Home / Romansa / Istri Rahasia Tuan Presdir / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Istri Rahasia Tuan Presdir : Chapter 21 - Chapter 30

62 Chapters

BAB 21. Ancaman

"Kalau sampai siang ini kamu belum memberikan jawaban yang memuaskanku, terpaksa aku akan membeberkan rahasiamu dan Adnan ke keluarga besar kami. Kamu pasti tahu betul kalau itu bukan sesuatu yang baik untukmu dan reputasi Adnan." Suri menggigit bibir dengan gelisah saat membaca sederet kalimat dalam pesan yang masuk beberapa waktu lalu. Pesan itu datang dari sebuah nomor baru yang belum tersimpan di kontaknya. Namun, tidak sulit untuk mengetahui pengirimnya. Siapa lagi kalau bukan mantan suaminya yang mendadak obsesif? Kemarin, Pram sudah memperingatkan dirinya tentang ancaman-ancaman yang mungkin akan pria itu lakukan jika Suri tidak mewujudkan keinginannya untuk kembali bersama. Meski sudah ada rencana baru dengan Adnan, ia tetap khawatir kalau Pram bergerak lebih cepat dan mengacaukannya. "Kenapa, Ri? Ada masalah?" Adnan hanya melirik Suri sekilas karena sedang fokus menyetir. Suri menggeleng. "Bukan hal penting, kok." "Beneran?" Adnan tampak sangsi saat kembali menatapnya,
Read more

BAB 22. Perubahan Rencana

'Aku harus bagaimana ini?' Tak jua mendapat ide untuk membalas pesan ancaman dari Pram, dengan kesal wanita itu mengantukkan kening berkali-kali ke meja. Biasanya cara itu ampuh untuk membuat otaknya mau diajak berpikir. Suri sudah sempat mengetik balasan, yang intinya menolak Pram dengan berbagai alasan yang menguatkannya, tetapi ia hapus lagi di detik-detik terakhir. Ia tidak yakin hal itu akan berhasil membuat pria itu mundur dari usahanya. Gerakannya terhenti saat tiba-tiba pintu ruangan Adnan terbuka. Memunculkan sosoknya yang tampak gusar saat suaranya saat bicara dengan seseorang melalui ponsel terdengar dengan jelas olehnya. "—kondisi Kakek sekarang?" Adnan membuang napas dengan kasar. "Sialan! Pria tua itu nggak bilang apa-apa padahal kami ngobrol panjang kemarin sore!" geramnya lalu menyudahi sambungan telepon itu tanpa basa-basi apa pun. Suri berdiri dan keluar dari kubikelnya untuk mendekati Adnan. "Ada apa, Nan?" tanyanya hati-hati saat pria itu berdiri di depannya.
Read more

BAB 23. Ketidakpastian

"Tunggu aku ya, Ri. Aku akan ke sana secepatnya." Senyum Suri memudar begitu cahaya di layar ponselnya meredup lalu menggelap. Adnan tidak mengatakan akan segera pulang seperti biasanya setelah melakukan perjalanan dinas ke luar kota. Pria itu hanya berkata akan datang, dengan nada sedih yang bercampur ketidakpastian. Yang artinya, jika pria itu benar-benar datang ke Surabaya kemungkinan ia akan pergi lagi. Dan hal itu menimbulkan perasaan tidak nyaman di hati Suri. Wanita yang hari ini menggerai rambut panjangnya itu mendesah. "Sudah sewajarnya Adnan kembali ke Jakarta. Rumah tempatnya pulang ada di sana, bukan?" gumamnya. Suri menyandarkan tubuh pada pagar pembatas dari besi di atap gedung kantornya. Kepalanya sedikit mendongak dan matanya menyipit saat berserobok langsung dengan cahaya matahari yang sangat terik siang itu. Napasnya pun terembus pelan. Beberapa kali ia tak sengaja mendengar pembicaraan Adnan dengan seseorang di telepon saat mereka sedang di kantor. Wanita itu t
Read more

