Di sebuah perkampungan pelosok, Nyonya Cindy berdiri di sisi pusara yang telah lama terbengkalai. Saat pertama kali menemukannya dulu, tak lama setelah Marta memberitahukan lokasinya, pusara ini dipenuhi rerumputan dan bunga liar. Namun, kini dia sudah membersihkannya secara rutin, dengan kedua tangannya sendiri. Para asisten yang melihatnya melarang dan ingin membantunya, tetapi dia menolak dengan tegas.
Nyonya Cindy menahan rasa sakit yang begitu dalam di hatinya, saat memandangi makam bayinya yang sudah meninggal bertahun-tahun yang lalu tanpa sepengetahuannya. Air mata membasahi pipinya yang pucat. Tangisnya penuh dengan penyesalan demi penyesalan yang mengalir tanpa henti."Maafkan Mami, anakku. Maafkan Mami yang baru mengetahui keberadaanmu. Maafkan Mami yang tidak pernah mengunjungimu di sini, karena Mami tidak tahu kamu ada, Nak."Rasa bersalah memenuhi hatinya saat ia menyadari bahwa selama ini dia hidup dalam ketidaktahuan tentang kehilangan yang begitu besar ini. Dia tidak pernah tahu bahwa bayi yang dilahirkannya dan meninggal itu telah digantikan dengan William, anak Marisa yang selama ini dikira anak kandungnya sendiri."Anakku, maafkan Mami yang tidak pernah memberikanmu cinta dan perhatian yang pantas. Maafkan Mami yang terlena oleh rasa bahagia bersama William, tanpa menyadari bahwa kau telah dirampas dariku."Dia mencium lembut nama ‘Ananda’, bayinya, yang terukir di batu nisan. Lalu dia menyeka air matanya. Nyonya Cindy merasakan patah hati yang tak terucapkan dan kekosongan yang melingkupi dirinya selama ini."Mami berjanji, anakku, meskipun terlambat. Mami akan menghormati dan mengenangmu dengan baik. Kehadiranmu dalam hidup Mami akan selalu memiliki tempat yang istimewa."Nyonya Cindy menghabiskan beberapa saat di samping pusara Ananda, puteranya yang telah tiada, membiarkan kesedihan dan penyesalan menyeruak dari hatinya yang remuk. Dia berdoa untuk anaknya yang telah pergi, berharap Ananda merasa dicintai dan dirindukan, serta mendapat tempat yang lebih baik di surga.Dalam keheningan dan kepedihan, Nyonya Cindy meninggalkan tempat itu dengan hati yang terbebani sesal tak terlukiskan.Esoknya, Nyonya Cindy pergi ke Karawang, Jawa Barat. Nyonya Cindy merasa hatinya hancur dan penuh dengan rasa sakit ketika dia tiba di sebuah pemakaman elit, ‘San Diego Hills Memorial Park and Funeral Homes’, tempat di mana Malik Subrata dikebumikan.Tempat ini, kontras dengan kondisi pusara Ananda yang terbengkalai, pusara Malik Subrata terlihat indah dan terawat baik. Tiba-tiba dia merasakan kekejaman suaminya yang tak terduga dan merasa ditipu sepanjang hidupnya."Aku tak pernah menyangka bahwa kau sekejam ini, Malik. Kau telah menipu dan membohongiku sampai akhir hayatmu."Air matanya mengalir deras saat dia merenungkan tentang kebohongan besar Malik Subrata. “Kupikir, selingkuh dengan Mala adalah kebohongan terbesarmu. Tak kusangka, kau memukulku dengan cara yang lebih kejam lagi dengan menukar bayi kita yang telah meninggal dengan William. Apapun alasanmu, tega sekali kau?”Dia merasa urusannya dengan suaminya ini masih belum selesai, sayangnya Malik Subrata telah meninggal. Mau tak mau, Nyonya Cindy merasa dia harus mencapai ketenangan dan ikhlas dalam hatinya dengan memaafkan suaminya."Tidakkah kau memiliki belas kasihan terhadap bayi kita yang telah meninggal, Malik? Bisa-bisanya