Semua Bab Terpaksa Menjadi Madu: Bab 61 - Bab 70

120 Bab

Gaduh

“Lo enggak paham bahasa, apa gimana?” Devan berjalan mendekati Ayesha dengan emosi. “Ini enggak yang kayak lo pikirin! Gue sama dia cuman enggak sengaja ketemu di supermarket, terus dia nawarin tumpangan.” Ayesha berusaha menjelaskannya pada Devan, agar Devan tak mengadu pada Izhar, mengingat Devan lebih pro pada Izhar selama ini ketimbang padanya. Devan menatapi Ayesha dan melirik Argi yang menaruh barang belanjaannya Ayesha di bawah. “Bisa enggak, sih, lo tuh, jangan jadi murahan? Malu gue lihatnya.” Devan menatap Ayesha serius. Mendengar kata murahan dari Devan berhasil membuat Ayesha mengernyitkan dahinya. Ayesha terdiam seketika. Kata yang berhasil menyakiti hatinya, terucap dari sosok kakak laki-lakinya. Argi menatapi Ayesha, dia merasa iba pada Ayesha yang mungkin lebih sering dikatai Devan. “Lo! Lo bisa enggak sih, enggak usah deketin Ayesha lagi? Dia yang udah lo buang, enggak usah lo ambil lagi!” sentak Devan pada Argi.
Baca selengkapnya

Lagi-lagi Tampak Berbeda

Devan menaruh keresek berisikan makanan yang baru saja Ayesha inginkan. Dia agak melemparkannya, dan kemudian bersedekap sambil menatap tajam ke arah Ayesha. “Gue enggak minta lo beliin gue dimsum,” ucap Ayesha, dengan nada sedikit marah. “Makan aja! Bukannya lo dari tadi lihat video tentang dimsun sambil ngomong dimsum setiap lewat sebagai kode ke gue buat beliin lo dimsum?“ Devan mendecak pelan.Ayesha menghela nafasnya, berusaha tak gengsi dan untuk menyantap dimsum yang sudah dia inginkan dari tadi. Bagaimana pun, Devan masih cukup pengertian dan perhatian padanya. Belum lagi, Devan secara inisiatif membelikannya minuman kesukaannya. “Makasih,” ucap Ayesha agak dingin. “Sama-sama.” Devan duduk di depan Ayesha dan membuka handphonenya seolah tak ada yang terjadi sebelumnya. Ayesha menatapi Devan yang kelihatannya sudah tak lagi marah. Dia membuka kereseknya dan membuka kotak berisikan dimsum tersebut. Dia memakannya secara perlahan, menikmati makanan yang sedang dia idam-idamk
Baca selengkapnya

Kewajiban Saling Mencintai

“Apa yang bikin kamu tergerak pakai lingerie? Aa tahu, kamu biasa pakai baju yang menang terbuka. Tapi kamu tergerak buat pakai lingerie pas ada Aa, rasanya kayak beda aja.” Izhar berbaring di sisinya Ayesha. Sebenarnya dia sudah mengantuk sehabis perang tadi. Namun tak ingin untuk segera tidur, lantaran Ayesha juga belum tidur. Dia selalu menunggu Ayesha tidur lebih dulu, agar Ayesha tak merasa seperti hanya untuk digunakan semata. “Ay juga enggak tahu, cuman kayak ada dorongan aja, dari diri Ay buat pakai,“ jawab Ayesha. “Kamu beneran enggak mau apa-apa? Enggak ada niat terselubung minta dibeliin apa-apa, gitu?” “Hah ... Enggak ada. Ay cuman mikir, apa yang bisa Ay kasih buat Aa, tapi enggak ada apa-apa. Aa udah kasih semuanya ke Ay. Devan bilang coba hargai Aa. Aa udah kerja keras Senin sampai Jumat, punya hari libur Sabtu sama Minggu doang, tapi pasti punya waktu buat Ay atau Teh Mala. Sebagai istri, apa yang bisa Ay lakukan buat nyenengin Aa? Dan sialnya, Ay malah kepikiran p
Baca selengkapnya

