Share

Bertemu Lagi

Penulis: sherina vellyn
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Ayesha kembali berbelanja Minggu itu. Kali ini dirinya membeli beberapa buah-buahan dan bahan masakan yang sekiranya bisa dia masak. Dia akan belajar masak lantaran rasanya mulai enek untuk membeli masakan yang biasa dia beli. Dia mulai bosan dengan menu yang sama.

Saat Ayesha hendak menimbang buah-buahan yang sudah dia bungkus, matanya menangkap sosok Argi yang juga tengah berada di sana lagi. Entah kenapa rasanya sangat canggung sekarang.

“Hai,” sapa Ayesha dengan pandangannya yang tak tertuju pada Argi sama sekali.

“Hai,” sapa balik Argi seraya tersenyum kecil menatapi Ayesha.

“Lo belanja lagi?” Ayesha sebenarnya tak ingin berbasa-basi dengannya, namun rasanya tak enak tentang terakhir kali, jadi dirinya berusaha untuk bersikap tak canggung.

“Mm, kurang lebih. Lebih tepatnya menunggu lo di sini. Kayaknya lo sering belanja di hari Minggu, di waktu-waktu seperti ini.” Argi menebak kebiasaan Ayesha.

“Enggak juga, baru minggu kemarin dan minggu ini,” jawab Ayesha seadanya.

Argi
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Terpaksa Menjadi Madu   Dia Tak Pulang

    “Lalu, lo tinggal di rumah lo sendiri padahal lo udah nikah? Suami lo ... yang selama ini ngasih lo duit, bukan Devan?” tanya Argi lagi, dia melanjutkan bertanya setelah Ayesha puas makan. “Mm, kayak gitu. Gue enggak mau tinggal sama istri pertamanya dan kayaknya istri pertamanya juga demikian. Kita lumayan enggak akur dan kadang akur, sih. Cuman kalau akur, gue banyak sakit hati. Tapi kayaknya dia juga. Kalau ngomong enggak pernah nyantai, sewot mulu bawaannya kalau sama gue. Makanya, setelah ada insiden, gue minggat.” Ayesha tersenyum saat menceritakannya. Dia tak lagi keberatan untuk membuka semuanya. Toh, melihat bagaimana Argi tak berusaha menghakiminya sama sekali, rasanya lebih melegakan. Ketimbang Devan, ternyata Argi pendengar yang lebih baik baginya. “Oh, gitu. Lo sendiri, pada akhirnya enggak jadi gugurin kandungan lo karena terpaksa, ya? Lo enggak bener-bener punya alasan buat mempertahankan kehamilan lo?” tanya Argi. Ayesha terdia

  • Terpaksa Menjadi Madu   Malam yang Hampa

    Ayesha belum kunjung tidur malam itu. Dia asyik chatting dengan teman-temannya di grup, dan beberapa menghubunginya secara pribadi. Dan salah satunya adalah Argi yang menerima permintaannya untuk memboncengnya. Itu membuat Ayesha lega karena akhirnya bisa ikut juga. [Bener, nih, Devan kagak marah kalau gue bonceng lo?] – Argi. Iya, enggak apa-apa. Dia mau sama ceweknya, katanya. Sementara gue mau ikut. Gue mau ngasih tahu yang lain tentang pernikahan gue juga. Dan di waktu yang sama, gue juga bakal bilang kalau gue lagi hamil. – Ayesha. [Lo serius siap bilang sekarang, Ay? Reaksi yang lain mungkin enggak sebaik gue.] Lo orang yang seharusnya jadi orang yang ngasih reaksi berlebihan justru. Maksud gue kayak ... mereka enggak berhak ngasih reaksi negatif. – Ayesha. [That’s right. Lo berani banget btw.] Ayesha tersenyum, menghargai pujian Argi tersebut. Sudah hampir tengah malam dan Ayesha masih sibuk dengan handphonenya. Dia

  • Terpaksa Menjadi Madu   Event Apollo

    Inggit membuka mulutnya lebar saat melihat Ayesha yang dibonceng Argi datang. Bahkan hampir seluruh anak Apollo melongo dibuatnya. Argi membonceng Ayesha ke lokasi, itu sebuah kemajuan besar untuk keduanya kembali bersama, itu yang mereka pikirkan. Begitu Ayesha turun dan bergabung dengan kumpulan perempuan lainnya, mereka langsung mendekati Ayesha dan tentunya dengan penasaran apakah mereka kembali bersama atau tidak. “Ow, lo bareng sama Argi?! Gila, kalian balikan?!” “Enggak mungkin kalian berangkat bareng kalau enggak balikan, kan?!” “Ay, lo gila? Lo mau mati di tangan—” Inggit memelototi Ayesha, dia tahu Ayesha punya suami. “Enggak, gue enggak balikan. Gue sama Argi cuman temen.” Ayesha menyangkalnya segera. “Devan tahu ini? Devan mana?! Kok, enggak sama lo?” “Devan tahu, dia tahu dari sejak gue ngisi list juga. Devan bakal datang sama ceweknya. Gue enggak tahu mereka jadian apa enggak, tapi Devan ngakunya bar

  • Terpaksa Menjadi Madu   Didorong?!