kau menguburkannya di tempat yang tak layak dan terpelosok seperti itu!”Nyonya Cindy menangis tersedu-sedu, terguncang oleh rasa sakit yang tak terkira. Tanpa disadari, di belakangnya, ada sosok Deni Subrata. Hari itu adalah ulang tahun Malik Subrata, Deni ingin mengunjungi adiknya dengan membawa bunga.Mendengar semua ucapan Nyonya Cindy tadi, Deni Subrata terbelalak tak percaya."Apa maksud ucapanmu, Cindy? Apa yang kau katakan tadi? William bukan anak kandungmu dengan Malik?"Cindy terkejut dan membalikkan badannya. Dia melihat ekspresi kejutan yang luar biasa di mata Deni."Bang Deni? Kau? Kau tidak tahu tentang ini, Bang? Sungguh? Bah! Jangan pura-pura di depanku, Bang! Aku tahu kau jago akting! Kau pasti tahu, adikmu telah menukar bayiku dengan William!” tuduh Nyonya Cindy.“Buat apa aku melakukan itu! Tak ada untungnya bagiku!” sanggah Deni Subrata.“Tentu saja ada untungnya! Hartaku, itu kan yang kalian incar? Dengan memiliki anak denganku, maka Malik akan mendapatkan kemurahan hatiku, demi kelancaran bisnis kalian di bidang retail kala itu. Karena saat itu aku sedang berada di puncak kejayaanku. Supermarket keluarga Subrata di Jakarta, itu dulu berdiri berkat dukunganku, bukan?”Deni, bingung dengan apa yang baru saja dia dengar, dia betul-betul tidak tahu tentang rahasia ini. Tapi, Nyonya Cindy mengira Deni Subrata sudah tahu semua ini sebelumnya.“Aku tidak tahu tentang itu, Cindy!”“Bohong! Setelah aku tak berguna lagi, kau ingin menyingkirkan aku … dengan cara menyuruh orang untuk memasang bom di mobilku, iya kan? Tapi ternyata senjata kalian makan tuan, mobil itu justru meledak saat Malik, adikmu sendiri, memakainya!”Deni Subrata seketika tegang. Wajahnya memerah. Tangannya terkepal. “K-kau …! Keterlaluan menuduhku, Cindy!” bentaknya betul-betul murka.Deni akui jika dirinya memang suka mengancam, ambisius, tamak, dan egois. Dia tidak menyukai Cindy, tapi dia tak pernah berpikir ingin membunuhnya lewat bom mobil itu.“Kalau bukan kau? Siapa lagi, hah?” Nyonya Cindy terengah-engah menahan emosi.“Aku tidak tahu!” bantah Deni Subrata."Aku pikir … kau membenci William karena kau sudah tahu bahwa dia bukan keponakan kandungmu, Bang. Kupikir seorang Deni Subrata tahu segalanya. Ternyata? Kau … benar-benar tidak tahu? Bah. Lucu sekali!" Nyonya Cindy tertawa dengan nada meledek.Nyonya Cindy menatap Deni dengan sorot mencibir. “Jangan berpura-pura lagi, Bang! Aku tahu kaulah yang menyuruh orang untuk membunuhku!”“Cindy! Jaga mulutmu!” bentak Deni.Mereka saling menatap, ketegangan melingkupi keduanya. Deni dan Cindy sama-sama berada di titik puncak emosional mereka.“Irwan! Dialah pelakunya, bukan keluarga Subrata.”Keduanya sama-sama menoleh ketika seseorang bersuara. Mereka terkejut melihat Hartono berdiri di belakang mereka dengan membawa buket bunga di tangannya. Hari ini Hartono juga datang untuk menengok Malik di hari ulang tahunnya. Pria itu sepertinya juga ingin menyapa sahabatnya yang telah tiada. Pertemuan ketiga orang itu seperti reuni kecil yang tak terduga dan tak diharapkan.“Har?” desah Nyonya Cindy tak percaya melihat sosok yang pernah menjadi suaminya. Pria itu masih tetap tampan dan gagah seperti dulu. Rambutnya telah memutih, namun justru menambah kharisma dalam dirinya.