Home / Romansa / Anakku Tak Diakui Ayahnya / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Anakku Tak Diakui Ayahnya : Chapter 11 - Chapter 20

96 Chapters

BAB 11

"Anakmu?" Dia menoleh ke arah Bintang yang tengah memainkan ponsel Satya, kebiasaan buruk yang berulang kali kucegah. Anakku dan Satya memiliki kebiasaan buruk yang susah kuingatkan. Mereka akan kompak memainkan perasaanku dengan sengaja menentang aturan yang kubuat. "Bodoh. Anak itu memang mirip dengan ayahnya. Kurasa dia akan benar-benar gila dengan rasa bersalah yang menghantuinya setelah ini." Mas Enggar tersenyum getir tanpa menatap mataku. Aku tahu baru saja dia mengumpat Giandra. "Laki-laki itu menemuiku. Dia yang mengatakan telah bertemu denganmu di kota ini. Awalnya aku tak percaya, Rindu. Tetapi dia meyakinkanku hingga mengirimi fotomu saat berada di depan restoran ini. Kurasa diam-diam dia mengambil gambarmu untuk meyakinkanku bahwa dia telah benar-benar menemukanmu." Aku mencengkeram ujung meja saat mendengar penjelasan Mas Enggar. Dari tadi aku ingin menanyakan dari mana dia mengetahui keberadaanku di sini. Bukan tanpa sebab, karena tak seorang pun dari keluargaku tahu
Read more

BAB 12

Dunia yang SempitSesuai rencana hari ini aku akan kembali meninjau lokasi pembangunan di kawasan Baturraden. Sejak pertama aku ke kota ini, rasanya sulit sekali tak jatuh cinta pada tempat ini. Lokasinya yang berada di kaki Gunung Slamet membuat hawa sejuk mudah sekali dinikmati. Belum lagi lokasinya yang tak jauh dari pusat kota kabupaten Banyumas yang membuatnya menjadi tempat wisata yang cukup strategis. Oleh karenanya aku sangat serius untuk membuka kafe dengan konsep yang sudah kumatangkan betul apalagi saat aku bertemu investor yang siap menggelontorkan dananya untuk pembangunan kafe ini. Aku menekan tombol-tombol di ponselku untuk kembali menghubungi Satya. Entah sudah berapa kali aku menghubunginya dan belum sekalipun dia mengangkat panggilanku. Padahal kami sudah sepakat untuk bertemu di restoran taman tak jauh dari lokasi yang akan kami tinjau ulang. Sedangkan Pak Rama sendiri, dia sudah berkata dalam perjalanan ke tempat itu. Tak mungkin membuatnya menunggu. "Apakah dia
Read more

BAB 13

Senyumnya yang mengembang sempurna bertolak belakang dengan diriku. Menarik sudut bibir pun aku tak mampu. Bukan aku tak tahu rasa apa yang dia simpan di dalam hatinya untukku. Semua terpancar dengan begitu nyata. Bahkan orang-orang yang baru pertama melihat kami pun akan dengan mudah menebaknya. "Sat, kau tahu bukan apa yang akan kukatakan? Berapa kali aku harus mengatakan hal yang sama padamu?" Aku menunduk, memainkan jemariku yang justru seketika dingin melihat tatapan hangat lelaki itu. "Aku siap menunggu, sungguh." Aku menggeleng. Rasanya apa yang akan dia lakukan hanya sia-sia. Aku tak mau membuatnya menghabiskan waktu untuk hal yang tidak ada gunanya sama sekali. "Tidak. Jangan, Satya. Aku sudah tahu ujung cerita ini kemana. Hanya kecewa yang akan kau temui di sana. Jangan membebani hidupmu dengna mencintai orang yang salah.""Kau bukan Tuhan, Rindu." "Maaf, jangan membuatku mengambil keputusan lain. Aku bisa saja memilih pergi daripada membuat hidupmu yang sudah banyak me
Read more

