Semua Bab Pembantu Kesayangan Tuan Muda: Bab 171 - Bab 180

284 Bab

171. Mendapatkan Pengakuan

Jelita merasa cemas saat Bimo mengajaknya ke rumah Dimas. Dia bilang ada orang tuanya di sana yang baru datang kemarin dari Malang. “Mungkin ini saatnya kita memohon restu mereka lagi, Ta. Kamu siap?” Bimo tersenyum sambil membelai wajah kekasihnya yang tegang. Jelita mengangguk. Bimo tersenyum melihat ketegangan di wajah cantik itu. “Sayangku, dengan atau tanpa restu mereka, aku akan tetap menikahimu.” Dia menggenggam erat-erat tangan Jelita. Mereka tiba di halaman rumah Dimas. Jelita semakin tegang. Bimo menggenggam erat-erat tangan Jelita yang terasa dingin. Sebelumnya, Tuan Hari dan Nyonya Puspa tidak pernah menyukai Jelita, dan itu membuatnya gelisah. Namun, dia berusaha sekuat tenaga untuk mempersiapkan hatinya setegar mungkin. Ketika mereka tiba di rumah Dimas, suasana terasa ramah. Jelita terkejut melihat perubahan sikap yang begitu besar dari orangtua Bimo. Tuan Hari tersenyum dan menyapa Jelita dengan hangat, "Selamat datang, Jelita. Kami senang bisa bertemu denganmu." N
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-14
Baca selengkapnya

171. Mendapatkan Pengakuan

Jelita merasa cemas saat Bimo mengajaknya ke rumah Dimas. Dia bilang ada orang tuanya di sana yang baru datang kemarin dari Malang. “Mungkin ini saatnya kita memohon restu mereka lagi, Ta. Kamu siap?” Bimo tersenyum sambil membelai wajah kekasihnya yang tegang. Jelita mengangguk. Bimo tersenyum melihat ketegangan di wajah cantik itu. “Sayangku, dengan atau tanpa restu mereka, aku akan tetap menikahimu.” Dia menggenggam erat-erat tangan Jelita. Mereka tiba di halaman rumah Dimas. Jelita semakin tegang. Bimo menggenggam erat-erat tangan Jelita yang terasa dingin. Sebelumnya, Tuan Hari dan Nyonya Puspa tidak pernah menyukai Jelita, dan itu membuatnya gelisah. Namun, dia berusaha sekuat tenaga untuk mempersiapkan hatinya setegar mungkin. Ketika mereka tiba di rumah Dimas, suasana terasa ramah. Jelita terkejut melihat perubahan sikap yang begitu besar dari orangtua Bimo. Tuan Hari tersenyum dan menyapa Jelita dengan hangat, "Selamat datang, Jelita. Kami senang bisa bertemu denganmu." N
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-14
Baca selengkapnya

172. Berbagi Hati

“Bim, aku malu tadi tidak membawakan sesuatu untuk ibumu. Aku ingin memberinya hadiah. Menurutmu, apa yang sangat disukai ibumu?” tanya Jelita ketika mereka tiba kembali di apartemen Bimo. Bimo tertawa. “Ibuku? Dia penyuka barang-barang mewah, darling.” Jelita berpikir sejenak. ”Bim,” panggilnya sambil meletakkan kakinya di pangkuan Bimo dan dengan pengertian Bimo langsung memijit-mijit tungkai Jelita. “Bagaimana kalau besok aku mengajak ibumu jalan-jalan ke mall?” “Wah, dia bakal senang banget, Ta.” “Kalau begitu, telepon ibumu sekarang, beritahu kalau besok aku ingin jalan-jalan bersamanya ke mall.” “Apa rencanamu untuk menjerat hati calon mertuamu itu, sayangku?” Bimo terkekeh. “Cerewet, buruan telepon!” Bimo kemudian menelepon ibunya. Lima menit kemudian dia melapor, “Kan? Ibu senang sekali dan tak sabar menunggu besok. Dia titip salam buatmu. Dia berpesan padaku agar tak menidurimu dulu sebelum kita menikah, tapi aku bilang kalau aku tak tahan ingin menidurimu, jadi dia men
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-14
Baca selengkapnya