“K-kau?” Deni Subrata terkejut melihat orang itu masih hidup. Deni pernah mengirim pembunuh bayaran untuk menghabisinya karena Hartono telah membocorkan data penting perusahaannya kepada kompetitor.“Aku sudah menyelidikinya. Irwan sangat membencimu, Cindy. Dia lelah kau jadikan bonekanya. Kau telah merebut kemerdekaan hidupnya dengan memaksanya menikahi Mala, wanita yang saat itu tengah mengandung Jelita, anaknya Malik,” ujar Hartono sambil memandangi Nyonya Cindy lekat-lekat.Hartono kemudian tertawa lirih sambil geleng-geleng kepala memandangi Nyonya Cindy yang kini sepucat kertas. “Bahkan pada akhirnya, kau jugalah yang mengirim pembunuh bayaran untuk menghabisi Irwan saat dia menjadi buron, bukan? Kau menyogok petugas agar mengatakan dia mati bunuh diri, kau membayar mereka agar memanipulasi hasil autopsi,” pungkasnya.Nyonya Cindy memucat. “Bagaimana kau tahu, bahwa Irwan yang ingin membunuhku? Dan … kau tak bisa menuduhku membunuh Irwan tanpa bukti, Har!”Hartono tertawa lagi. Tentu saja dia tak omong kosong. “Pembunuh bayaranmu ternyata pernah menjadi anak buahku, Cindy. Dia sudah membeberkan segalanya padaku. Aku menyimpan semua bukti komunikasi kalian. Petugas yang kau sogok juga sudah mengaku. Apa kau mau dengar rekamannya?” Hartono berkata sambil mengedipkan sebelah matanya.Nyonya Cindy menggelengkan kepalanya keras-keras. “A-aku … melakukannya … untuk membela harga diri Jelita! Irwan menjadi buron karena berniat memperkosa Jelita. Bagaimanapun, Jelita anaknya Malik. Aku ingin melindungi harga dirinya!” serunya dengan napas terengah-engah, dilanda sesak dan panik.Hartono terkekeh dan geleng-geleng kepala. “Sungguh? Wah. Kau murah hati sekali? Bukannya kau ingin membunuh Irwan karena takut dia bakal membuka mulutnya pada semua orang bahwa Jelita adalah anaknya Malik, … suamimu yang terkenal bersih dan tak neko-neko itu? Kau hanya ingin melindungi harga dirimu sendiri, bukan? Kau melakukannya karena tak ingin orang-orang tahu skandal yang pernah terjadi dalam rumah tanggamu bersama Malik!”Nyonya Cindy kian gemetar. Dia terduduk lemas di hadapan pusara Malik. Dia kemudian menangis sejadi-jadinya, menjerit-jerit frustrasi. Egonya yang setinggi gunung dibombardir habis oleh Hartono tanpa ampun.Sedangkan Deni Subrata memijiti keningnya yang berkerut-kerut pusing. Dia sudah menduga jika bom mobil itu memang untuk Cindy, tapi dia tak mengira jika ternyata pelakunya adalah orang dekat Cindy sendiri.Deni Subrata kemudian memandangi pusara Malik, adiknya, dengan tatapan iba. Dia menghela napas dalam-dalam, turut menyesal. Perilaku buruk adiknya di masa lalu yang mulai terbongkar telah meninggalkan banyak kekacauan yang tak terhindarkan.“Oya. Perlu kalian tahu, Malik sendiri yang bilang padaku …,” kata Hartono sambil menunduk dan meletakkan buket bunganya di atas pusara Malik. Setelah dia kembali tegak berdiri, dia berkata lagi, “Mala, memang simpanan Malik, tapi dia bukan pelacur. Kehamilan Mala bukanlah sebuah ketidaksengajaan, memiliki anak yang cantik jelita memanglah keinginan Malik. Karena itulah Mala memberinya nama ... Jelita!" tegasnya sebelum berlalu pergi.