BAB 24. Keinginan Andaru

"Aru nggak punya Papa lagi ya, Ma?" Jantung Suri dibuat mencelus oleh perkataan Andaru yang pandangannya sejak tadi tidak lepas dari layar televisi. Awalnya, ia bingung mengapa Andaru mendadak mencetuskan pertanyaan itu. Tetapi begitu memerhatikan lebih jauh jalan cerita pada kartun yang ditonton anaknya, wanita itu perlahan mengerti. Kartun itu menceritakan tentang kehidupan sehari-hari sebuah keluarga lengkap--ada Ibu, Ayah, dan kedua anaknya--dan para tetangganya di sebuah desa. Andaru selalu menginginkan itu--sebuah keluarga lengkap. "Kenapa Papa Adnan nggak mau jadi papanya Aru lagi, Mama?" Sekali lagi Andaru melontarkan pertanyaan yang membuat Suri termenung sedih. "Kok ngomong gitu, sih, Nak?" "Soalnya Aru nggak bisa bobok bareng Papa Adnan lagi. Aru cuma main sama Mama dan Miss Dina aja di rumah." Tatap mata Andaru kini sepenuhnya tertuju pada sang ibu, yang masih mengenakan pakaian kerjnya meski sudah tiba di rumah sejak satu jam yang lalu. "Kita juga nggak pernah lagi
Read more

BAB 25. Bukan Khayalan

"Kejutaaaan!" Seruan Adnan saat pintu rumah Suri terbuka lebar bersambut oleh Andaru yang menghambur ke pelukan pria itu dan memekik girang. "PAPA ADNAN! PAPA PULANG!" "Iya, Sayang. Papa pulang!" Adnan mengangkat tubuh Andaru tanpa kewalahan lalu mengecupi puncak kepalanya berkali-kali dengan gemas. Di ciuman terakhirnya, Adnan memejamkan mata dan menenggelamkan wajahnya di rambut tebal Andaru. Kedua tangannya merengkuh semkain erat. Mngonfirmasi kerinduannya yang sudah membengkak. Detik berikut, Adnan pura-pura melempar Andaru ke atas lalu menangkapnya kembali. Adnan melakukannya beberapa kali karena Andaru memekik-mekik kesenangan. Mencipta tawa gemas dari bibir pria itu. Selama beberapa waktu, kedua sosok berbeda usia itu larut dalam dunia mereka sendiri. Seolah hanya ada mereka berdua di sana. Saat pandangan Adnan tak sengaja tertumbuk padanya, pria itu semakin melebarkan senyuman. Suri sontak membuang muka. Cepat-cepat mengusap ujung mata yang berair karena keharuan menyelim
Read more

BAB 26. Salam Rindu

Beberapa detik berlalu dalam keheningan. Suri tak cukup percaya setelah mendengar pengakuan Adnan, meski tidak ada nada bercanda dalam suaranya. Pria itu justru terlihat gugup. Seolah-olah untuk mengucapkan pertanyaan itu harus mengumpulkan sejuta keberanian. Pun begitu, matanya juga memancarkan harapan penuh agar perasaannya berbalas. "Jangan diam saja, Ri," bisik Adnan yang tatapnya berangsur-angsur gelisah. Suri masih membisu. Tidak mengatakan tidak atau mengiyakan secara gamblang. Wanita itu menatap Adnan dengan dilema memenuhi wajah. Seolah takut jika mengucapkan satu kata saja—yang benar-benar jujur dari sudut hatinya yang terdalam, segala hal yang sudah ia bangun selama bertahun-tahun terakhir akan runtuh. Lagi-lagi, karena Suri teringat janji kepada dirinya sendiri untuk segera menepis rasa apa pun yang hadir karena sosok Danuarta. Sebuah janji yang ia buat bukan tanpa alasan. Sebab, ia masih meyakini bahwa menjatuhkan hati pada Danuarta, untuk yang kedua kalinya—meski kepa
Read more

BAB 27. Solusi

"Aku punya solusi untuk situasi kita sekarang," ucap Adnan seolah bisa membaca isi hati Suri. "Solusi?" Tersenyum, Adnan menyentil kening Suri dengan gemas. "Apa yang kamu pikirkan tergambar jelas di wajah kamu, Ri. Kamu khawatir soal hubungan jarak jauh kita. Kamu khawatir soal Andaru. Kamu mengkhawatirkan banyak hal, lebih tepatnya, tapi kamu takut dan ragu untuk membicarakannya denganku." Melihat Suri yang hanya diam, Adnan tahu bahwa tebakannya benar. Sesungguhnya, tidak hanya wanita itu yang khawatir. Terpisah selama dua minggu membuat Adnan nyaris gila karena tak bisa berhenti memikirkan Suri dan Andaru. Walau ada Wirya yang tanpa diminta selalu mengabarkan tentang keseharian Suri dan juga Andaru kepadanya secara detail, Adnan tetap tidak bisa tenang. Dan tidurnya tak pernah lelap karena rasa rindu yang tumbuh subur di hatinya. "Kita sudah mau menikah, Ri," sambungnya. "Jangan apa-apa dipendam sendirian. Sudah kubilang, aku mau dilibatkan dalam setiap masalah yang sedang ka
Read more