    “Lo gila?” Ayesha terkekeh ragu, menatapi Argi dengan sedikit canggung. “Lo bisa bilang gue gila, tapi gue serius.” Argi menatap Ayesha balik, tatapannya benar-benar serius. “Mana bisa kayak gitu ...” Ayesha menekankan suaranya. “Bisa. Asal lo mau. Gue udah mau, tinggal lo. Apa susahnya cerai? Bukannya lo caper sama gue padahal lo udah nikah, itu karena lo kurang perhatian? Gue sekarang ngerti kenapa lo masih nempel sama Devan padahal lo udah nikah. Lo kurang perhatian dari suami lo. Lo mau jadi satu-satunya. Lo udah banyak ngalah sama istri pertama laki lo, ini saatnya lo keluar dari zona itu.” Argi bicara agak berbisik, dia mendekatkan dirinya pada Ayesha, karena tak ingin ada orang yang mendengar pembicaraan mereka. Sementara Ayesha tampak gelagapan saat Argi bicara seserius itu padanya dan mendekatinya seolah hendak menyerangnya jika dia menolak. “Gi, lo lupa? Gue lagi hamil, anak orang lain.” Ayesha berusaha mencari alasan yang

  • Terpaksa Menjadi Madu   Keram!

    “Apa maksud lo kandungan? Ayesha hamil?” tanya yang lainnya. Ayesha mengangkat kepalanya dan mendesah gugup. Dia menatap Devan yang entah sengaja atau tidak mengucapkannya begitu saja saat ada banyak orang. Namun, dia mendadak jadi tak siap untuk memberitahu yang lainnya, melihat bagaimana reaksi Argi sekarang padanya jauh berbeda. “Lo lagi hamil, Ay?” Yang lainnya jadi turut bertanya di sana. “Iya, dia lagi hamil.” Devan mengatakannya dengan tegas seraya menatap ke arah Argi. “Gi, gila lo?! Main asal dorong cewek, taunya dia lagi hamil. Anjir, gimana kalau keguguran?!” Pria yang mencoba menahan Argi di sana menatap Argi dengan penuh keterkejutan. “Dia tahu Ayesha hamil. Seharusnya ini reaksi dia waktu tahu Ayesha hamil. Tapi dia nahan reaksinya yang kayak gini sebelumnya.” Devan menatapi Argi, seolah berusaha menyudutkannya. Argi mendecak tak percaya. Devan kelihatannya sempat mempercayainya juga karena tak bereaksi banyak

  • Terpaksa Menjadi Madu   Kejujuran Ayesha

    “Gue jadi madu, makanya gue malu untuk mengakuinya. Gue takut kalian juga malu punya temen kayak gue. Gue enggak mau dikatai sama orang-orang yang udah kayak rumah buat gue sendiri.” Ayesha tertunduk selagi menjelaskan dan membeberkan semua yang dia tutupi belakangan ini. Dan teman-temannya dengan fokus menyimak seraya mengajukan pertanyaan yang bisa dijawabnya. “Jadi, lo beneran hamil?” Lagi-lagi, mereka ingin memastikan kebenaran tentang itu. Di depan rumah Ayesha, mereka semua berkumpul. Yang tadinya di rumah salah satu dari anak Apollo, sekarang mereka pindah ke rumah Ayesha. Dan berhasil merepotkan warung yang ada di dekat rumah Ayesha. Mereka jadi kebanjiran pesanan karena Ayesha tak akan sanggup menyuguhi mereka, jadi dia akan mentraktir mereka. Walau ujungnya, pasti Devan yang bayar. “Iya, beneran.” Ayesha terkekeh pelan, entah kenapa mereka tampaknya tak percaya padanya sama sekali, itu membuatnya geram sekaligus tergelitik.