173. Keinginan Malik

Di sebuah perkampungan pelosok, Nyonya Cindy berdiri di sisi pusara yang telah lama terbengkalai. Saat pertama kali menemukannya dulu, tak lama setelah Marta memberitahukan lokasinya, pusara ini dipenuhi rerumputan dan bunga liar. Namun, kini dia sudah membersihkannya secara rutin, dengan kedua tangannya sendiri. Para asisten yang melihatnya melarang dan ingin membantunya, tetapi dia menolak dengan tegas. Nyonya Cindy menahan rasa sakit yang begitu dalam di hatinya, saat memandangi makam bayinya yang sudah meninggal bertahun-tahun yang lalu tanpa sepengetahuannya. Air mata membasahi pipinya yang pucat. Tangisnya penuh dengan penyesalan demi penyesalan yang mengalir tanpa henti. "Maafkan Mami, anakku. Maafkan Mami yang baru mengetahui keberadaanmu. Maafkan Mami yang tidak pernah mengunjungimu di sini, karena Mami tidak tahu kamu ada, Nak." Rasa bersalah memenuhi hatinya saat ia menyadari bahwa selama ini dia hidup dalam ketidaktahuan tentang kehilangan yang begitu besar ini. Dia tida
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-14
Baca selengkapnya

174. Mewarisi Gen Terbaik

Hartono melangkah dengan berat di antara barisan makam yang sunyi. Udara dingin menyelimuti area pemakaman, menciptakan suasana yang menyedihkan. Tanpa diduga, Hartono melihat dua sosok yang tidak pernah ia harapkan untuk bertemu di tempat seperti ini, mereka adalah Marta dan William.Wajah Hartono seketika membeku, jantungnya berdegup kencang melihat Marta berdiri di depannya. Pikirannya seketika terhenti sejenak, mencoba memproses kejutan yang tak terduga ini. Marta, dia tidak pernah berharap akan melihatnya lagi, apalagi di tempat yang penuh kenangan suram seperti pemakaman ini.Namun, ketika Hartono melihat William di samping Marta, kekagetannya berubah menjadi kebingungan dan takjub yang mendalam. William, anak kandungnya, darah dagingnya bersama Marisa. Hartono tercengang, tidak siap menghadapi William yang berdiri di hadapannya setelah sekian lama tidak bersua.“Om Har, apa kabar?” William menyapa dengan tatapannya yang lembut dan suaranya yang hangat. Dia menjabat tangan Harto
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-14
Baca selengkapnya

175. Cinta Itu Buta

Jelita senang ketika Laura datang mengunjunginya di apartemen Bimo. Kebetulan pagi ini Bimo sedang menghadiri rapat penting di kantornya, sehingga Jelita sendirian dan keberadaan Laura membuatnya tak kesepian. “Jalan-jalan ke luar yuk, Kak? Mumpung cuacanya sedang cerah. Musim semi adalah saat terbaik buat menikmati keindahan kota dengan berjalan kaki,” ajak Laura. Jelita langsung mengangguk setuju. “Oke!” sambutnya antusias. Laura membawa Jelita menjelajahi keindahan taman kota. Langit di pagi itu berwarna biru cerah, dan sinar matahari yang hangat menyoroti taman dengan cahaya emasnya yang memukau. Sinar matahari menerobos melalui pepohonan yang rimbun, menciptakan bayangan yang bermain-main di bawah kaki mereka. Mereka mengikuti jalur pejalan kaki yang teratur dan dihiasi dengan berbagai macam bunga mekar yang indah. Mawar merah yang anggun, bunga matahari yang ceria, dan lavender yang harum, semuanya saling bersaing dalam kecantikannya masing-masing yang mempesona. Aroma semer
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-15
Baca selengkapnya

176. Di Bawah Meja

“Kau tak mau mampir dulu, Laura?” ajak Jelita saat mereka tiba di depan gedung apartemen Bimo. Laura menggeleng sambil menatap arloji di pergelangan tangannya. “Aku ada janji belajar kelompok dengan teman-temanku siang ini. Mereka bilang sedang menuju apartemenku. Aku harus segera pulang, Kak. Salam buat Om Bimo.”Jelita mengangguk dan memandangi kepergian Laura dengan raut wajah prihatin, dia betul-betul terganggu tentang kondom yang dibeli Laura tadi.Sedangkan Laura tersenyum sinis begitu dia berbalik seraya melangkah pergi menjauhi Jelita. Dia merasakan sedikit kepuasan bisa meluapkan amarahnya kepada Jelita tadi. Sementara itu di apartemen Bimo, Jelita mondar-mandir tak tenang. Dia masih memikirkan Laura, mengkhawatirkannya. Dia menggigit bibir dengan gelisah, memikirkan cara terbaik untuk menegur dan menyadarkannya.“Mungkin …, Bimo bisa membantuku bicara dengan Laura. Kurasa Laura akan mendengarkan Bimo.”Jelita mengangguk yakin. Dia lalu menoleh jam. Bimo bilang akan datang
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-15
Baca selengkapnya

