Home / Pernikahan / Terpaksa Menjadi Madu / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Terpaksa Menjadi Madu: Chapter 71 - Chapter 80

120 Chapters

Kedatangan Izhar yang Tiba-tiba

“Gue masuk dulu, ya? Sebentar doang,” pamit Ayesha. “Lama juga enggak apa-apa, kalau lo mau berduaan sama laki lo dulu,“ jawab Inggit. Ayesha mendesis dan hendak memukul gadis itu. Dia kemudian hanya tersenyum seraya masuk ke dalam rumah menyusul Izhar. Dan dia segera ke kamarnya, karena tahu Izhar pasti langsung mandi di kamar mandi yang ada di kamar. Begitu membuka pintu, dia menemukan pria itu. “Hey, kok ke sini?” Izhar menatapi Ayesha dan tersenyum agak canggung. “Itu ... Ay minta maaf karena bawa temen ke sini enggak bilang Aa. Apa lagi banyak cowok,” ucapnya, dia merasa tak enak pada Izhar. Izhar terdiam sejenak. Dia memang terkejut karena ada banyak laki-laki di rumah Ayesha. Namun, melihat ada banyak perempuan juga, dan kelihatannya merasa semua memang temannya. “Aa pikir Aa yang harus minta maaf sama kamu karena datang tiba-tiba, enggak ngabarin kamu dulu. Kamu enggak bawa mereka masuk, enggak apa-apa soal itu. Aa
Read more

Kecurigaan Sesaat

Izhar bangun lebih dulu, seperti biasanya. Kali ini, ada yang memeluk tubuhnya. Ayesha. Biasanya, dia yang memeluk Ayesha. Perempuan itu merapatkan tubuhnya, serapat-rapatnya dengan sang suami. Bahkan kepalanya merebah tepat di dada Izhar. Membuat Izhar agak pengap. Namun, melihat Ayesha yang lebih manja padanya seperti ini, membuat Izhar menyadari jika Ayesha mungkin semakin nyaman dan merasa aman di dekatnya. Dia tidur sangat pulas malam itu. Pria itu kemudian mengusap rambut Ayesha dari puncak kepalanya dengan halus. Setelah sholat shubuh, seperti biasanya, Ayesha tidur lagi. Sementara Izhar kelaparan karena tak mengisi perutnya sejak semalam. Dia hanya bisa menemukan sereal dan susu. Dia akhirnya memakan apa saja yang ada sebelum mendapatkan makanan yang sesungguhnya. Pria itu memakan sereal sambil menunggu nasi uduk yang dia pesan datang. Begitu nasi uduknya tiba, Izhar segera membangunkan Ayesha untuk sarapan. Ayesha bangun dengan rambutnya yang m
Read more

Permintaan Maaf atau Pemaksaan Maaf

[Ay, maaf tentang kemarin. Gue di luar kendali, serius. Gue rasa gue mabok waktu itu. Gue bener-bener-bener enggak sadar apa yang gue lakuin waktu itu. Gue sadar-sadar waktu gue jatuh di jalan pas gue pulang bawa motor. Gue nanya sana sini, banyak yang bilang gue dorong lo, dan gue sadar itu bukan mimpi gue doang. Ay, gue nyesel, serius.]Ayesha menatapi handphonenya, di mana Argi mengiriminya pesan. Diam-diam dia membacanya, karena ada Izhar di sisinya. Dan Izhar melirik ke arahnya, membuatnya segera menutup handphonenya. Dia kemudian mengulum bibirnya dan tersenyum ke arahnya. Lalu, handphonenya Izhar berdering. Sebuah panggilan masuk dan itu dari Nirmala. Ya, Ayesha juga tahu jika itu berarti waktu mereka telah habis jika Nirmala sudah menelepon. “Hati-hati di jalan,” ucap Ayesha, dia sedikit tak rela pria itu pergi sekarang. “Maaf, Aa harus pergi. Jaga diri kamu, ya! Kalau ada apa-apa, hubungi Aa! Assalamualaikum. ” Izhar kemudian mengecup
Read more

