Bagas sempat melirik kaca spionnya, menatap Eriska lewat pantulan sebelum dirinya dibawa laju mobil. Dihembusnya napas penyesalan dan sedih. "Aku masih mencintai kamu, tapi kemahilan kamu membuat aku ragu." Sudah tidak ada Andin di pikirannya.Andin hanya benalu, sikapnya yang tidak bakti membuat Bagas menyesal ribuan kali. Dilajukannya mobil menuju ke tempat wisata di puncak untuk sedikit menenangkan hatinya.Bagas duduk di dekat air curug, di atas batu besar. Setelan kantor masih membalut tubuh berorot kekarnya, dia tidak peduli pada percikan air yang menghujani. Tidak ada yang dilakukannya selain melamun."Kenapa mas itu?""Jangan-jangan mau bunuh diri.""Nggak mungkin, ada banyak orang di sini. Lagian dia duduk di batu."Baju yang dikenakan Bagas tidak lazim di sana, di sekitar air tentu pengunjung menggunakan baju disesuaikan wajar saja orang-orang berpikir hal negatif pada Bagas hingga penjaga tempat wisata tidak melepaskan tatapan darinya.Sudah dua jam Bagas di sana, tidak ada
Pagi harinya di kediaman Bagas, Andin tidak mau menyiapkan apapun untuknya walau hanya segelas kopi. "Andin," panggilan Bagas sedikit berintonasi."Apa, mas ....""Buatin aku sarapan." Intonasinya sudah normal. Namun, kedua alis Bagas masih turun.Dibuangnya napas kesal, Andin tidak ingin menunjukan baktinya sebagai bukti pemberontakkan sebelum keinginannya terkabul. "Mas, tangan aku sakit. Kamu bisa kan, siapin sendiri." Santainya dia bersuara."Semalam tangan kamu nggak apa-apa kan?" Tidak menyelidik karena Bagas tahu Andin berbohong. Dia masih ingat kala Andin meraba dadanya."Iya ... semalem emang nggak apa-apa, cuma tadi pagi ...."Bagas menyela kalimat Andin, tidak ingin mendengar dusta, "Iya udah, aku langsung pergi. Aku mau sarapan di luar," ketus Bagas berbicara. Diambilnya langkah lebar hingga sampai di halaman.Rupanya Andin tidak mengekor, dia memang tidak memerdulikan Bagas. Hanya pasrah yang kini harus dilakukan Bagas.Di jalan, tidak sengaja mobilnya beriringan dengan m
Keesokan harinya Andin dan Bagas bergegas menuju perumahan yang dipilih Andin. Tanpa basa-basi dan syarat, Bagas membelikan rumah sebagai kado atas kehamilan istri keduanya."Kamu mau minta apa lagi, sayang?" Mesranya ucapan Bagas jika, Andin mencintainya maka wanita ini akan melayang."Mau aku banyak, mas. Kamu yakin bisa kabulkan semua?" Andin bergelayutan di lengan Bagas selagi bermanja-manja di bahunya.Bagas tersenyum tipis. "Apa sih yang suami kamu nggak bisa? Kamu minta bulan sekalipun akan aku usahakan." Gombalnya dia merayu.Andin semakin menjadi prangko saja walau tidak mungkin Bagas membawakan bulan dan hanya anak di taman kanak-kanak yang meminta bulan.Setelah rumah dalam genggaman tangan licik Andin, tentu harus ada isinya. "Mas ...." Andin merengek dengan mata indahnya.Bagas mengerti maksud istrinya. "Iya ... sayang ... yuk, belanja."Suami dan istri meluncur ke tempat furniture. Tentu Andin-si wanita matre tidak cocok dengan barang murahan, barang sultan dipilihnya. B
Semua orang yang ada di sana tercengang kecuali Eriska. Dia hanya mendesah pelan. Sudah dia duga ini akan terjadi. "Iya, mas." Tanpa protes sedikit pun dia setuju, "terimakasih atas tiga tahun ini, terimakasih udah pernah bahagiakan aku, terimakasih udah jadi suami yang baik, semua kenangan kita nggak akan aku lupakan dari awal pertemuan sampai sekarang. Biar aku ceritakan pada bayi kita nanti setelah dia besar. Dia akan tetap mengenal kamu sebagai ayahnya. Aku tidak akan menghilangkan kamu dari ingatan bayi kita."Banyak Eriska berbicara, mengungkapkan setitik rasa di hatinya. Semua orang mendengarkan. Setelah Eriska, tidak ada lagi yang mampu berbicara. Topik pembicaraan ini rasanya tidak pantas dibahas.Sunyi dalam ruangan menumpuk lebih banyak kesedihan di hati semua orang kecuali Bagas dan Eriska. Bagas menginginkan ini dan dia yang mengambil keputusan, sedangkan Eriska seperti keputusannya semalam. Ini lebih baik.Pasangan suami istri yang sekarang berubah menjadi mantan, saling