BAB 14

Bisakah Hati Memilih? "Maaf, Mbak Rindu. Aku tak tahu kau jadi datang, oleh karenanya kedua teman lamaku ini kuminta duduk bersama denganku," ucapnya lagi. Aku berusaha tersenyum meski begitu canggung. "Kenalkan, ini Giandra, dia adik sepupu sahabatku. Belum lama dia bertugas di sini. Dan ini istrinya, Aluna. Kebetulan sekali kami bertemu di sini." Pak Rama lanjut memperkenalkan kedua orang yang sejatinya sudah amat kukenal. "Kudengar dia tinggal di komplek perumahan Permata. Bukankah kau juga tinggal di sana , Mbak Rindu?" Pertanyaan Pak Rama membuatku terkesiap. Begitu pula dengan kedua manusia itu. Kurasa wajah mereka pun lebih pucat dari wajahku. Aku berusaha tersenyum. "Benarkah? Kalau begitu kita tetangga." Aku berusaha bersikap sewajar mungkin. Kulihat Aluna, wanita ular itu, meremas tas mahalnya. Entah mengapa aku mulai menikmati pemandangan ini dan merasa wajah-wajah pucat itu cukup menghiburku. "Baiklah. Kau tak keberatan bukan mereka ikut bergabung di meja kita? Kurasa
Read more

BAB 15

Satya mengangguk menjawab pertanyaanku. Dengan memperhatikan tangan kanannya dia memberikan penjelasan padaku. "Ada dislokasi di sekitar bahu. Tak terlalu serius, hanya saja memang harus diperbaiki." Aku menautkan kedua alisku sambil bergidik ngeri. Nyeri yang dirasakan Satya seolah tersalurkan padaku. Kusentuh lengannya perlahan. "Apakah sakit?" Lelaki itu tertawa lirih. "Oleh karenanya aku tak ingin memberitahumu. Aku lupa memberitahu Pak Rama untuk merahasiakan ini dari. Bodoh sekali aku ini." Satya seolah menertawakan dirinya sendiri. "Aku tahu kau takut sekali mendengar kata operasi bukan? Apalagi adegan berdarah-darah yang pasti membuatmu tak bisa tidur semalaman. Aku masih ingat bagaimana kau muntah-muntah hingga syok melihat Denta yang jarinya teriris pisau di restoran. Apalagi setelah kuberitahu aku kecelakaan. Aku tak ingin membuatmu tak nyaman, Rindu." Aku tertunduk. Di saat seperti ini pun Satya masih memikirkan traumaku. Terkadang aku membenci sekali perlakuan berl
Read more

BAB 16

Genderang Perang "Siapa Satya? Lelaki yang biasa bersamamu itu? Yang selalu menempel pada Bintang dan memposisikan dirinya seperti seorang ayah baginya?" Giandra berdiri di depan pintu rumahku, berucap dengan matanya yang merah mengisyaratkan api yang berkobar di dalam sana. Luar biasa sekali beraninya dia menumpahkan amarahnya seolah semua ini adalah urusan yang harus diketahui betul olehnya. Aku tersenyum sinis, hanya menaikkan salah satu sudut bibirku pada lelaki tak tahu malu di depanku. Kaca mata yang bertengger di atas hidungnya tak mampu menghalau semburat rasa yang seharusnya tak perlu dia tampakkan. "Atas dasar apa kau tak punya malu menanyakan hal tersebut padaku?" Mata lelaki itu terbuka lebar. Kurasa kalimatku cukup memberi pukulan telak untuknya. Aku kembali menyeringai. "Jangan lupa posisimu, Giandra. Kita berdua bukan siapa-siapa. Tak ada ikatakan apapun yang membuatmu berhak ikut campur dalam urusanku." Datar, namun kurasa cukup mampu membuat lelaki di depanku in
Read more

BAB 17

"Ya, aku rasa kau cukup tahu diri. Jadi sekarang pergilah, Giandra. Lupakan apa yang sudah terjadi di masa lalu. Anggap kita tak pernah mengenal. Mari saling menghilang, dan tidak perlu saling menemukan satu sama lain selamanya. Jika pun kita harus bertemu, anggaplah yang kau temui itu Rindu yang baru, bukan Rindu si bodoh yang sudah kau rampas hak hidup dan juga kehormatannya di masa lalu. Rindu yang kau kenal sudah mati, dia tak akan pernah kau temui lagi di dunia ini." "Rindu, izinkan aku mengenal Bintang lebih jauh." Kulayangkan tatapan penuh kebencian pada makhluk di depanku. Apakah seluruh kalimatku tak bisa dia cerna dengan baik? Kurasa dengan kecerdasannya yang di atas rata-rata itu mampu menangkap seluruh maksud perkataanku. "Jangan memulai perdebatan lagi, Giandra. Bukankah kau tahu jawaban apa yang akan kukatakan atas permintaan bodohmu itu? Ingat, diammu saat orangtuamu menyuruhku menggugurkan kandunganku sama artinya dengan kau pun mengamini permintaan mereka. Kau setu
Read more

