Home / Pendekar / Pendekar Rajawali Dari Andalas / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of Pendekar Rajawali Dari Andalas: Chapter 111 - Chapter 120

460 Chapters

Bab 111. Teror Ular Raksasa

“Maafkan saya Mas Sastro, saya penduduk Desa Purwosari. Tadi saya tak sengaja melintasi tempat ini menuju pulang ke Desa Purwosari lalu melihat di sini ada keramaian, setelah saya bertanya pada salah seorang warga ternyata di sini tengah mengadakan acara syukuran akan keberhasilan sosok pendekar menewaskan Siluman Kera yang meresahkan selama ini. Untuk itu saya pun ingin menyampaikan sesuatu hal yang amat penting pada Mas Sastro selaku kepala desa di sini.” Ujar lelaki dari Desa Purwosari itu. “Oh begitu? Mari silahkan duduk, biar lebih enak bercakap-cakapnya!” Ajak Sastro Pamungkas. “Terima kasih, Mas.” Lelaki yang mengatakan dirinya warga Desa Purwosari itu pun duduk bersama mereka. “Siapa nama saudara?” Tanya Sastro Pamungkas setelah mereka duduk. “Nama saya Wiryo, Mas.” “Oh ya Wiryo, kalau boleh saya tahu hal penting apa yang hendak kamu sampaikan pada kami di sini?” Sastro Pamungkas bertanya kembali. “Begini Mas, desa kami beberapa hari yang lalu dilanda kemelut dan ke
last updateLast Updated : 2023-07-17
Read more

Bab 112. Tinggalkan Desa Purworejo

Meskipun Sugeng tahu letak istana Kerajaan Gaib itu di tengah-tengah hutan Blora dan di luar istana itu terdapat rimbun pepohonan, namun Sugeng tak tahu jalan ke luar dari Kerajaan itu dan memang setiap kali ia mencoba untuk ke luar dengan memasuki hutan di sekeliling istana itu seperti disekat oleh kekuatan gaib dindingnya sangat kokoh sulit ditembus. “Gusti Alloh! Sampai kapan saya berada di tempat ini? Saya ingin pulang dan sangat rindu pada keluarga saya, pasti saat ini mereka sangat sedih sekali akan hal yang telah menimpa saya.” Gumam Sugeng sambil tersandar di dinding istana melihat jauh ke depan di mana di sana tampak rimbunnya pepohonan. Mungkin Sugeng belum dicekoki minuman penunduk, hingga pengaruh gaib yang aneh terhadap tubuhnya tidak tampak. Sikapnya sangat berbeda dengan para prajurit Kerajaan itu, para prajurit di sana yang keseluruhannya lelaki itu begitu kasar dan tak menunjukan sedikitpun rasa persahabatan apalagi mengenal saudara. Umumnya mereka yang telah terk
last updateLast Updated : 2023-07-17
Read more

Bab 113. Menuju Desa Purwosari

“Tunggu Mas Arya..!” Seru gadis itu yang tidak lain adalah Sekar. “Ada apa, Dik Sekar?” Ujar Arya yang urungkan niatnya menaiki kereta kuda di depannya. “Saya hanya ingin mengucapkan terima kasih, dan jika Mas Arya suatu saat melintas desa ini jangan sungkan untuk singgah ke rumah.” Ulas Sekar dengan senyum manisnya. “Tentu saja, Sekar. Saya pasti akan singgah jika kapan-kapan melewati desa ini.” Ujar Arya balas tersenyum, Sekar kemudian meraih tangan sang pendekar menyalami dan menciumnya sebagai ungkapan terima kasih dan tentunya sudah menjadi kebiasaan sopan santun orang Jawa menghargai sosok yang lebih tua dan dihormati. “Loh, kok Arya saja yang ditawari saya tidak?” Tanya Dewa Pengemis dengan nada bercanda. “Alah, Mas kan sudah sering singgah dan telah menjadi bagian dari keluarga. Masa ditawari untuk singgah ke rumah sendiri, bukan begitu Ayah?” Ki Bromo hanya anggukan kepala diiringi senyum melihat tingkah putri dan keponakan angkatnya itu. “Bilang saja, kalau Dik S
last updateLast Updated : 2023-07-18
Read more