  • Terpaksa Menjadi Madu   Kedatangan Izhar yang Tiba-tiba

    “Gue masuk dulu, ya? Sebentar doang,” pamit Ayesha. “Lama juga enggak apa-apa, kalau lo mau berduaan sama laki lo dulu,“ jawab Inggit. Ayesha mendesis dan hendak memukul gadis itu. Dia kemudian hanya tersenyum seraya masuk ke dalam rumah menyusul Izhar. Dan dia segera ke kamarnya, karena tahu Izhar pasti langsung mandi di kamar mandi yang ada di kamar. Begitu membuka pintu, dia menemukan pria itu. “Hey, kok ke sini?” Izhar menatapi Ayesha dan tersenyum agak canggung. “Itu ... Ay minta maaf karena bawa temen ke sini enggak bilang Aa. Apa lagi banyak cowok,” ucapnya, dia merasa tak enak pada Izhar. Izhar terdiam sejenak. Dia memang terkejut karena ada banyak laki-laki di rumah Ayesha. Namun, melihat ada banyak perempuan juga, dan kelihatannya merasa semua memang temannya. “Aa pikir Aa yang harus minta maaf sama kamu karena datang tiba-tiba, enggak ngabarin kamu dulu. Kamu enggak bawa mereka masuk, enggak apa-apa soal itu. Aa

  • Terpaksa Menjadi Madu   Kecurigaan Sesaat

    Izhar bangun lebih dulu, seperti biasanya. Kali ini, ada yang memeluk tubuhnya. Ayesha. Biasanya, dia yang memeluk Ayesha. Perempuan itu merapatkan tubuhnya, serapat-rapatnya dengan sang suami. Bahkan kepalanya merebah tepat di dada Izhar. Membuat Izhar agak pengap. Namun, melihat Ayesha yang lebih manja padanya seperti ini, membuat Izhar menyadari jika Ayesha mungkin semakin nyaman dan merasa aman di dekatnya. Dia tidur sangat pulas malam itu. Pria itu kemudian mengusap rambut Ayesha dari puncak kepalanya dengan halus. Setelah sholat shubuh, seperti biasanya, Ayesha tidur lagi. Sementara Izhar kelaparan karena tak mengisi perutnya sejak semalam. Dia hanya bisa menemukan sereal dan susu. Dia akhirnya memakan apa saja yang ada sebelum mendapatkan makanan yang sesungguhnya. Pria itu memakan sereal sambil menunggu nasi uduk yang dia pesan datang. Begitu nasi uduknya tiba, Izhar segera membangunkan Ayesha untuk sarapan. Ayesha bangun dengan rambutnya yang m

Bab terbaru

  • Terpaksa Menjadi Madu   Kakak Beradik

    “Saya enggak bisa tinggal diam. Saya bisa bawa kasus ini ke pengadilan.” Ayesha menyilangkan tangannya, menatapi gadis yang menangis sesenggukan setelah melempar tempat pensil pada Juan hingga menyebabkan pelipis Juan terluka.“Aish... ini cuman masalah anak-anak. Kita enggak harus sampai bawa-bawa ini ke pengadilan, kan? Namanya juga anak-anak,” ucap pria yang kelihatannya ayah dari gadis itu cukup manis untuk membujuk Ayesha yang kini merangkul Juan yang duduk di UKS. “Lagian itu salah anak kamu! Kenapa sampai harus bentak-bentak anak saya. Dia kan, jadi takut. Itu salah satu refleks anak untuk melindungi dirinya sendiri!“ bela ibunya dengan lantang. “Oh...” Ayesha tertawa sinis dan melebarkan matanya dengan kesal. “Ternyata ibu sama anak sama aja. Tukang jual gosip.” “Ayesha!” Izhar menatapi Ayesha dan menyentuh pundaknya, yang langsung ditepis Ayesha. “Apa?! Tukang jual gosip?! Saya enggak sekedar bergosip, itu fakta! Anak yang tu

  • Terpaksa Menjadi Madu   Juan dan Arsy

    “Kamu ketemu Arsy sama ibunya?!” Ayesha melebarkan matanya saat Juan mengakuinya. “Juan... Juan tahu mereka karena lihat beberapa kali fotonya. Juan agak curiga, kenapa ayah enggak tinggal sama kita kayak ayah-ayah lainnya. Ternyata ayah punya keluarga lain,” ucap Juan pelan. Terdengar nadanya kecewa. Dia mungkin sudah menahan perasaannya untuk tak menunjukkan jika dia tahu sesuatu di depan bundanya. Namun Ayesha kemudian menghela nafasnya dan mendekati Juan. Tangannya mengusap halus pundak putranya itu. “Maaf, karena membiarkan kamu terlahir sebagai anak madu,” ucap Ayesha lirih. “Bunda enggak perlu minta maaf. Juan enggak pernah malu punya bunda,” jawab Juan cepat, dia tak ingin membuat bundanya yang telah mengorbankan banyak hal untuknya. Ayesha menghela nafasnya. Lagi pula, Juan memang harus tahu tentang ini. Ayesha menatapi putranya yang sudah beranjak dewasa. Dia kemudian memegangi keningnya, mengangkat sedikit rambut putranya