BAB 18

Eh? "Apa?" "Wangi mana antara Bintang dan Om Satya?" ulang Bintang. Refleks, seketika aku mengambil posisi duduk. "Bintang? Kok tanyanya seperti itu?" Aku menatap anakku tak percaya. "Kenapa, Ma? Bukankah Mama dan Om Satya akan menikah?" Kembali aku tertegun dengan pertanyaan anak sekecil itu. Mengapa Bintang tiba-tiba bertanya hal yang menurutku tak pantas itu? Dan soal menikah, mengapa pikiran itu melintas di pikirannya? "Ma, Bintang ingin punya Papa." Lirih, tapi cukup terdengar jelas di telingaku. Bintang meminta sesuatu yang membuatku terdiam, tak mampu berucap untuk menjawab pertanyaannya. "Bintang ingin sekolah dijemput Papa. Teman-teman Bintang bertanya, dimana Papa Bintang saat ini? Apakah dia bekerja jauh? Mengapa tak pernah menjemput Bintang di sekolah?" Kurasakan hatiku yang mulai gerimis. Aku tak mampu mencegah mataku yang mulai mengabur setelah mendengar pertanyaan anakku. "Bintang diledek teman-teman di sekolah?" tanyaku perlahan. Campur aduk kurasakan saat ini
Read more

BAB 19

Kedatangan Tamu Tak Diundang Kutatap lekat-lekat barisan nomor yang begitu asing di ponselku. Kuputuskan untuk menggeser tombol warna hijau dan segera meletakkan benda itu di telinga kiriku. "Halo.""Wanita tak tahu diri, kau kira siapa berani menganggu suamiku? Kau kira dengan bersenjatakan anak yang tak jelas asal-usulnya itu bisa membuat Mas Ganin berpaling padamu? Cuih. Kau menjijikkan sekali, Rindu! Jangan harap kau akan hidup tenang setelah berani berbuat securang itu padaku! Mas Ganin tak akan mendatangi rumahmu kalau bukan kau yang mengundangnya, pelac*r!" Aku tertegun. Kupastikan suara siapa yang kudengar dengan kalimat sarkastiknya. Belum sempat membalas, kembali kudengar sumpah serapah dari wanita di seberang sana. "Apakah kau gat*l karena lama tak terjamah pria lain, hah? Hingga kau harus meracuni otak suamiku agar mendatangi rumahmu? Kau kira aman tak terpantau dari mataku?" Suara Aluna berteriak membabi buta. Kutarik napas perlahan, kutekan dadaku kuat-kuat hingga p
Read more

BAB 20

"Gimana, sembuh?" tanyaku saat kulihat Satya berjalan tertatih dengan kruk di tangannya. Aku yang tengah berada di ruang pantry setengah berlari ke arah lelaki itu. "Gila sih, tinggal istirahat di rumah dulu sampai sembuh. Kau tak percaya padaku mengelola tempat ini sendiri?" Barisan gigi rapi lelaki di depanku terlihat begitu jelas. Kutarik kursi di meja sudut tempat favoritnya selama ini. Satya mengedarkan pandangannya ke penjuru tempat ini. "Mana Bintang?" tanyanya. "Baru masuk dan Bintang yang kau tanyakan?" balasku agak sewot. "Lalu kau ingin aku bertanya apa?kabarmu?" Aku memutar bola mata dengan malas. Mengapa dia bertanya demikian? "Aku rindu sekali dengan anak itu," ungkap Satya. Kuletakkan segelas air mineral di depan lelaki itu. "Minggu ini dia ada mid semester. Aku memintanya untuk istirahat di rumah. Jika dia kemari, aku khawatir tenaganya habis kesana kemari tak kenal lelah." Satya mengangguk-angguk mendengar penjelasanku. Kulihat dia cukup kekusahan membuka air
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status