"Mama, bangun!" "Ada apa, Neng?"Bi Marni datang dan langsung masuk ke kamar, saat aku sedang berusaha membuat Mama bangun seraya terus menggoyahkan tubuhnya. "Mama gak bangun-bangun, Bi.""Astaghfirullahaladzim .... Apa Ibu pingsan, Neng?" Bi Imas kembali bertanya, lalu dia mendekati tubuh Mama. Aku tidak menjawab, hanya diam seraya mengatur debaran jantung yang kian tak terkendali. Bi Imas duduk di pinggir ranjang. Dia mengubah posisi tubuh Mama yang tadinya miring, jadi terlentang. "Neng, denyut nadinya Ibu enggak kerasa." Bi Imas berucap seraya melihat ke arahku. Aku menggelengkan kepala, mengusir mimpi buruk yang kian terasa nyata. "Enggak mungkin, Bibi. Astaghfirullahaladzim, enggak mungkin," ucapku seraya menjatuhkan diri, duduk di lantai seraya menutup wajah. "Sebentar, Neng. Bibi cari bantuan dulu ke luar."Aku tidak menjawab ucapan Bi Imas, dan lebih memfokuskan diri pada Mama yang matanya enggan terbuka. Padahal, aku sudah memanggil Mama berulang kali, dan mengajakn
Read more