Home / Romansa / MENGEJAR CINTA DOKTER DUDA / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of MENGEJAR CINTA DOKTER DUDA: Chapter 31 - Chapter 40

97 Chapters

bab 31. Kebohongan Inem

"Hm, mbak Inem juga bisa sih kalau cuma main Layang-layang, manjat pohon, dan baik. Gimana kalau seandainya mama kamu itu mbak Inem?" tanya Inem sekali lagi. Yasmin mendelik mendengar kata-kata dari Inem. "Tapi Yasmin maunya sama mbak La. Bukan mbak Inem," sahut Yasmin dengan mengerucutkan bibirnya. Inem menjadi kesal. 'Ck, dasar bocil. Nggak tahu kalau aku lebih pro daripada Laila. Memang sih secara bodi, bagus Laila. Wajar saja karena Laila belum pernah melahirkan anak. Aku kan sudah melahirkan dua anak. Tapi kalau masalah di ranjang, aku pasti lebih mahir daripada Laila. Aku kan bisa goyang atas bawah, samping kanan kiri,' bisik Inem dalam hati. "Hm, padahal lho mbak La kan belom bisa masak. Pasti masih lebih enak masakannya mbak Inem, Min," sahut Inem penuh percaya diri. "Mbak Inem ini bawel. Yasmin kan harus sekolah, malah diajak ngomongin mbak La. Entar kalau Yasmin telat, tak bilangin ke papa lho," ujar Yasmin membuat Inem mendelik. 'Astaga! Sialan ini bocil. Kok bisa sih
Read more

bab 32. Membangun Klinik Mungil

"Halo, Nem. Kata yayasan, kamu sudah dapat tempat kerja yang baru ya? Kok kamu nggak ngomong sama suami mu ini? Kamu mau jadi istri durhaka?" tanya suara dari seberang membuat Inem terlonjak kaget. "Hm, itu mas, aku memang sudah dapat kerja di rumah orang. Tapi baru beberapa hari ini aku kerja. Nggak bisa kirim gaji sekarang. Bulan depan baru gajiannya bisa aku kirim, Mas," sahut Inem lirih. "Ck, kebanyakan alasan saja kamu! Anak kamu itu banyak makannya. Aku juga baru kalah judi. Gobl*k kamu!" teriak suami Inem dari seberang telepon. Seketika nyali Inem mengerut. Tapi tak urung juga, rasa dendam di dalam hatinya terasa semakin besar. "Mas, kamu ini apa nggak tahu malu? Kamu kan kepala rumah tangga? Tapi kenapa justru membuatku pontang panting dan kebingungan cari uang?" tanya Inem akhirnya. Suasana hening sejenak. Lelaki di seberang telepon terdiam. Mungkin berpikir akan dengan apa membalas ucapan Inem. "Heh, kamu sudah bisa melawanku ya? Ingat aku nggak akan segan menyakiti an
Read more

bab 33. Ide Dokter Marzuki

Inem menghela nafas. Bingung dengan apa yang harus dilakukannya dengan uang itu. "Diambil atau jangan ya?" gumamnya lirih dan ragu.Inem menghela nafas sekali lagi. Sejenak ragu-ragu apa yang harus dilakukan nya. "Kalau aku mengambil uang ini, kira-kira ketahuan nggak ya oleh dokter Marzuki?" Sekali lagi dipandanginya uang yang sudah berada di dalam genggaman tangannya. "Ambil, enggak, ambil, enggak ya? Tapi nanti kalau pak Marzuki ingat dan menanyakan kembali soal uang ini gimana?"Hari Inem terus berdebat sendiri melihat uang itu. Mendadak terdengar suara suaminya yang terngiang di telinganya. "Tapi kata mas Slamet, sepertinya benar. Dokter Marzuki kan kaya. Dia tidak akan menjadi miskin hanya karena kehilangan 100 atau 200 ribu. Ah, tahu ah gelap. Aku ambil saja lah uang ini," ucap Inem lalu dengan buru-buru dimasukkan nya uang yang ditemukan nya di dalam saku celana panjangnya. Dengan bergegas, Inem lalu membereskan aneka baju kotor lalu memasukkan nya ke dalam mesin cuci. D
Read more