Bertemu Lagi

Ayesha kembali berbelanja Minggu itu. Kali ini dirinya membeli beberapa buah-buahan dan bahan masakan yang sekiranya bisa dia masak. Dia akan belajar masak lantaran rasanya mulai enek untuk membeli masakan yang biasa dia beli. Dia mulai bosan dengan menu yang sama. Saat Ayesha hendak menimbang buah-buahan yang sudah dia bungkus, matanya menangkap sosok Argi yang juga tengah berada di sana lagi. Entah kenapa rasanya sangat canggung sekarang. “Hai,” sapa Ayesha dengan pandangannya yang tak tertuju pada Argi sama sekali. “Hai,” sapa balik Argi seraya tersenyum kecil menatapi Ayesha. “Lo belanja lagi?” Ayesha sebenarnya tak ingin berbasa-basi dengannya, namun rasanya tak enak tentang terakhir kali, jadi dirinya berusaha untuk bersikap tak canggung. “Mm, kurang lebih. Lebih tepatnya menunggu lo di sini. Kayaknya lo sering belanja di hari Minggu, di waktu-waktu seperti ini.” Argi menebak kebiasaan Ayesha. “Enggak juga, baru minggu kemarin dan minggu ini,” jawab Ayesha seadanya. Argi
Baca selengkapnya

Dia Tak Pulang

“Lalu, lo tinggal di rumah lo sendiri padahal lo udah nikah? Suami lo ... yang selama ini ngasih lo duit, bukan Devan?” tanya Argi lagi, dia melanjutkan bertanya setelah Ayesha puas makan. “Mm, kayak gitu. Gue enggak mau tinggal sama istri pertamanya dan kayaknya istri pertamanya juga demikian. Kita lumayan enggak akur dan kadang akur, sih. Cuman kalau akur, gue banyak sakit hati. Tapi kayaknya dia juga. Kalau ngomong enggak pernah nyantai, sewot mulu bawaannya kalau sama gue. Makanya, setelah ada insiden, gue minggat.” Ayesha tersenyum saat menceritakannya. Dia tak lagi keberatan untuk membuka semuanya. Toh, melihat bagaimana Argi tak berusaha menghakiminya sama sekali, rasanya lebih melegakan. Ketimbang Devan, ternyata Argi pendengar yang lebih baik baginya. “Oh, gitu. Lo sendiri, pada akhirnya enggak jadi gugurin kandungan lo karena terpaksa, ya? Lo enggak bener-bener punya alasan buat mempertahankan kehamilan lo?” tanya Argi. Ayesha terdia
Baca selengkapnya

Malam yang Hampa

Ayesha belum kunjung tidur malam itu. Dia asyik chatting dengan teman-temannya di grup, dan beberapa menghubunginya secara pribadi. Dan salah satunya adalah Argi yang menerima permintaannya untuk memboncengnya. Itu membuat Ayesha lega karena akhirnya bisa ikut juga. [Bener, nih, Devan kagak marah kalau gue bonceng lo?] – Argi. Iya, enggak apa-apa. Dia mau sama ceweknya, katanya. Sementara gue mau ikut. Gue mau ngasih tahu yang lain tentang pernikahan gue juga. Dan di waktu yang sama, gue juga bakal bilang kalau gue lagi hamil. – Ayesha. [Lo serius siap bilang sekarang, Ay? Reaksi yang lain mungkin enggak sebaik gue.] Lo orang yang seharusnya jadi orang yang ngasih reaksi berlebihan justru. Maksud gue kayak ... mereka enggak berhak ngasih reaksi negatif. – Ayesha. [That’s right. Lo berani banget btw.] Ayesha tersenyum, menghargai pujian Argi tersebut. Sudah hampir tengah malam dan Ayesha masih sibuk dengan handphonenya. Dia
Baca selengkapnya

Event Apollo

Inggit membuka mulutnya lebar saat melihat Ayesha yang dibonceng Argi datang. Bahkan hampir seluruh anak Apollo melongo dibuatnya. Argi membonceng Ayesha ke lokasi, itu sebuah kemajuan besar untuk keduanya kembali bersama, itu yang mereka pikirkan. Begitu Ayesha turun dan bergabung dengan kumpulan perempuan lainnya, mereka langsung mendekati Ayesha dan tentunya dengan penasaran apakah mereka kembali bersama atau tidak. “Ow, lo bareng sama Argi?! Gila, kalian balikan?!” “Enggak mungkin kalian berangkat bareng kalau enggak balikan, kan?!” “Ay, lo gila? Lo mau mati di tangan—” Inggit memelototi Ayesha, dia tahu Ayesha punya suami. “Enggak, gue enggak balikan. Gue sama Argi cuman temen.” Ayesha menyangkalnya segera. “Devan tahu ini? Devan mana?! Kok, enggak sama lo?” “Devan tahu, dia tahu dari sejak gue ngisi list juga. Devan bakal datang sama ceweknya. Gue enggak tahu mereka jadian apa enggak, tapi Devan ngakunya bar
Baca selengkapnya

Didorong?!

