Semua Bab Dipaksa Foto Tanpa Busana oleh Suami: Bab 101 - Bab 110

260 Bab

101. Pulang Kampung Part2

Rana sudah di rumah orang tuanya. Ayahnya sudah lumayan cukup membaik setelah dioperasi prostat. Biaya operasi pun dibantu oleh mertuanya. Awalnya ia tidak yakin bisa pergi, tetapi karena suaminya pergi dan akhirnya ia pun dibolehkan pulang kampung oleh mertuanya. Paling tidak, ia bisa sedikit menghindar dari suaminya. Ia tahu kemarahan akan ia dapatkan. Bisa jadi, pukulan pun akan ia rasakan, tetapi syukurlah suaminya pergi, sehingga ia bisa mengukur waktu sedikit."Kenapa suami kamu gak diajak, Rana?" tanya wanita yang biasa ia panggil Bude Harti."Suami Rana ada kerjaan di Yogyakarta, Bude. Makanya Rana bisa ke sini. Kalau tidak, Rana repot ijinnya," jawab gadis itu sambil tersenyum ramah. Ada banyak makanan yang ia beli untuk acara pengajian sebelum pernikahan kakaknya besok. Tetangga pada kumpul karena memang mereka ingin melihat Rana yang sudah lama tidak pernah pulang kampung."Kamu tuh nikahnya kontrak kan?" tanya salah satu ibu yang merupakan tetangga bapaknya."Kalau cuma n
Baca selengkapnya

102. Kejutan untuk Rana

Bagaimana, Nyonya?SendPria bernama Samsul panik karena dipaksa mengantar Levi ke kampung Rana. Ia tidak bisa menelepon karena anak majikannya itu masih dalam keadaan setengah sadar duduk di bangku belakang.Aroma anyir muntah yang baru saja keluar dari mulut pria itu membuat Pak Samsul harus menahan napas. Nyonya HeraBawa saja di ke terminal. Bilang kamu menurunkan Rana di sana. Kamu udah kerja sama saya hampir lima belas tahun, tapi kenapa pinternya lama banget?!Oke, baik, Nyonya.SendPria itu pun kembali menekan pedal gas karena lampu hijau menyala. Levi masih tidak sadar ada di mana, sehingga sedikit menguntungkannya. Setengah jam kemudian, Pak Samsul pun tiba di pintu masuk terminal. Ia menepi di tempat aman. Tidak begitu banyak bus berlalu-lalang karena jam di tangannya sudah menunjukkan pukul satu dini hari."Tuan, kita sudah sampai di terminal," kata Pak Samsul sembari menggerakkan kaki Levi dua kali. Pria itu tersentak, dengan mata yang menyipit dalam. "Ini di mana? Se
Baca selengkapnya

103. Mantan Mertua

Luisa tengah duduk di ruang tengah rumah sambil menonton acara televisi. Suaminya sudah berangkat bekerja dan ia sendirian di rumah. Seperti biasa, suaminya yang berbelanja di warung sayur yang buka pada malam hari, untuk ia masak keesokan harinya.Menyantap nasi liwet versi magic com. Ditambah dengan tahu dan tempe goreng. Tidak lupa sambal sebagai penikmat santapan. Bagaimana bisa anak orang kaya dan pernah menjadi istri yang selalu dimanja suami, kini memegang pekerjaan rumah tangga semuanya tanpa terkecuali, tanpa mengeluh? Tentu saja bisa jika dibarengi niat dan juga support dari pasangan. Ditambah Abdi juga senang membantunya menyapu rumah saat pagi hari atau mencuci piring bekas makan. Suaminya tidak pernah berat langkah untuk menolongnyaTok! Tok!"Assalamualaikum." Luisa menoleh ke arah jendela. Sambil menggeser pelan kain gorden, ia harus memastikan siapa tamu di depan sana. Ratih, adik dari Edmun yang datang berkunjung.Tidak Luisa, suami kamu sudah berpesan untuk tidak be
Baca selengkapnya