Adu Domba

Mala menatapi sebuah foto yang baru saja dikirimkan kepadanya. Dengan obrolan sebelumnya yang menunjukkan jika Ayesha pulang beramai-ramai dengan banyak teman-temannya. Ternyata Izhar tak mendapatkan izin Mala begitu saja. Mala tahu ada banyak teman Ayesha yang laki-laki di rumahnya, dia berpikir jika Izhar dia biarkan mengunjungi Ayesha, pria itu akan marah. Namun, apa yang dia dapatkan saat Izhar pulang, pria itu bahkan tampak sangat segar dan semringah. Menandakan jika Ayesha tak mendapatkan masalah sama sekali saat Izhar datang.Kali ini, dia punya sebuah foto yang mungkin berhasil membuat Ayesha dalam masalah kali ini. Mala membukanya lebar dan kemudian memiringkan handphonenya, menunjukkannya pada Izhar yang tengah membaca buku di sebelahnya sambil mengusap perut Nirmala yang lebih buncit dari Ayesha. “Apa?” tanya pria itu seraya memegangi sisi lain handphonenya Nirmala dan melihat lebih dekat. “Hari ini Ayesha pakai baju warna apa?” tany
Read more

Hilang Kepercayaan

“Mana dia?!” Izhar membentak saat tak berhasil menemukan siapa pun di rumahnya. “S-siapa?” Bahu Ayesha gemetar, dia masih syok atas kejadian Argi, sekarang Izhar. “Pria yang tadi sedang bersama kamu di luar, memeluk kamu dengan mesra!” sentaknya lagi. Ayesha mengernyitkan dahinya dengan gelagapan. Dia mengulum bibirnya dengan sedikit takut pada Izhar. Lantaran kenapa Izhar bisa tahu jika Argi tadi ada di sini, dan sempat memeluknya? Tapi sungguh, dia tak menikmati pelukan yang menyesakkan itu. “Argi, bukan? Mana pria itu sekarang?!” Izhar bertanya dengan penuh emosi.“Aa salah paham,” jawab Ayesha, berusaha menjelaskannya pada Izhar dengan gelagapan. “Salah paham gimana?! Aa jelas-jelas lihat foto kamu, yang masih menggunakan pakaian yang sama dengan foto itu, dipeluk Argi. Aa ingat betul gimana model rambutnya Argi juga.” Izhar marah. Ayesha terdiam, menahan desiran di jantungnya yang amat tak mengenakan. Sesak, e
Read more

Mendekati Ajal

Ayesha mendesis pelan, menahan rasa pegal dan ngilu di bahunya yang tadi terkilir saat tangannya tak mampu menahan bobot tubuhnya sendiri. Dengan wajahnya yang bengkak sehabis menangis, Ayesha menghela nafasnya, dadanya masih terasa sesak seberapa banyak dia berusaha mengeluarkan rasa sesak yang menjerat di dadanya tersebut. Kakinya dengan mandiri dia obati, Tangannya bahkan masih gemetar setelah menghadapi dua kejadian sekaligus. Ayesha menatapi lututnya, hanya berharap besok sendi lututnya tak terasa sakit untuk beraktivitas. Ayesha berusaha membaringkan tubuhnya, agar bisa beristirahat. Sesenggukan, perempuan itu masih berusaha menahan sesak di dadanya setelah apa yang terjadi hari ini. Membaringkan tubuhnya yang terasa lemas, mengistirahatkan tangannya yang terus gemetaran, kakinya yang terasa sakit dan pegal juga. Perempuan itu hanya ingin tidur nyenyak malam itu. Bahkan berharap jika dirinya tak akan bangun esok pagi. Namun, membayangkan dirinya a
Read more

Dia Tak Akan Datang

Devan memakan pizza yang dia bawa, sambil celingukan di depan ruangan UGD. Yang mana Ayesha tengah diperiksa keadaannya. Sementara Belia tampaknya cemas dan panik, melirik ke arah Devan yang bisa-bisanya masih makan di saat seperti ini dengan lahap dan bahkan menyeruput soda juga. “Adek lo, noh! Lagi di UGD, dan lo asyik makan di sini?!” Belia memukulnya. “Ya gue harus apa?! Masuk, gitu? Bantuin dokternya, gitu? Kan, kagak bisa!” jawab Devan.“Iya, sih. Terus suaminya Ayesha? Lo tahu dia enggak bisa dihubungi, terus lo enggak bakal ngehubungi dia, gitu? Coba telepon lagi!” ujar Belia. Devan mendengus seraya memasukkan potongan pizza yang masih besar ke mulutnya. Dia mengunyahnya dengan lahap, kelihatannya dia memang lapar. Devan mengeluarkan handphonenya hendak menghubungi Izhar, memberitahu keadaan Ayesha yang ditemukan dengan kondisi kritis. Sementara Belia menatapi pria itu. Bahkan dengan mulut yang penuh hingga tulang rahangnya terlihat saat makan, pria itu semakin tampan. Ter
Read more