***Hartono melangkah dengan berat di antara barisan makam yang sunyi. Udara dingin menyelimuti area pemakaman, menciptakan suasana yang menyedihkan. Tanpa diduga, Hartono melihat dua sosok yang tidak pernah ia harapkan untuk bertemu di tempat seperti ini, mereka adalah Marta dan William.Wajah Hartono seketika membeku, jantungnya berdegup kencang melihat Marta berdiri di depannya. Pikirannya seketika terhenti sejenak, mencoba memproses kejutan yang tak terduga ini. Marta, dia tidak pernah berharap akan melihatnya lagi, apalagi di tempat yang penuh kenangan suram seperti pemakaman ini.Namun, ketika Hartono melihat William di samping Marta, kekagetannya berubah menjadi kebingungan dan takjub yang mendalam. William, anak kandungnya, darah dagingnya bersama Marisa. Hartono tercengang, tidak siap menghadapi William yang berdiri di hadapannya setelah sekian lama tidak bersua.“Om Har, apa kabar?” William menyapa dengan tatapannya yang lembut dan suaranya yang hangat. Dia menjabat tangan Harto
Jelita senang ketika Laura datang mengunjunginya di apartemen Bimo. Kebetulan pagi ini Bimo sedang menghadiri rapat penting di kantornya, sehingga Jelita sendirian dan keberadaan Laura membuatnya tak kesepian. “Jalan-jalan ke luar yuk, Kak? Mumpung cuacanya sedang cerah. Musim semi adalah saat terbaik buat menikmati keindahan kota dengan berjalan kaki,” ajak Laura. Jelita langsung mengangguk setuju. “Oke!” sambutnya antusias. Laura membawa Jelita menjelajahi keindahan taman kota. Langit di pagi itu berwarna biru cerah, dan sinar matahari yang hangat menyoroti taman dengan cahaya emasnya yang memukau. Sinar matahari menerobos melalui pepohonan yang rimbun, menciptakan bayangan yang bermain-main di bawah kaki mereka. Mereka mengikuti jalur pejalan kaki yang teratur dan dihiasi dengan berbagai macam bunga mekar yang indah. Mawar merah yang anggun, bunga matahari yang ceria, dan lavender yang harum, semuanya saling bersaing dalam kecantikannya masing-masing yang mempesona. Aroma semer
“Kau tak mau mampir dulu, Laura?” ajak Jelita saat mereka tiba di depan gedung apartemen Bimo. Laura menggeleng sambil menatap arloji di pergelangan tangannya. “Aku ada janji belajar kelompok dengan teman-temanku siang ini. Mereka bilang sedang menuju apartemenku. Aku harus segera pulang, Kak. Salam buat Om Bimo.”Jelita mengangguk dan memandangi kepergian Laura dengan raut wajah prihatin, dia betul-betul terganggu tentang kondom yang dibeli Laura tadi.Sedangkan Laura tersenyum sinis begitu dia berbalik seraya melangkah pergi menjauhi Jelita. Dia merasakan sedikit kepuasan bisa meluapkan amarahnya kepada Jelita tadi. Sementara itu di apartemen Bimo, Jelita mondar-mandir tak tenang. Dia masih memikirkan Laura, mengkhawatirkannya. Dia menggigit bibir dengan gelisah, memikirkan cara terbaik untuk menegur dan menyadarkannya.“Mungkin …, Bimo bisa membantuku bicara dengan Laura. Kurasa Laura akan mendengarkan Bimo.”Jelita mengangguk yakin. Dia lalu menoleh jam. Bimo bilang akan datang
Bimo memeluknya dan Jelita mengalungkan tangannya di leher Bimo untuk menjaga keseimbangannya agar tak oleng. Jelita bisa merasakan desakan dada Bimo yang bidang di dadanya yang membusung tegang.Ketika lidah mereka bersentuhan, Bimo seperti melahapnya dengan keahliannya yang memabukkan. Sementara tangan Bimo bergerak lembut di punggung Jelita, seperti sedang mempelajari kembali bentuknya yang sudah sangat dia kenal. Satu tangannya menangkup bokong Jelita dan meremasnya pelan. “Darling …,” desah Bimo seraya menggerakkan tangannya yang lain menuju dada Jelita yang menggodanya.Bimo mengurai ciuman mereka, tatapannya kemudian menunduk, memperhatikan apa yang sedang disentuh oleh tangannya. Dia bisa melihat napas Jelita yang turun naik, membuat buah dadanya yang indah turut bergerak-gerak seksi seiring napasnya yang berat namun juga cepat. Bimo tersenyum melihat Jelita tegang dengan wajahnya yang merona merah, wajah cantiknya tampak terbakar gairah yang berhasil dinyalakan dengan sempur