bab 34. Memasang Cctv

Dokter Marzuki yang sedang mengulurkan tangan ke plafon rumahnya seketika terdiam. Dia tidak menyangka bahwa Yasmin akan meminta hal itu. Lelaki muda itu turun dari kursi lalu mendekati Yasmin. Dengan lembut dielusnya rambut Yasmin. "Kemarin papa ketemu dengan pak Jaka, ayahnya mbak La. Kata ayahnya, mbak La sedang ujian, Min. Jadi belum bisa main kemari dan kamu juga jangan main ke sana dulu. Karena mbak La pasti sibuk, Sayang. Kamu main sama mbak Inem atau papa dulu ya."Marzuki menatap ke mata anaknya. Berharap anaknya mau mengerti kondisi saat ini, tidak rewel, dan tidak tantrum karena hal itu. Yasmin hanya menatap papanya. Seolah tahu kegusaran yang dialami papanya. "Ya pa. Yasmin akan main sendiri kok. Papa lanjut aja mengganti lampunya," sahut Yasmin tersenyum. Entah kenapa hati Marzuki seolah mencelos mendengar dan menatap anaknya yang selalu berusaha mengerti kondisi dirinya. Seolah anak sekecil itu sudah dipaksa untuk dewasa sebelum waktunya karena tidak mempunyai seora
Read more

Bab 35. Tertangkap Basah

"Mbak Inem, tolong kemari sebentar. Ada hal serius yang ingin saya bicarakan," ucap Marzuki. Inem mendekat dengan ragu. Dia melangkah perlahan menuju ke tempat duduk Marzuki di ruang tengah. "Ya Pak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Inem. Dia mulai membayangkan Marzuki tertarik padanya. 'Kalau dokter Marzuki tertarik padaku, aku akan minta dinikahi dan akhirnya aku tidak perlu lagi repot-repot kerja. Aku akan minta sewa asisten rumah tangga dan baby sitter. Aku juga akan terpisah dari mas Slamet yang brengsek itu. Lalu aku bisa jalan-jalan ke luar kota bahkan keluar negeri dengan anak-anakku dan ibuku. Yes! Pasti dokter Marzuki ingin ngomong kalau dia tertarik padaku dan ingin menikahiku. Satu ... dua ... tiga ...'"Apa yang sedang kamu lakukan saat itu, Mbak?" tanya dokter Marzuki sambil memperlihatkan rekaman cctv dari laptop yang dipangkunya. Seketika Inem mendelik dan menelan ludah. Mendadak hitungan yang tadi sudah disiapkannya dalam hati menguap tak berbekas. "Pak Marzuki,
Read more

bab 36. Ditangkap Polisi

"Baiklah mbak Inem, apa ada bukti bahwa suami mbak Inem pernah mengancam ataupun menganiaya mbak Inem dan keluarga nya? Kalau ada bukti, hari ini juga saya bisa membantu mbak Inem untuk segera membuat laporan ke kantor polisi."Inem terdiam. Sesaat kemudian terlihat binar di matanya. Tapi seketika meredup. "Tapi saya tidak mau kalau anak-anak saya tahu jika bapaknya ditangkap polisi. Kasihan anak-anak saya nanti dibully oleh teman-temannya," ucap Inem polos. Hari menatap wajah Inem yang tampak bingung dan serba salah."Mbak Inem, laki-laki kalau sudah selingkuh sampai di area ranjang, atau kdrt bisa termasuk hukum pidana lho! Mbak jangan malu atau takut untuk melaporkan nya pada polisi. Jangan sampai pikiran nanti anaknya gimana-gimana kalau dibully, itu urusan masa depan. Bisa kok direncanakan solusinya.Yang penting sekarang mbak Inem dan keluarga bebas dari rumah tangga toksik dan membahayakan seperti suami mbak Inem. Kalau Mbak Inem membiarkan suami mbak Inem seperti itu terus d
Read more

bab 37. Terpaksa Ditembak

"Kami datang membawa surat penangkapan terhadap bapak Slamet."Slamet mendelik mendengar perkataan polisi itu. "Tidak mungkin? Aku ditangkap? Mana surat penangkapan dan atas tuduhan apa?" tanya Slamet masih mencoba berkelit. "Atas tuduhan KDRT dan penelantaran anak. Ini surat penangkapan nya."Polisi itu menyerahkan selembar surat penangkapan pada Slamet. Lelaki itu membacanya dengan perlahan. Lalu matanya membeliak. "Ini tidak mungkin! Ini fitnah! Saya difitnah! Siapa yang memfitnah saya, Pak? Saya berhak tahu kan?!" teriak Slamet meradang. "Jika ada pertanyaan dan keberatan yang berkaitan dengan penangkapan ini, silakan hubungi kantor polisi, Pak!" tukas Polisi itu membuat Slamet tak berkutik. 'Ini tidak mungkin,' gumam Slamet. 'Pasti ini gara-gara Inem sialan itu! Rupanya dia sudah berani padaku!' "Maaf pak, ini pasti salah paham. Saya tidak mau ditangkap! Ini bohong!" teriak Slamat. Mendadak kedua anaknya keluar dari ruang tengah dengan ibu Inem. "Pak, tangkap saja bapak sa
Read more