Bab 114. Di Rumah Tumenggung Galih

Laju kereta kuda makin melambat ketika memasuki pedesaan itu, Wiryo yang mengendalikan kuda segera mengarahkan kereta kudanya itu menuju rumah Tumenggung Galih selaku kepala desa dari Desa Purwosari itu. Kereta kuda yang dikendalikan Wiryo pun berhenti saat berada tepat di depan rumah Tumenggung Galih, Wiryo pun turun lebih dulu dan menuju rumah itu guna memastikan ada tidaknya kepala Desa Purwosari itu di rumahnya. “Tok..tok..tok! Mas Tumenggung!” Panggil Wiryo sambil mengetuk pintu, tak lama sosok yang dimaksud pun membukakan pintu. “Eh, Wiryo! Tumben singgah, biasanya jam segini kamu masih berdagang di desa-desa sebelah?” Tanya Tumenggung Galih. “Ya Mas, saya hari ini sengaja tidak berdagang karena membawa tamu yang dapat membantu kita warga Desa Purwosari ini dari ancaman sosok landak raksasa yang telah menewaskan Warno dan Kirman.” Jawab Wiryo sembari menunjuk Arya dan Dewa Pengemis yang saat itu berdiri bersandar di kereta kudanya. “Oh, mereka orang nya. Mari, ajak merek
last updateLast Updated : 2023-07-18
Read more

Bab 115. Mengumpulkan Warga Desa

“Wah, Mas Wiryo pakai repot-repot bawa buah-buahan segala.” Ujar Lasmi saat Wiryo menyerahkan jinjingan yang ia bawa. “Tidak repot kok, Mbak. Itu juga sisa dagagan saya kemarin dan masih segar-segar, kebetulan juga hari ini Mas Arya dan Mas Dewa Pengemis hadir di sini untuk membantu kita dan para warga desa dalam mengatasi hal-hal aneh yang beberapa hari ini meresahkan.” Tutur Wiryo sembari duduk di sebelah Arya. Lasmi mengambil nampan yang berada di dapur, kemudian kembali sambil membawa buah-buahan itu di atas nampan dan meletakannya di meja. “Kira-kira langkah apa yang akan Mas Arya dan Dewa Pengemis lakukan untuk mengatasi masalah yang terjadi di desa ini?” Tanya Tumenggung Galih, masuk kembali ke pembicaraan inti dari kunjungan Arya dan Dewa Pengemis ke Desa Purwosari itu. “Begini Mas Tumenggung, seperti yang telah kami lakukan di Desa Purworejo biarlah kami berdua saja yang masuk hutan mencari Siluman Landak itu. Sementara bagi warga desa yang ingin ikut, cukup menyaksika
last updateLast Updated : 2023-07-19
Read more

Bab 116. Bertemu Landak Raksasa

Tarian-tarian aneh dan berbagai macam minuman serta makanan yang tersedia di sana benar-benar tidak lazim, mungkin bagi penghuni Kerajaan yang telah dipengaruhi kekuatan gaib menganggap minuman dan makanan-makanan itu suatu hal yang amat lezat padahal minuman itu berwarna kehitaman-hitaman serta makanannya banyak yang berasal dari ulat-ulat serta hewan kecil yang menjijikan lainnya. Sugeng yang memang masih dapat melihat dengan normal memilih tidak ikut bergabung dengan mereka, biarlah ia bertugas berjaga-jaga di luar istana meskipun malam itu bukan gilirannya. Rasa mual yang menyenak hulu hati membuat Sugeng beberapa kali muntah, jika ia teringat akan minuman dan makanan yang ada di dalam ruangan istana Kerajaan Gaib itu. Mungkin Ratu Dewi Purnasari tidak terlalu terpusat akan sikap Sugeng yang memang berbeda dari para prajurit di sana, hingga ia lupa memberikan pengaruh aneh serta tunduk akan perintahnya pada diri Sugeng. Selama ini Sugeng hanya makan buah-buahan yang tumbuh dari
last updateLast Updated : 2023-07-19
Read more

Bab 117. Tewasnya Siluman Landak

“Huuuff..! Hampir saja kita terkena duri-duri celaka itu!” Seru Arya yang saat itu berada di belakang Dewa Pengemis. “He.. He.. He..! Kau tenang saja, tadah butut saya ini bisa kita jadikan tameng membendung serangan duri-durinya.” Dewa Pengemis terkekeh kegirangan, karena berhasil menangkis serangan duri-duri landak yang melesat ke arah mereka berdua. “Rupanya tadah bututmu itu berguna juga ya? Bisa membesar seperti itu dan dapat melindungi tubuh kita.” Ujar Arya tersenyum kagum. “Tentu saja soba, saya kan tadi mengeluarkan ajian Tameng Sakti Tadah Pengemis hingga tubuh kita termasuk kantong menyanmu bisa selamat dari tusukan duri-duri landak Keparat itu! He.. He.. He..!” Celetuk Dewa Pengemis. “He.. He.. He..! Benar sobatku, kalau tidak tadi kantong-kantong menyan kita sudah seperti pohon-pohon itu hangus dan mengepul asap.” Balas Arya dengan celetukan pula. “Ha.. Ha.. Ha..!” Mereka tertawa bersamaan. “Eh, jangan tertawa saja! Bagaimana cara kita mengatasi Landak keparat
last updateLast Updated : 2023-07-20
Read more