104. Jelita vs Syabil

Jika Luisa benar-benar sanggup mengurung dirinya di rumah, keluar hanya saat menjemur pakaian di halaman belakang yang tertutup tembok tinggi, beda dengan wanita bernama Jelita. Janda kaya itu kalap belanja barang-barang sebelum lusa adalah jadwalnya kembali diobservasi sebelum operasi yang ketiga untuk wajah, sedangkan untuk sedot lemak, dia hanya tinggal kontrol saja.Makan pun semua ia makan dengan lahap, asalkan ia suka dan halal tentunya. Pemuda bernama Syabil hanya bisa berdoa dalam hati agar operasi majikannya berhasil, sehingga ia bisa segera pulang ke Indonesia. Dia sudah kangen makan tahu gejrot, rujak, sayur asem, ikan asin, sambal, lalapan, semua makanan yang biasa ia makan.Ini sudah sepuluh hari dan tidak ada tanda-tanda Jelita akan kembali ke Indonesia. "Apa? Papa menikah lagi? Kapan? Kemarin? Kenapa baru cerita?""Iya, masih gadis. Perawan kampung sebelah. Bapaknya banyak utang sama Papa. Biasa kalau orang kampung yang malas, punya anak gadis, dikawinin biar gak jadi
Baca selengkapnya

105. Ditabrak

Betapa terkejutnya Rana, karena saat ponselnya menyala, ada delapan puluh panggilan tidak terjawab dari suaminya. Ada juga pesan dan ia masih belum berani buka. Bukannya suaminya sibuk? Kenapa malah meneleponnya berkali-kali? Ya ampun, apa jangan-jangan suaminya sudah tahu? Batin Rana nampak cemas. Ada juga sebuah pesan dari ibu mertuanya. Pesan itulah yang ia buka pertama kali, sedangkan untuk pesan dari suaminya, mana berani ia membukanya. Rana menekan kontak Luisa. Ia merasa perlu bicara pada wanita itu agar jangan terlalu takut atau khawatir tentang suaminya. "Halo, assalamualaikum.""Halo, wa'alaykumussalam. Siapa ini?""Perkenalkan, Mbak. Saya Rana.""Rana? Rana siapa ya?" Luisa tidak ingat sama sekali dengan Rana karena rasa gembiranya karena kehamilannya."Istri Pak Levi.""Oh, i-iya, maaf saya gak inget namanya.""Iya, Mbak, gak papa. Mbak apa kabar?""Saya sehat, lagi hamil.""Wah, selamat, Mbak. Saya juga tengah hamil enam bulan.""Oh, gitu, selamat juga ya." Luisa tidak
Baca selengkapnya

106. Dokter Bilang

"Halo, bisa bicara dengan Pak Darmono.""Ya, saya Darmono. Ini siapa?" kening pria paruh baya itu mengerut dalam. "Saya tetangga Luisa dan Abdi di Yogyakarta. Maaf, Pak, Abdi kecelakaan, ditabrak motor. Luisa yang lagi hamil ikut pingsan. Ini keduanya di rumah sakit. Saya sudah telepon Pak Mustopo pemilik rumah Abdi dan Luisa, tetapi belum sampai di rumah sakit. Mungkin sebentar lagi.""Ya Allah, terus bagaimana kondisi anak menantu saya, Bu?" "Luisa masih lemas di kamar perawatan, sedangkan Abdi masih kritis di ruang NICU. Mohon segera anggota keluarga ke rumah sakit Jaya Hospital ya.""Baik, Bu, terima kasih informasinya." Pak Darmono mengusap wajahnya dengan kasar. Nisa yang duduk di seberangnya mendengar semua percakapan suaminya di telepon."Pa, pesen tiket pesawat besok paling paling pagi aja. Papa berangkat dari sini malam. Saya gak papa kok di rumah sementara," ucap Nisa sambil mengusap lengan suaminya."Beneran, Sayang?" tanya Pak Darmono yang tidak tega juga meninggalkan is
Baca selengkapnya

107. Sebuah Keputusan

"Luisa, ini Papa, Nak," ucap Pak Darmono dengan suara pelan. Luisa membuka mata perlahan. Ia memaksakan senyuman tipis pada papanya. "Kang Abdi, Pa." Luisa hampir menangis. "Suami kamu baik-baik aja, Nak.""Udah sadar belum, Pa?" "Belum, Nak. Doakan ya. Kamu tenang dulu. Jangan mikir yang nggak-nggak. Pokoknya kamu harus sehat dulu, baru nanti bisa jenguk Abdi." Luisa meneteskan air mata. Pak Darmono tidak tega dengan putrinya. Ujian hidup bertubi-tubi menghampiri Luisa, hingga seperti tidak ada ruang bagi bungsunya itu untuk bisa tersenyum lebar.Tiga hari berlalu, Luisa sudah diperbolehkan pulang, tetapi Luisa tidak ingin pulang. Ia ingin terus berada di sisi Abdi. Berharap setiap detik ada mukjizat suaminya memberikan respon terhadap rangsangan yang diberikan olehnya dan juga terapis. Pak Darmono masih setia menemani putrinya. Tidak sekali pun ia meninggalkan Luisa dalam keadaan seperti ini."Sudah makan, Nak?" tanya Pak Darmono yang baru saja kembali dari bawah. Pria itu numpa
Baca selengkapnya