Bimo terkejut melihat Laura muncul di apartemennya pagi-pagi sekali. Sorot matanya penuh keheranan, ia mendesis dengan nada tegas, "Kenapa kamu ke sini, Laura?" Ia mencoba mengusir sebelum Jelita menyadari kedatangannya.Laura, dengan wajah cemberut, menjawab dengan sikap acuh tak acuh, "Mesin pemanas air di apartemenku rusak lagi, Om. Aku mau pinjam kamar mandi biar bisa mandi dengan air hangat. Aku tak mau membeku mandi dengan air sedingin es sepagi ini!”Tak bergeming oleh reaksi dingin Bimo, Laura melangkah santai menuju kamar Jelita. Namun, kaget menyergapnya saat ia menemui pintu kamar itu terkunci. "Kok dikunci?" tanyanya dengan wajah heran. Bimo menghela napas dalam-dalam, Jelita sekarang selalu mengunci pintu kamarnya, wanita itu mengantisipasi dirinya gara-gara dia memaksanya bercinta kemarin malam. "Dia sedang mandi," jawabnya dengan nada kesal.Laura tidak bisa menahan tawa yang meluncur dari bibirnya. Dia melihat kabut siksa di mata Bimo. Dia seperti gembira di atas pend
Nyonya Marta dan William duduk berhadapan di sebuah ruang privat di Restoran Happiness Kitchen. Suasana restoran yang tenang dan romantis dipenuhi dengan aroma lezat dari hidangan di meja mereka. Mereka berdua menikmati hidangan gourmet yang disajikan dengan indah, makanan lezat yang memanjakan lidah mereka. Nyonya Marta duduk dengan tegap, wajahnya penuh kehangatan saat dia membagikan ceritanya kepada William. Dia melihat dengan khawatir saat William terlihat melamun, tatapannya kosong dan terpaku pada pemandangan yang tak terlihat di kejauhan. Suaranya sedikit meninggi, "Will? Kau tak menyimak yang Tante katakan, ya? Apa yang kau pikirkan, hmm?" Nyonya Marta menegurnya dengan lembut, mencoba membangunkan William dari lamunannya yang dalam. William tersentak kembali ke kenyataan dan menyadari ketidaksadaran dirinya, dia terlalu larut dengan pikirannya sendiri. Mata Nyonya Marta yang lembut menatap William dengan kepedulian yang tulus. Dia mengerti ada sesuatu yang membebani pikira
Di tengah suasana ceria dan penuh tawa, Bimo merangkul Jelita di tengah acara barbekyu yang di taman belakang rumah Dimas. Mereka menikmati makanan lezat yang dipanggang di atas bara api, sambil berbagi cerita dan bercanda bersama keluarga Dimas. “Aku senang kamu mau bermalam di rumah kami, Ta? Aku sengaja mengajukan cuti hingga tiga hari ke depan supaya bisa mengajakmu jalan-jalan bersamaku dan anak-anak, sebelum kau kembali ke Jakarta,” kata Barbara dengan senyum di wajahnya. Jelita ikut tersenyum seraya berterima kasih. “Omong-omong, kita rencananya mau berwisata ke mana, Barbara?” “Air terjun Niagara. Bimo belum mengajakmu ke sana, kan? Padahal itu tempat yang harus kau kunjungi mumpung kau di Kanada.” Jelita memekik senang. Ketiga anak-anak Barbara juga ikut bersorak mendengarnya. Meskipun mereka sudah beberapa kali ke sana, tapi mereka tetap senang di ajak ke sana lagi. “Wah! Niagara? Rasanya aku sudah tak sabar!” Mata Jelita berbinar-binar. Lalu dia cemberut dan menyikut p