  • Terpaksa Menjadi Madu   Pindah Lagi

    Juan tumbuh dengan pesat. Dia bersekolah di Bogor untuk sekolah dasarnya dan akan pindah ke kota asal ibunya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Juan tumbuh menjadi anak yang aktif. Karena pindah kota lagi, dia bisa dekat dengan ayahnya sekarang. “Arsy juga bakal sekolah di sekolah yang sama,” ucap Izhar tiba-tiba. Ayesha yang sedang menatapi persyaratan yang diperlukan untuk mendaftar lantas menggeser brosur sekolah yang ditunjukkan Izhar untuk Juan bersekolah di sana. “Aa yakin enggak akan masalah?” Ayesha menatapi Izhar dengan tatapan yang masih sama. “Enggak akan, Ay. Justru supaya Juan sama Arsy saling mengenal. Juan belum pernah main sama Arsy sebelumnya. Kamu enggak pernah izinkan Aa bawa Juan pulang. Neneknya kangen sama Juan,” ucap Izhar seraya menghela nafasnya dengan berat. “Itu buat kebaikan Juan. Aku enggak mau, Juan sampai mendengar sesuatu yang buruk dari ibu Aa.” Izhar menghela nafasny

  • Terpaksa Menjadi Madu   Pergi Tanpa Melepas

    “Ay bakal ikut keluarganya Devan pindah ke luar kota.” “Ay, kamu itu istri Aa. Justru kamu seharusnya itu Aa. Kenapa kamu malah ikut-ikut keluarga Devan?” Izhar merasa tertekan karena mendengar Ayesha akan pergi ke kota lain. Ayesha mengulum senyum dan menatapi Juan yang berada di kursi tingginya. Dia kemudian menyuapi Juan makanannya. Bayi itu terlihat sangat lahap makannya. “Ay kalau enggak sama Devan di sini sendirian. Aa enggak pernah ada sepenuhnya buat Ay, Devan yang malah jadi harus repot sama Ay, meski Ay udah nikah. Jadi, ya mau gimana lagi? Ay di sini atau Ay di sana, kayaknya buat Aa sama aja, kan?” Ayesha tersenyum tipis. Izhar menghela nafasnya. Setelah banyak yang dirinya dan Ayesha lakui, pada akhirnya Ayesha malah ingin pergi. Dia pikir kehadiran Juan akan cukup untuk mengikat Ayesha. Namun sepertinya tidak. Apa lagi dirinya kurang menghadirkan dirinya untuk sosok ibu dari anak laki-lakinya itu. “Juan bakal Ay bawa pa

  • Terpaksa Menjadi Madu   Skeptis

    Izhar tak pernah diizinkan menggendong Juan lagi setelahnya. Ayesha benar-benar mengawasi Juan hingga tak satu pun orang berani menggendong Juan. Bahkan teman-temannya yang ingin bermain dengan Juan dilarang untuk menggendongnya, hanya boleh menyentuhnya saja secara normal. Dan karena Nirmala dan Ayesha mungkin sudah seharusnya tidak berada di atap yang sama, karena mereka benar-benar tak bisa akur, akhirnya Nirmala pulang ke rumah Izhar. Dan pembantu rumah tangga mereka tentunya akan ikut bersama Izhar dan Nirmala. “Emang kamu bisa, rapihin rumah sendiri?” Izhar menghela nafasnya berat. “Devan bakal nyari pembantu buat bantu-bantu Ay di sini. Aa boleh pergi sekarang,” ucap Ayesha, secara tak langsung ingin mengusir Izhar yang sebenarnya memang akan pergi. “Ay, kamu jangan keterusan kayak gini, dong. Ke depannya, Arsy sama Juan bakal tumbuh besar, yang pastinya nanti mereka tahu kalau mereka itu kakak beradik. Jangan sampai Juan sama Arsy nant

  • Terpaksa Menjadi Madu   Celaka!