Bab 118. Resi Kundala

Sosok itu sepertinya menuju pendopo di mana Arya, Dewa Pengemis dan Tumenggung Galih duduk. Tumenggung Galih yang melihat hal itu tiba-tiba berdiri menghampiri, ia merasa tidak mengenal sosok lelaki berpakaian putih itu dan bukan bagian dari warga desa yang ia pimpin. “Maaf Tumenggung Galih, jika saya datang mengganggu acara kalian.” Ucap lelaki tua berpakaian putih itu saat ia berdiri berhadap-hadapan dengan kepala Desa Purwosari itu. “Kakek ini siapa, ya? Sepertinya saya belum pernah bertemu dan mengenal Kakek sebelumnya?” Tanya Tumenggung Galih yang merasa heran lelaki tua itu tahu akan namanya. “Nama saya Resi Kundala.” Tumenggung Galih makin terkejut karena ia tak menyangka akan bertemu dengan sosok itu, karena dia hanya mendengar nama itu dari para leluhur mereka puluhan tahun yang lalu. “Suatu kehormatan bagi saya, Kakek Resi datang mengunjungi kami di sini. Mari, kita bicara di pendopo itu.” Ajak Tumenggung Galih dengan sikap hormatnya, Resi Kundala anggukan kepala sem
last updateLast Updated : 2023-07-20
Read more

Bab 119. Kemalaman Dan Kehujanan

“Besok pagi kami akan menuju ke arah Utara dulu mencari sosok Siluman Kalajengking yang dikatakan Resi Kundala, jika berhasil kami akan menuju arah Barat kemudian yang terakhir arah Selatan hutan Blora.” Tumenggung Galih manggut-manggut. “Sebaiknya kalian berdua beristirahat dulu di dalam rumah, biar kami di sini dengan para warga desa hingga selesai acara ini.” Ujar Tumenggung Galih, Arya menggelengkan kepalanya. “Tidak Mas, kita sama-sama istirahat di pendopo ini saja hingga selesaikan acara syukuran ini.” Ulas Arya, mereka pun kembali menyaksikan pertunjukan dari warga desa sambil menikmati suguhan yang ada di pendopo itu. ******* Pagi itu di Desa Purwosari memang tidak secerah pagi kemarin, meskipun hujan atau pun gerimis belum turun namun di atas langit tampak gelap diselimuti awan hitam. “Sepertinya cuaca pagi ini kurang baik, apa tidak sebaiknya Mas Arya dan Mas Dewa Pengemis menunda tujuannya untuk ke Utara hutan Blora?” Ujar Tumenggung Galih sembari melirik ke atas m
last updateLast Updated : 2023-07-21
Read more

Bab 120. Di Kediaman Broto Seno

“Nama Saya Arya dan ini sahabatku Dewa Pengemis, kami tadinya dari Desa Purwosari tujuan kami ke desa ini Paman.” Jawab Arya. “Ke desa ini? Kalian ingin menemui siapa di sini?” Tanya lelaki setengah baya itu. “Kami ingin bertemu dengan kepala desa ini, ada hal yang penting yang ingin kami sampaikan.” Dewa Pengemis yang menjawab. “Desa ini bernama Sendangharjo, dan saya Broto Seno adalah kepala desanya. Hal penting apa yang ingin Nak Arya dan Dewa Pengemis sampaikan? Apakah itu merupakan pesan dari kepala Desa Purwosari?” Tanya lelaki setengah baya yang bernama Broto Seno dan dia juga ternyata sebagai kepala desa di Desa Sendangharjo itu, Arya dan Dewa Pengemis terkejut kemudian saling pandang. “Tidak Paman Broto, hal yang akan kami sampaikan ini tidak ada kaitannya dengan kepala Desa Purwosari. Kami datang karena petunjuk dari Resi Kundala, bahwasanya di Desa Sendangharjo di kawasan hutan desa ini terdapat mahkluk berupa Siluman Kalajengking.” Jawab Arya membuat Broto Seno te
last updateLast Updated : 2023-07-21
Read more
PREV
1
...
1011121314
...
46
DMCA.com Protection Status