Bimo tersenyum menatap Laura yang terbaring di ranjangnya. Bimo sudah sering melihat perempuan-perempuan yang memakai pakaian dalam paling provokatif yang merangsang. Namun di depannya ini adalah pemandangan paling sensual yang pernah dilihatnya. Laura sudah mandi bersih. Dia kini terlihat sangat menggiurkan. Tubuhnya padat berisi di tempat-tempat yang sangat tepat. Dia cantik, juga tampak polos, tapi sekaligus nakal. Bimo akui, Laura memiliki berbagai perpaduan kecantikan yang ia dambakan selama ini. Sementara Laura, tak bisa melepaskan tatapannya dari Bimo yang memiliki vitalitas mengagumkan yang semakin membuatnya kagum sejak pertama kali dia melihatnya dulu. Jantung Laura berdebar kencang, Bimo pria paling sensual yang pernah dia bayangkan dan juga sangat sesuai dengan bayangannya selama ini.“Tunggu sebentar, sayang,” Bimo beranjak bangun dari ranjangnya, menuju lemari, mencari-cari kondom yang disembunyikannya di sana. Namun dia tak juga menemukannya, padahal dia yakin menyimp
Adam Ashford menikahi Laura dengan identitas barunya sebagai Keanu Royce. Hanya Laura dan Sam yang tahu bahwa Keanu Royce adalah Adam Ashford. Mereka menyimpan rahasia itu seumur hidup mereka. Demi melindungi rahasia itu, Laura memutuskan keluar dari lingkaran pertemanannya dengan para sosialita. Semakin sedikit teman yang mengenalnya, akan semakin aman bagi mereka. Laura tak mau terhubung dengan media sosial. Ia ingin hidupnya terlindungi dari mata publik dan jagat internet yang selalu penuh dengan gosip. Dia ingin melindungi sosok suaminya yang baru dari orang-orang yang mungkin memiliki niat jahat. Tak ada yang boleh tahu bahwa Adam masih hidup dalam sosok Keanu Royce. Karena itulah dia hanya mendaftarkan pernikahan resminya dengan Keanu Royce, tanpa perayaan pesta. Lagipula setiap malam bersama Adam adalah pesta baginya, suaminya itu menyentuhnya dengan penuh cinta dan mempersembahkan kepuasan yang tak tertandingi. Mereka berdua hidup bahagia dalam kedamaian dan kebahagiaan mer
Laura lega setelah bicara dengan Nicholas. Anak itu akhirnya melupakan permintaan hadiah ulang tahunnya berupa ‘daddy’. Sebagai gantinya, Laura mengajaknya pergi jalan-jalan ke taman safari. Nick senang sekali menikmati pemandangan satwa liar dari dalam mobil. Ditambah Keanu yang menjelaskannya tentang banyak hal tentang satwa-satwa itu. Nicholas semakin terpukau akan pengetahuan Keanu yang luas tentang dunia hewan.Sementara Laura yang berada di kursi belakang tersenyum melihat antusiasme Nicholas dan kesabaran Keanu dalam memaparkan wawasan tentang dunia satwa kepada Nicholas. Dalam hati Laura mengakui bahwa Keanu memiliki jiwa kebapakan yang sangat dibutuhkan putranya. Bukan hanya Nicholas, Laura juga merasa membutuhkan Keanu. Sejak kedatangan pria itu dalam hidupnya, hari-harinya mulai terasa berbeda. Ada satu ruang kosong di hatinya yang pelan-pelan mulai diisi oleh Keanu. Namun di sisi lain, Laura masih belum siap untuk melengserkan Adam Ashford yang selama ini bertahta dalam h