    “JUAN!” Ayesha memekik keras mendapati Juan yang sudah tergeletak di lantai dengan mulutnya yang terbuka lebar dan menjerit memanggil sang ibu. Ayesha berlari secepatnya untuk meraih Juan. Izhar sendiri segera menaruh Arsy di sofa dan menggendong Juan. Ayesha tanpa pikir panjang langsung merebut Juan dari Izhar. Tampak bagaimana tubuhnya gemetar, seolah merasakan sakit yang sama dengan yang dirasakan putranya. Perempuan itu tak bisa berkata-kata untuk beberapa saat. Tangannya memeluk erat Juan yang menangis sejadinya. Sementara Izhar tampak cukup panik sekarang menatapi Ayesha yang membeku, kaget karena putranya baru saja kenapa-napa. Sementara Arsy ikut menangis karena mendengar tangisan Juan, itu membuat Izhar segera menggendong Arsy juga. Karena itu, Nirmala juga bergegas keluar dari kamar mandi dan menatapi Ayesha dan Izhar. Ayesha tampak hampir menangis menatapi putranya yang menangis sangat kencang, sepertinya dia terbentur cukup keras saat jatuh.

  • Terpaksa Menjadi Madu   Bahan Omongan Tetangga

    Sore itu, Ayesha mengajak Juan bermain di halaman rumah dengan mobil mini pemberian teman-temannya itu. Juan yang sudah mulai bisa merangkak kini tampak bersemangat berada di mobil mini itu sambil menatapi Ayesha. Ayesha tersenyum sambil terkekeh pelan melihat antusiasnya. “Juan kakinya ke sini bisa, enggak? Injak!” ujar Ayesha sambil memintanya untuk menginjak gas yang ada di bawah sana, atau remnya, namun kelihatannya bayi itu belum bisa menanganinya. “Belum bisa? Ya udah, enggak apa-apa. Kita dorong-dorong aja, sama Bunda.” Ayesha kemudian mendorong mobil mini itu dengan sabar di halaman rumahnya. Selama dia bermain bersama Juan, pembantu rumah tangga yang dihadirkan Izhar tengah menyapu dan mengepel bagian teras. Ayesha sangat sibuk bersama Juan, dia mengorbankan semua waktunya untuk pria kecil yang menjadi temannya tidur dan bermain sehari-hari. “Bu Mala masih jalan-jalan keluar ya, Mbak?” tanya pembantu rumah tangga itu. “Oh, k

  • Terpaksa Menjadi Madu   Beda Ibu, Beda Nasib

    Ayesha tersenyum menatapi putranya yang semakin gembul. Tubuhnya jauh lebih berat dari pertama kali dia menginjakkan kakinya di dunia. Dan bahkan sekarang sudah mampu untuk duduk, walau kadang masih kehilangan keseimbangannya sendiri. Ayesha terkekeh begitu Juan kembali terbaring dan lantas tertawa riang. Suaranya yang manis melengking itu menyenangkan. “Aduh, Juan jatuh. Bunda tolongin Juan, Bunda!” Ayesha menirukan suara anak kecil dan kemudian membantu Juan bangkit, hingga Juan kembali duduk dan menatap Ayesha dengan bersemangat. Nirmala dan Ayesha masih tinggal bersama, di rumah Ayesha. Namun keduanya kadang berselisih. Kali ini bukan karena Izhar. Karena Ayesha sendiri tampaknya tak begitu berharap lagi pada Izhar. Namun Nirmala tetaplah wanita pencemburu, sementara Ayesha yang cuek bebek pada Izhar justru membuat Izhar harus memberikan perhatian lebih padanya dan membuat Nirmala cemburu. Ayesha keluar dari kamarnya sambil menggendong Juan dan mena

  • Terpaksa Menjadi Madu   Juan

    Ayesha bahkan tak bisa beraktivitas bebas sejak ada orang tuanya Nirmala di rumah. Dia jarang turun ke bawah dan bahkan melakukan segala aktivitas di atas. Dia menjemur Juan pun di atas. Izhar kadang kali tak membantunya merawat Juan, mungkin memang benar yang lebih diinginkan Izhar itu anaknya Nirmala ketimbang anaknya. “Juan udah mandi? Kapan mandinya?” Izhar menghampiri Ayesha di balkon rumah. “Udah dari tadi,” balas Ayesha, dia hendak memasukkan Juan lagi ke dalam karena sudah lima menit berjemur, tak perlu lama-lama. “Kenapa enggak nunggu Aa? Bisa sendiri, emang?” tanya Izhar sambil mengusap tangan Juan halus. “Orang udah selesai, berarti bisa. Mungkin habis ini juga Ay harus kerja sendiri, supaya mandiri,” sindir Ayesha, lantaran dia merasa tak cukup mendapatkan perhatian dari Izhar. Izhar menghela nafasnya berat. Ini dia, omong kosong yang akan membuat mereka bertengkar lagi. “Kamu bicara apa sih, Ay? Karena Aa engga

DMCA.com Protection Status