bab 38. Inem diPecat

Inem dan Marzuki yang sedang berada di kantor polisi sebagai saksi serentak menoleh ke arah pintu saat mendengar suara gaduh dan ribut-ribut. Mata Inem membola saat melihat Slamet yang sudah ditangkap oleh polisi. Tak hanya itu betis kiri Slamet tampak dililit perban. Rupanya peluru yang telah bersarang di kakinya telah diambil oleh polisi di rumah sakit sebelum dia diantar oleh polisi ke penjara."Mas Slamet," gumam Inem lirih. Sebenar nya di dalam hatinya dia bersyukur sekali karena suami nya telah tertangkap oleh polisi. Itu tandanya dia dan anak-anaknya sekarang bisa hidup dengan aman. Setidaknya untuk beberapa tahun ke depan sebelum Slamet keluar dari penjara. "Perempuan hina! Dasar pelac*r!" cela Slamet melihat Inem. Tangannya yang terborgol di belakang berontak dan ingin memukul Inem tapi seberapapun kerasnya berusaha, Slamet tetap tidak bisa membebaskan tangannya dari borgolnya. "Jangan banyak lagak di sini, Saudara Slamet. Bersikap lah kooperatif selama penyidikan. Atau h
Read more

bab 39. Kedatangan Orang Tua Dokter Marzuki

Marzuki segera keluar dari kamar putrinya lalu menuju ke arah pintu depan. Sedetik kemudian setelah pintu terbuka, dokter Marzuki tampak tercengang melihat orang yang bertamu ke rumahnya malam ini. "Mama?" tanya dokter Marzuki dengan nada tak percaya atas kedatangan Ambar, mamanya. Karena memang mereka tidak ada janji temu terlebih dahulu. "Assalamualaikum, Marzuki, apa kamu akan membiarkan mama kamu berdiri di depan pintu tanpa kamu persilahkan masuk?" tanya suara bariton dari belakang punggung mamanya. Suara Irwan, papanya. Marzuki seolah tersadar dari rasa kagetnya. "Waalaikumsalam. Oh ya. Masuk saja Pa, Ma," sahut Marzuki seraya membuka daun pintu lebih lebar. Lalu mata Marzuki membola saat melihat bi Inah yang turun terakhir dari mobil. Bi Inah merupakan asisten rumah tangga mamanya yang telah lama mengabdi sejak Yasmin lahir. "Lho, ada bi Inah juga? Ayo Bi, masuk." Marzuki berjalan terlebih dahulu, kemudian duduk di sofa ruang tamunya diikuti oleh papa, mama, dan bi Inah.
Read more

bab 40. Orang Tua yang Tidak Setuju

"Waalaikumsalam, lah ini mbak-mbak yang sedang digandeng Yasmin ini siapa?" tanya Ambar, mamanya dokter Marzuki yang sedang berada di ruang tengah seraya melihat tivi. Diperhatikan nya dari ujung kaki sampai ujung rambut kondisi Laila yang sedang menggandeng Yasmin, mendadak Laila merasa tidak enak dan sungkan. "Nama saya, Laila, Tante. Saya ...""Anak tetangga sebelah. Sebentar lagi lulus SMA. Yasmin senang sekali bermain dengan mbak La. Ya kan, Min?" sahut Dokter Marzuki sambil menoleh ke arah anaknya. Yasmin mengangguk. "Betul, Pa. Yasmin senang bermain dengan mbak La karena mbak La cantik dan baik!" seru Yasmin dengan mata berbinar. Mama dan papa dokter Marzuki seketika mengerutkan keningnya. Mereka menatap ke arah Marzuki dengan wajah bertanya-tanya. Bahkan Ambar mendekat ke arah Marzuki."Masih baru lulus SMA? Kamu serius dengan gadis ini? Ya Allah, Marzuki! Kamu menolak perjodohan yang mama tawarkan dengan gadis yang sudah matang, karena kamu memilih gadis ababil ini?" bisi
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status