Ulang tahun Nicholas yang kelima menjadi sebuah perayaan yang berkesan. Meskipun pesta tersebut hanya dihadiri oleh teman-teman sekolah Nicholas, Laura telah merancang segalanya dengan sempurna. Rumahnya yang mewah dan luas menyediakan latar belakang yang indah untuk perayaan ini, tetapi Laura dan Nicholas tetap menjalankannya dengan kerendahan hati.Tamunya tiba dengan senyum penuh kekaguman saat mereka memasuki rumah besar Laura. Mereka melihat sentuhan berkelas dalam setiap sudut rumah Laura yang luas dan mewah. Dan Laura telah mendekor sebuah ruangan dengan dekorasi sederhana namun elegan. Souvenir yang disiapkan Laura untuk para tamu adalah barang-barang bermerk terkenal dan mahal, membuat semua orang terkesan, bahkan kado mereka untuk Nicholas saja tak semewah dan semahal ini. Tetapi mereka tahu, bahwa bagi Nicholas dan juga Laura, kehadiran mereka terasa lebih penting daripada kado apapun yang mereka bawa.Nicholas begitu bahagia, matanya berbinar-binar ketika ia menerima kado
Sambil bergandengan tangan, Laura dan Adam memasuki night club eksklusif dengan sinar lampu berkilauan yang memantulkan warna-warni ke seluruh lantai dansa. Musik berdentum keras menggema di seluruh ruangan, dan orang-orang berdandan glamor berdansa di lantai. Laura merasakan sensasi kebebasan yang luar biasa begitu ia melangkahkan kakinya ke dalam klub ini. Dia merasa begitu hidup, begitu bahagia, dan dia tak sabar untuk menari bebas seperti semasa mudanya dulu.Adam berdiri di sampingnya dengan sikap waspada yang tidak tergoyahkan. Dia berjanji untuk menjaga Laura malam ini, dan dia tak akan melupakan tugasnya. Laura tersenyum pada Adam dan menariknya ke tengah lantai dansa yang penuh dengan kerumunan.Segera setelah mereka tiba di lantai dansa, Laura mulai bergerak dengan bebas dan bersemangat. Laura mengekspresikan dirinya melalui gerakan tubuhnya yang meliuk indah mengikuti irama musik. Sementara itu, Adam berdiri di depannya dengan mata tajam yang memantau setiap gerakan di sek
“Laura, kenalkan ini sepupuku, namanya Nathan,” kata mamanya Carlos ketika Laura muncul di ruang tamu, menemui Mama Carlos yang sudah janjian dengannya untuk datang menjemput. Laura bersalaman dengan Nathan yang mengulurkan tangan padanya sambil tersenyum ramah. “Laura.” “Nathan.” Mama Carlos tersenyum memandangi keduanya secara bergantian. Dia berharap Laura akan tertarik dengan sepupunya yang tampan dan juga seorang artis terkenal asal Jakarta ini. “Sopirku sedang tidak enak badan dan Nathan dengan baik hati mau mengantar kita malam ini. Kebetulan dia baru menyelesaikan jadwal syuting filmnya di Bali dan dia tadi sedang mampir ke rumahku. Ayo, kau sudah siap, kan? Wah. Kau cantik sekali, Laura! Kau seperti masih gadis saja, tak ada yang menyangka kalau kau sudah menjadi seorang ibu,” puji Mama Carlos sambil melirik Nathan yang sedang memandang Laura dengan sorot kagum. Adam menyaksikan hal itu dari ruang tamu, rahangnya menggertak keras menahan marah dan cemburu. Rasanya dia in
Laura tercekat dan menggigit bibirnya.. Mendengar kata-kata Keanu, dia merasa buruk sekali sebagai ibu yang tak bisa menggali lebih dalam sisi psikologis putranya sendiri. Air mata Laura menggenang, merasa bersalah kepada Nick karena lebih mengkhawatirkan luka fisik Gabriel daripada luka batin yang dialami Nick hari ini.Melihat Laura menangis, Adam mengepalkan tangannya, menahan dirinya untuk tidak memeluk Laura detik itu juga. Dia tahu, bukan hal mudah bagi Laura untuk menjadi orang tua tunggal bagi anak lelaki yang aktif dan reaktif seperti Nicholas. “Bu Laura, tenanglah. Mungkin saat ini Anda merasa bersalah, tapi jangan larut dengan rasa bersalah itu. Anda hanya perlu bicara dan mengobrol dengan Nick setelah dia bangun nanti.”Laura mengangguk-angguk. “Terima kasih, Keanu. Kau telah membuka sebuah pemahaman penting yang sebelumnya tak pernah terpikirkan olehku.”Adam mengangguk dan tersenyum. Dan melihat senyum Adam yang lembut dan terasa menenangkan hatinya, perasaan Laura seke