177. Keraguan

Bimo memeluknya dan Jelita mengalungkan tangannya di leher Bimo untuk menjaga keseimbangannya agar tak oleng. Jelita bisa merasakan desakan dada Bimo yang bidang di dadanya yang membusung tegang.Ketika lidah mereka bersentuhan, Bimo seperti melahapnya dengan keahliannya yang memabukkan. Sementara tangan Bimo bergerak lembut di punggung Jelita, seperti sedang mempelajari kembali bentuknya yang sudah sangat dia kenal. Satu tangannya menangkup bokong Jelita dan meremasnya pelan. “Darling …,” desah Bimo seraya menggerakkan tangannya yang lain menuju dada Jelita yang menggodanya.Bimo mengurai ciuman mereka, tatapannya kemudian menunduk, memperhatikan apa yang sedang disentuh oleh tangannya. Dia bisa melihat napas Jelita yang turun naik, membuat buah dadanya yang indah turut bergerak-gerak seksi seiring napasnya yang berat namun juga cepat. Bimo tersenyum melihat Jelita tegang dengan wajahnya yang merona merah, wajah cantiknya tampak terbakar gairah yang berhasil dinyalakan dengan sempur
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-15
Baca selengkapnya

178. Kucing-Kucing Nakal

Bimo terkejut melihat Laura muncul di apartemennya pagi-pagi sekali. Sorot matanya penuh keheranan, ia mendesis dengan nada tegas, "Kenapa kamu ke sini, Laura?" Ia mencoba mengusir sebelum Jelita menyadari kedatangannya.Laura, dengan wajah cemberut, menjawab dengan sikap acuh tak acuh, "Mesin pemanas air di apartemenku rusak lagi, Om. Aku mau pinjam kamar mandi biar bisa mandi dengan air hangat. Aku tak mau membeku mandi dengan air sedingin es sepagi ini!”Tak bergeming oleh reaksi dingin Bimo, Laura melangkah santai menuju kamar Jelita. Namun, kaget menyergapnya saat ia menemui pintu kamar itu terkunci. "Kok dikunci?" tanyanya dengan wajah heran. Bimo menghela napas dalam-dalam, Jelita sekarang selalu mengunci pintu kamarnya, wanita itu mengantisipasi dirinya gara-gara dia memaksanya bercinta kemarin malam. "Dia sedang mandi," jawabnya dengan nada kesal.Laura tidak bisa menahan tawa yang meluncur dari bibirnya. Dia melihat kabut siksa di mata Bimo. Dia seperti gembira di atas pend
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-16
Baca selengkapnya

179. Labirin Cinta

Nyonya Marta dan William duduk berhadapan di sebuah ruang privat di Restoran Happiness Kitchen. Suasana restoran yang tenang dan romantis dipenuhi dengan aroma lezat dari hidangan di meja mereka. Mereka berdua menikmati hidangan gourmet yang disajikan dengan indah, makanan lezat yang memanjakan lidah mereka. Nyonya Marta duduk dengan tegap, wajahnya penuh kehangatan saat dia membagikan ceritanya kepada William. Dia melihat dengan khawatir saat William terlihat melamun, tatapannya kosong dan terpaku pada pemandangan yang tak terlihat di kejauhan. Suaranya sedikit meninggi, "Will? Kau tak menyimak yang Tante katakan, ya? Apa yang kau pikirkan, hmm?" Nyonya Marta menegurnya dengan lembut, mencoba membangunkan William dari lamunannya yang dalam. William tersentak kembali ke kenyataan dan menyadari ketidaksadaran dirinya, dia terlalu larut dengan pikirannya sendiri. Mata Nyonya Marta yang lembut menatap William dengan kepedulian yang tulus. Dia mengerti ada sesuatu yang membebani pikira
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-16
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1617181920
...
29
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status