108. Obsesi Tak Wajar

"Rana besok pulang ya, Pak," ucap Rana malam itu pada bapaknya. Pak Ramdan menaruh cangkir kopinya kembali di atas meja. Cincin bermata batu berjejeran di jari tangan bapaknya dengan aneka warna. Mulai dari hitam, biru, biru tua, hijau aparat, dan warna lainnya yang terpasang begitu aneh di jari tangan kanan dan kiri bapaknya."Dijemput?" Rana melirik suami kakaknya yang sering mencuri pandang ke arahnya."Iya, dijemput, Pak. Suami Rana juga sudah pulang dari Yogyakarta. Jadinya Rana harus pulang." Pak Ramdan tertawa senang. "Mimpi apa bapakmu ini punya mantu muda, orang kaya. Yang tua pun juga lebih kaya. Ya kan, Juragan?" Juragan Andri ikut tertawa lebar. "Say baru tahu kalau yang bungsu Bapak malah lebih manis. Tahu gitu yang ini aja. Tapi udah terlanjur, sama kakaknya juga gak papa. Pasti legitnya sama ha ha ha ...." Rana memutar bola mata malasnya, lalu segwra berlahan masuk ke kamarnya.Pintu kamar pun terpaksa ia kunci, karena ia tidak mau terjadi hal-hal aneh seperti berita
Baca selengkapnya

109. Sebuah Keputusan

PoV LuisaFlashback"Kamu yakin, Nak? Levi berbahaya. Papa khawatir kamu kenapa-napa selama di sana," ucap papaku dengan suara bergetar. Namun, ini sudah aku pikirkan dan aku putuskan. Aku juga punya cara sendiri untuk membuat semua lelaki hidung belang yang mengejar-ngejarku, menjadi tahu diri."Pak Levi tidak akan menyakiti saya, Pa. Justru saya yang akan mulai membalas semua padanya." Papa menggenggam tanganku dengan kuat. "Tapi Papa tetap saja takut," kata papaku lagi. Aku tersenyum. "Luisa minta izin dan ridho dari Papa. Tolong temani Kang Abdi sampai sadar. Selama saya lari dari Levi, maka kehidupan saya tidak akan pernah tenang. Papa jangan khawatir ya. Saya dan bayi saya akan kuat." Papa akhirnya mengangguk setuju setelah sekian kalimat keluar dari bibir ini untuk meyakinkannya. Aku mengecup kening suamiku sebelum aku kembali ke Jakarta. Kepegang tangannya dengan tetes air mata yang tidak bisa berhenti. "Kang, doakan aku dan bayi kita baik-baik aja selama di sana ya. Aku j
Baca selengkapnya

110. Pertemuan Luisa dan Rana

Suara perdebatan di luar sana bisa aku dengar dengan jelas. Bu Hera jelas tidak mau aku tinggal di rumahnya, tetapi Levi mengerahkan segala usahanya untuk membujuk sang Mama. Suara memohon itu pun bisa aku dengar dengan baik karena kamar tamu yang aku tempati, tidak kedap suara. Ditambah suara menggelegar mamanya, pastilah semua aku dengar."Mom, saya akan bujuk Luisa untuk tinggal di rumah lain. Ini kesempatan Levi, Mom. Luisa yang datang pada Levi, bukan Levi yang meminta. Mommy harus mengerti dan mendukung. Waktu itu saya setuju untuk menikahi Rana agar Mommy punya cucu dan sekarang sudah terbukti kan? Rana hamil. Berarti tugas saya sudah selesai. Saya akan tetap bersama Luisa, Mom. Tolong mengerti.""Mommy tidak akan mengerti. Ini rumah Mommy dan Mommy yamg berhak memutuskan, siapa yang boleh tinggal di sini, paham!"Aku tertawa senang dengan kegaduhan yang berhasil kubuat. Puas, tetapi baru lima persen saja. Aku mandi dan mengganti pakaian dengan gamis rumahan. Rambut ini masih b
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
910111213
...
26
DMCA.com Protection Status