Jantung Laura berdebar kencang saat Keanu meraihnya, menghindarkannya dari tabrakan dengan si pelayan. Sensasi tangan besar dan kuat Keanu yang mendekapnya membuat Laura merasa aman terlindungi. Namun, saat Keanu berbicara dan suaranya berubah menjadi rendah dan tajam, Laura merinding. Dia seperti dalam pelukan Adam Ashford yang telah tiada.Sementara itu, pelayan yang tadi menabrak Laura berdiri ketakutan oleh aura dingin yang dipancarkan Keanu alias Adam. Dia segera membersihkan sisa-sisa gelas yang pecah dengan gemetar, tidak berani melihat langsung ke arah mereka berdua.Laura bisa merasakan kemarahan Adam yang terasa berbahaya. Dia mencoba menenangkan keadaan. "Bukan hanya dia yang salah, aku juga salah,” katanya.“Anda tidak salah,” tegas Adam. “Dia berjalan tanpa melihat ke depan dan mengambil jalur yang tak seharusnya.”“Ma-maaf. Tadi saya terburu-buru.” Si pelayan mengakui kesalahannya, dia sedang tidak fokus bekerja hari ini karena pikirannya sedang kacau memikirkan masalah
Para pelayan di rumah Laura dibuat geger melihat ketampanan bodyguard pribadi Laura yang baru. Mereka bukan hanya mengagumi ketampanannya, tetapi juga merasa heran oleh kemiripan pria itu dengan mendiang sosok suami nyonya mereka yang fotonya terpajang besar di ruang meditasinya. Bahkan Nicholas sempat bengong dan berkali-kali memanggil Keanu dengan tanda tanya yang menggantung di ujung kalimatnya, “Daddy …?”“He’s not your daddy, baby …,” tegas Laura seraya tersenyum kepada putranya yang salah paham melihat sosok bodyguardnya yang begitu mirip dengan Adam Ashford yang dia ketahui sebagai ayahnya.“Halo, Nick. I’m your friend, my name is Keanu.” Adam membungkuk dan mengajak Nicholas melakukan tos dengannya.Nicholas mengerutkan keningnya dengan bingung. Dia menerima ajakan tos Adam dengan ragu-ragu. Tapi dia menyukai keramahan teman barunya ini yang begitu mirip dengan daddy-nya yang sering menjenguknya di malam hari. Bahkan suara Keanu terdengar sama dengan suara daddy yang sering me
Senyum Sam terpancar penuh makna ketika ia menatap Adam. Ia ikut merasa lega akhirnya Adam mendapatkan kesempatan kedua dalam hidupnya, menjalani kehidupan barunya sebagai pria biasa dengan identitas Keanu Royce. Sam memahami bahwa keputusan Adam untuk menjalani "kematian" sebagai Adam Ashford adalah tindakan yang berani demi keselamatan Laura dan Nicholas. Dengan kematian sosok Adam Ashford dalam dunia mafia, kedua orang yang dicintainya itu tidak lagi menjadi buruan musuh-musuh sesama mafia. Sam tahu bahwa Adam telah mengorbankan identitasnya sebagai sosok Adam Ashford yang berkuasa dan kaya raya demi melindungi mereka, dan itulah salah satu tindakan paling mulia yang bisa dilakukan seseorang yang memiliki ketulusan cinta. Sam mengingat lagi bagaimana “transformasi” Adam Ashford menjadi Keanu Royce itu terjadi. Hari itu, setelah John Wick membantai seluruh pasukan Michael dan pasukan Damon Redwood, Laura keluar dari persembunyiannya dan memeluk tubuh Adam Ashford yang bersimbah d