Dua bulan berlalu sejak perceraian, Bagas tetap mengurus surat cerai secara sah di pengadilan tanpa peduli pada perut Eriska. Semenjak ketuk palu, Eriska tinggal bersama orangtuanya walau rumah dan semua isinya diberikan padanya. Dia juga tidak pernah keluar rumah ibunya untuk menghindari fitnah tetangga. Menjadi janda bukanlah hal menyenangkan walau dia sudah terbebas dari penderitaan yang diciptakan Bagas.Namun karena sekarang perutnya sedang terisi maka, apa jadinya jika Eriska keluar rumah lalu tiba-tiba beberapa bulan kemudian melahirkan? Pastinya gossip miring akan menyebar dan membuat nama keluarga tercemar.Sekarang Eriska tanpa suami, tapi dia akan tetap merawat calon bayinya sampai akhirnya melihat dunia yang kejam ini. Bayinya akan terlahir tanpa melihat ayahnya. Sudah jelas Bagas tidak akan mau menyapa bayi yang tidak pernah mendapat pengakuannya.Selama dua bulan ini bayinya masih tumbuh dan berkembang normal meski hidup dalam tekanan. "Apa ada keluhan?" tanya dokter kan
Setibanya di rumah, Alex langsung menyodorkan menu pesanan Eriska. Sontak adiknya itu sumringah. "Makasih, om ...," ucapnya mewakilkan bayi dalam perut."Sama-sama keponakan." Tawa renyah Alex sangat menunjukan bahagia. Dia juga menyodorkan menu pemberian Adam, lalu disantap oleh semua anggota keluarga termasuk Eriska. "Ini menu gratis, loh," bongkarnya."Heuh?" Eriska mengerutkan dahi, "mas Adam yang kasih?""Iya, aneh kan dia tiba-tiba dermawan," santai Alex, dia menyuap lahap karena menunya memang enak."Nggak aneh kok ... Mas Adam emang baik banget, aku kalo pulang kerja suka dikasih bekal menu." Kekeh Eriska, "ternyata kebiasaan Mas Adam masih sama." Wanita ini menatap menu favoritenya. Apa sengaja buat aku? Ini semua menu favorit aku."Perhatian banget," selidik Alex. Dia sudah curiga jika Adam menyukai adiknya jika, tidak untuk apa malam hari mengantar Eriska ke rumah ditambah kala itu Eriska masih istri Bagas."Bukan cuma ke aku kok, ke karyawan lain juga. Mas Adam juga sering
Pagi ini Bagas semakin memberi perhatiannya untuk Andin, foto usg bayi orang lain kemarin sangat dipercayai olehnya. "Sayang, kamu mau beli perhiasan kan? Yuk, aku antar." Dipeluknya dengan mesra tubuh Andin dari belakang."Bukannya Mas Bagas mau kerja." Gestur tubuh manja juga ditunjukan Andin agar mangsanya semakin terpikat."Hari ini aku akan pulang lebih awal, kamu tunggu aku ya? Jangan pergi berdua aja." Dikecupnya leher Andin.Wanita itu menggendik geli. "Berdua?""Iya ... ibu muda ini masa nggak ngerti sih.""Oh, iya mas!" Andin baru mengerti jika yang dimaksud Bagas, dia dan bayi palsunya.Pagi ini tidak ada sarapan karena Bagas melarangnya, dia berkata, "Jaga aja anak kita, nggak usah repot-repot buatin sarapan. Nanti kamu capek." Sejak semalam kalimat itu dikatakan kepada Andin.***Siang harinya mereka sampai di toko perhiasan, Andin merasa menjadi ratu. Dia minta ini dan itu, Bagas kira satu kalung, satu gelang dan satu cincin. Namun, ternyata banyak sekali Andin memilih,
Tiga hari berlalu setelah percakapan Adam dan alex. "Niat saya kesini, ingin melamar Eriska," ucap Adam.Semua orang di ruang tamu tercengang dibuatnya, apalagi Eriska. "Mas Adam lagi sadar kan?" Ragu Eriska menanyakan hal itu karena tidak sopan. Namun, dia takut menyesal di kemudian hari jika tidak bertanya."Aku sangat sadar, aku udah berpikir ribuan kali, memikirkan cara agar aku berani mengatakan niatku dan sekarang aku berhasil." Seulas senyum diciptakan, "maukah kamu menjadi istriku?" tanya Adam langsung ke intinya saja walau persentasi penolakan mungkin cukup besar.Ayahnya Eriska bersuara mewakilkan kebingungan putrinya. "Saya menerima niat baik kamu menikahi Eriska sebagaimana keadaannya yang kamu tau, tapi nak bukankah ini terlalu cepat untukmu mengambil keputusan? Saya yakin kamu belum membicarakannya dengan Eriska." Pria ini tidak ingin kecolongan lagi karena kelalaiannya menilai calon untuk sang anak hingga akhirnya Eriska harus merasakan perih.Adam kembali mengulas seny