BAB 28. Bukan Omong Kosong

"Ibu tidak perlu terburu-buru memutuskan," cetus Wirya saat mereka sedang dalam perjalanan menuju lokasi proyek. Suri menoleh dengan ekspresi bertanya di wajah. "Maksud saya soal ajakan Pak Adnan untuk pindah ke Jakarta," jelas Wirya. Suri sempat tertegun dan kemudian terkekeh. "Jadi itu maksud Bapak kemarin, ya? Waktu Bapak bilang ke saya kalau Adnan akan menjemput saya dan Andaru." Rasa penasarannya sudah terjawab sekarang. "Bapak sudah tahu rencana itu jauh-jauh hari rupanya." Setengah ucapan Wirya kemarin salah. Adnan datang bukan karena urusannya sudah terselesaikan. Justru karena tidak akan pernah selesai, maka pria itu datang disela-sela waktu kosongnya. Menawarkan rencana baru kepada dirinya agar mau pulang bersama-sama pria itu ke Jakarta. Adnan tidak punya banyak waktu untuk dibuang-buang. Pria itu langsung kembali ke Jakarta semalam, tak lama setelah ia meyakinkan Suri bahwa Andaru tidak akan menangis atau mencari-carinya dengan marah esok hari. Entah bagaimana pastin
Read more

BAB 29. Sosok dari Masa Lalu

"Hai, Adik Kecil! Lama kita tidak bertemu!" Tidak tergambarkan bagaimana ekspresi Suri saat melihat Arvin Hendrawan, yang sedang tersenyum miring itu, berjalan lambat-lambat mendekat ke arahnya. Kakak sepupunya benar-benar nyata ada di hadapan Suri yang mematung di depan pintu, bukan sosok lain yang sengaja meminjam identitasnya. Kedua tangan Arvin bebas. Tidak terjerat borgol seperti yang Suri saksikan di hari-hari terakhir mereka bertemu di pengadilan, bertahun-tahun lalu. 'Ya Tuhan. Kenapa dia sudah bebas?' Suri mencengkeram ujung kemejanya kuat-kuat. Kembali ia teringat pada pesan ancaman dari mantan suaminya. Hanya pria itu yang paling mungkin dengan sengaja membocorkan keberadaan dirinya kepada Arvin. Dari jarak dekat, Suri bisa dengan jelas melihat perbedaan yang teramat jauh pada penampilan kakak sepupunya itu. Kegagahannya entah telah hilang ke mana. Yang Suri lihat sekarang hanyalah seorang pria tinggi kurus, dengan rambut agak gondrong dan jambang tak terawat di wajahny
Read more

BAB 30. Hindari atau Hadapi

"Hai, Sayang. Gimana kejutan dariku hari ini? Lancar kan temu kangennya dengan kakak tercintamu? Dia juga sudah menyampaikan dengan baik pesan yang kutitipkan untukmu, bukan? Kembalilah, Sayang. Aku tunggu kepulanganmu di Jakarta." Adalah sederet pesan baru dari Pram yang Suri terima lima belas menit kemudian saat ia sudah meninggalkan kantor. Pram juga mengirimkan foto-foto Andaru bersama Dina saat mereka berada di sekolah, yang diam-diam diambil dari kejauhan. Seolah-olah menegaskan apa yang dikatakan Arvin tadi benar. Bahwa Pram tidak akan membiarkan Suri hidup tenang jika tidak menuruti ucapannya. 'Ke mana hilangnya kedamaian yang kudapatkan selama enam tahun terakhir di sini?' racaunya dalam hati entah kepada siapa. 'Seberapa banyak lagi aku harus hancur untuk bisa kembali meraih damai dan tentram bersama Andaru?' Dikuasai amarah dan frustrasi pekat, wanita itu nyaris melemparkan ponselnya ke luar taksi yang membawanya pulang. Namun, ia segera mengurungkan niatnya ketika terin
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status