dengan susah payah, terus-menerus menghindari maut yang seakan mengintai di setiap serangan.Kazimir mulai kehabisan napas, sementara Ghenadie sudah terluka cukup parah. Otong pun tak luput dari luka, napasnya memburu dengan darah yang mulai mengalir dari tubuhnya, namun matanya masih menyala dengan amarah yang tak padam.Meskipun dia orang kampung, tetapi bela dirinya hanya pas-pasan saja. Tanah di bawah mereka telah terciprat darah, pertanda betapa lamanya pertarungan ini berlangsung.Kazimir berusaha mengatur strategi, matanya menyapu medan pert
last updateLast Updated : 2025-03-22
Read more

37-Meminta Pertolongan Desy Lagi

Di tempat lain, di sebuah apartemen kecil, Desy menatap Pak Anton dengan alis berkerut. "Ghenadie menghilang, Pak?" tanyanya dengan nada tak percaya.Pak Anton mengangguk, wajahnya penuh kegelisahan. "Aku sudah mencoba mencarinya, tapi jejaknya seperti dihapus. Aku butuh bantuanmu kembali."Desy menghela napas panjang. "Bapak tahu ini bisa berbahaya, kan? Kalau dia benar-benar menghilang kali ini, artinya ada sesuatu yang lebih besar terjadi.""Aku tahu, Nak." Pak Anton menatapnya dalam-dalam. "Tapi Bapak yakin, kamu satu-satunya yang bisa menemukannya."Di sudut ruangan, Reza menyilangkan tangan di dada. "Kenapa harus Desy? Kenapa bukan orang lain?" suaranya dipenuhi kecemburuan yang tak disembunyikan.Desy menoleh dengan tatapan tajam. "Reza, ini bukan soal perasaan. Ini soal nyawa."Pak Anton mengangguk. "Aku juga sebenarnya ingin orang lain yang membantu, Reza. Tapi Desy punya koneksi yang kita butuhkan."Reza mendengus, tapi tidak membantah lagi, meskipun hatinya kesal karena ra
last updateLast Updated : 2025-03-23
Read more

38-Bahaya Dari Balik Pohon

Okok Keang dan rombongannya, tetap berjalan hati-hati di antara akar-akar pohon yang mencuat dari tanah. Insting mereka mengingatkan jika bahaya sedang mengancam merekaa, tetpi mereka tetap tenang."Jalanannya makin sulit," gumam Desy sambil mengusap keringat di dahinya.“Tetaplah kalian hati-hati,” bisaik Okok Keang.Okok Keang, pria setengah baya dengan tubuh kekar, menoleh ke arah Desy dan berkata hati-hati. "Hutan ini memang tidak pernah bersahabat, tapi kita harus terus maju."Tawa kecil terdengar dari belakang mereka. "Aku rindu kasur empuk di rumah," keluh Yuni, salah satu murid muda yang baru pertama kali ikut perjalanan ini."Sabar, murid mudaku,” sahut Okok Keang, tidak lama lagi kita sampai pada misi kita," lanjutnya sebagai pemimpin dari rombongan itu.Namun, tanpa mereka sadari, di balik rerimbunan semak, mata-mata tajam mengintai mereka. Sekelompok Kayau, para pemburu kepala manusia, bersembunyi di antara batang pohon besar.Wajah mereka dilukis dengan cat hitam dan mera
last updateLast Updated : 2025-03-25
Read more

39-Amai Daun

Amai Daun memberi isyarat kepada kelompoknya untuk bergerak secara perlahan. Dari balik rimbun dedaunan, mereka mengintai rombongan Okok Keang yang perlahan menghilang di balik belukar.Beberapa saat setelah suara langkah terakhir menghilang, Amai Daun keluar dari persembunyian. Wajahnya yang penuh coretan merah dan hitam tampak tegang. Di belakangnya, para pengayau lain mengikuti, langkah mereka ringan seperti bayangan."Cepat! Kita bawa kawan kita pulang," perintahnya dengan suara rendah namun tegas.Mayat rekan mereka yang terbunuh tergeletak di tanah, tubuhnya tertutup oleh dedaunan yang mulai mengering. Sejenak, kesunyian hutan terasa menekan. Hanya suara burung hantu yang masih bertengger di pohon meranti tua, mengawasi ritual yang akan terjadi.Amai Daun melihat betapa cepatnya tembakan pistol yang dilepaaskan oleh Desy. Anak buahnya tidak sempat menghindar, padahal dia merupakan orang yang paling lincah di kelompok mereka.Salah satu anak buahnya, Binuang, berlutut dan mengusa
last updateLast Updated : 2025-03-25
Read more

40-Tidakkah Kita Salah Arah?

Okok Keang memperhatikan bahwa sebagian besar anggota rombongannya adalah perenang yang handal, namun beberapa di antaranya tidak pandai berenang. Untuk mengatasi hal ini, dia memerintahkan mereka untuk mencari kayu lempung yang bernama Korot.Kayu itu tumbuh subur di sepanjang tepi sungai, untuk dibuat menjadi rakit. Dengan begitu, anggota yang tidak bisa berenang pun bisa ikut menyusuri sungai dengan aman.Rombongan itu segera menebang, mengupas, dan merakit kayu tersebut. Setelah rakit selesai, mereka semua naik ke atasnya dan mulai berlayar menuju hilir"Kita harus tetap waspada," kata Okok Keang dengan suara tegas. "Jangan sampai ada yang tercebur. Pegang rakit dengan erat."Beberapa anggota rombongan, terutama mereka yang tidak bisa berenang, terlihat gelisah. Mereka berpegangan erat pada tali pengikat rakit, sesekali melirik ke arah arus sungai yang semakin cepat. Namun, sebagian besar dari mereka tampak percaya diri dan tenang.Tiba-tiba, seorang pria bertubuh kurus dengan ra
last updateLast Updated : 2025-03-26
Read more
PREV
123456
...
10
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status