“Lo gila?” Ayesha terkekeh ragu, menatapi Argi dengan sedikit canggung. “Lo bisa bilang gue gila, tapi gue serius.” Argi menatap Ayesha balik, tatapannya benar-benar serius. “Mana bisa kayak gitu ...” Ayesha menekankan suaranya. “Bisa. Asal lo mau. Gue udah mau, tinggal lo. Apa susahnya cerai? Bukannya lo caper sama gue padahal lo udah nikah, itu karena lo kurang perhatian? Gue sekarang ngerti kenapa lo masih nempel sama Devan padahal lo udah nikah. Lo kurang perhatian dari suami lo. Lo mau jadi satu-satunya. Lo udah banyak ngalah sama istri pertama laki lo, ini saatnya lo keluar dari zona itu.” Argi bicara agak berbisik, dia mendekatkan dirinya pada Ayesha, karena tak ingin ada orang yang mendengar pembicaraan mereka. Sementara Ayesha tampak gelagapan saat Argi bicara seserius itu padanya dan mendekatinya seolah hendak menyerangnya jika dia menolak. “Gi, lo lupa? Gue lagi hamil, anak orang lain.” Ayesha berusaha mencari alasan yang
Baca selengkapnya

Keram!

“Apa maksud lo kandungan? Ayesha hamil?” tanya yang lainnya. Ayesha mengangkat kepalanya dan mendesah gugup. Dia menatap Devan yang entah sengaja atau tidak mengucapkannya begitu saja saat ada banyak orang. Namun, dia mendadak jadi tak siap untuk memberitahu yang lainnya, melihat bagaimana reaksi Argi sekarang padanya jauh berbeda. “Lo lagi hamil, Ay?” Yang lainnya jadi turut bertanya di sana. “Iya, dia lagi hamil.” Devan mengatakannya dengan tegas seraya menatap ke arah Argi. “Gi, gila lo?! Main asal dorong cewek, taunya dia lagi hamil. Anjir, gimana kalau keguguran?!” Pria yang mencoba menahan Argi di sana menatap Argi dengan penuh keterkejutan. “Dia tahu Ayesha hamil. Seharusnya ini reaksi dia waktu tahu Ayesha hamil. Tapi dia nahan reaksinya yang kayak gini sebelumnya.” Devan menatapi Argi, seolah berusaha menyudutkannya. Argi mendecak tak percaya. Devan kelihatannya sempat mempercayainya juga karena tak bereaksi banyak
Baca selengkapnya

Kejujuran Ayesha

“Gue jadi madu, makanya gue malu untuk mengakuinya. Gue takut kalian juga malu punya temen kayak gue. Gue enggak mau dikatai sama orang-orang yang udah kayak rumah buat gue sendiri.” Ayesha tertunduk selagi menjelaskan dan membeberkan semua yang dia tutupi belakangan ini. Dan teman-temannya dengan fokus menyimak seraya mengajukan pertanyaan yang bisa dijawabnya. “Jadi, lo beneran hamil?” Lagi-lagi, mereka ingin memastikan kebenaran tentang itu. Di depan rumah Ayesha, mereka semua berkumpul. Yang tadinya di rumah salah satu dari anak Apollo, sekarang mereka pindah ke rumah Ayesha. Dan berhasil merepotkan warung yang ada di dekat rumah Ayesha. Mereka jadi kebanjiran pesanan karena Ayesha tak akan sanggup menyuguhi mereka, jadi dia akan mentraktir mereka. Walau ujungnya, pasti Devan yang bayar. “Iya, beneran.” Ayesha terkekeh pelan, entah kenapa mereka tampaknya tak percaya padanya sama sekali, itu membuatnya geram sekaligus tergelitik.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
12
DMCA.com Protection Status