Mengompori

“Devan, ya? Sepupunya Ayesha?” Nirmala menyapanya, dia sebenarnya cukup jarang sekali bertemu dengan Devan. Devan terdiam sejenak dan mengernyitkan dahinya. Karena Nirmala menggunakan cadar, rasanya sulit mengenalinya. Dia tahu jika Nirmala menggunakan cadar. Namun, tak sadar jika itu Nirmala. “Siapa?” tanya Devan balik. “Nirmala, istrinya Izhar,” jawab Nirmala. “Oh ... A Izhar beneran enggak ke sini?” tanya Devan, dia ingin memastikan hal tersebut. “Enggak bisa, A Izhar sibuk soalnya,” jawabnya lagi. Devan menganggukkan kepalanya mengerti. Kemudian, dia teringat akan sesuatu. Dia mungkin bisa menanyakan sesuatu kepada Nirmala. Mengingat Nirmala lebih punya banyak waktu dengan Ayesha, Izhar pasti mengatakan sesuatu kepadanya lebih banyak ketimbang pada Ayesha. “Oh, iya, ngomong-ngomong, belakangan ini hubungannya Ayesha sama A Izhar gimana?” tanya Devan langsung, dia tak bisa berbasa-basi, memang tak pandai melaku
Read more

Tak Ada yang Percaya

“Dev, sadar, Dev! Ay lagi sakit, ini juga di rumah sakit!” ujar Belia seraya menahan Devan. “Gue enggak tahan sama kelakuan lo lagi, Ay! Cukup sampai di sini. Gue masih baik nganterin lo ke rumah sakit sebelum lo meregang nyawa di rumah. Gue udah bawain baju lo juga. Gue ogah kalau harus jaga lo di sini.” Devan melemparkan tas berisikan pakaian Ayesha itu ke lantai agak kasar. Belia di sana agak gelagapan karena baru kali ini melihat Devan semarah ini. Devan selama ini bisa dikatakan kejam memang pada orang selain Ayesha, dia kadang menciut nyalinya saat ada Ayesha. Namun ternyata kondisi itu bisa berbalik. Di mana Ayesha yang menciut karena Devan. Pria itu mendengus dan kemudian melangkah keluar dengan penuh emosi. Pasien lain di ruangan tersebut ada yang sampai mengangkat kepalanya dari tempat tidurnya dan keluarga pasien lainnya juga tampak berusaha mengintip ke ranjang Ayesha yang agak tertutup tirai di sudut itu. Sementara Belia jadi kebi
Read more

Bimbang

Ayesha menatapi Devan yang datang bersama orang tuanya. Itu membuat Ayesha ingin mengatakan sesuatu pada Devan. Dia sangat ingin memberitahu Devan jika Argi berusaha menyerangnya. Namun, dari Devan yang tak berkata apa pun saat itu, kelihatannya Devan memilih menyembunyikannya dari kedua orang tuanya. Dan mereka berdua tak banyak bicara. Ayesha menyetujui tindakan Devan untuk tak membicarakan sesuatu tentang Argi di depan orang tuanya. Yang berarti dirinya juga tak bisa memberitahu Devan jika dirinya dengan Argi saat itu adalah sebuah kesalahpahaman. Devan mungkin menarik ucapannya jika dirinya tak ingin bertemu Ayesha lagi. Toh, dia menunjukkan kalau mereka baik-baik saja di hadapan orang tua Devan. Namun, begitu mereka sedang makan dan Devan duduk di sebelah brankar Ayesha, Ayesha mengetahui adanya kesempatan bicara. “Itu salah paham,” ucap Ayesha pelan, berusaha agar suaranya tak terdengar siapa pun selain dia. “Lo berharap gue percaya itu?
Read more
PREV
1
...
678910
...
12
DMCA.com Protection Status