Pagi harinya di kediaman Bagas, Andin tidak mau menyiapkan apapun untuknya walau hanya segelas kopi. "Andin," panggilan Bagas sedikit berintonasi."Apa, mas ....""Buatin aku sarapan." Intonasinya sudah normal. Namun, kedua alis Bagas masih turun.Dibuangnya napas kesal, Andin tidak ingin menunjukan baktinya sebagai bukti pemberontakkan sebelum keinginannya terkabul. "Mas, tangan aku sakit. Kamu bisa kan, siapin sendiri." Santainya dia bersuara."Semalam tangan kamu nggak apa-apa kan?" Tidak menyelidik karena Bagas tahu Andin berbohong. Dia masih ingat kala Andin meraba dadanya."Iya ... semalem emang nggak apa-apa, cuma tadi pagi ...."Bagas menyela kalimat Andin, tidak ingin mendengar dusta, "Iya udah, aku langsung pergi. Aku mau sarapan di luar," ketus Bagas berbicara. Diambilnya langkah lebar hingga sampai di halaman.Rupanya Andin tidak mengekor, dia memang tidak memerdulikan Bagas. Hanya pasrah yang kini harus dilakukan Bagas.Di jalan, tidak sengaja mobilnya beriringan dengan m
Baca selengkapnya