“Permisi,” ucapku lirih sambil tersenyum hangat pada wanita pemilik mata bening itu. Sebaris senyuman disunggingkan penuh ketulusan padaku. Aku saja yang seorang wanita diam-diam mengagumi wanita di depanku ini. Apalagi Satya…“Maaf menganggu waktunya, Mbak,” ucapnya lembut. Tak hanya cantik wajahnya saja, bahkan sikapnya pun jauh dari kata urakan. Ah…pantas saja Satya…Kenapa tiba-tiba ada yang berdenyut nyeri di dalam dadaku? Kutatap lekat-lekat wajah yang seratus persen kuyakini semua laki-laki yang melihatnya akan terkagum dengan ciptaan Tuhan ini. “Saya mencari Mas Satya, tetapi sepertinya dia belum datang. Atau mungkin tak datang karena tahu aku di sini,” ujar lirih wanita itu. Seketika wajahnya menunduk, entah apa yang tengah disembunyikannya. Kutahan bibirku untuk bertanya mengapa wanita itu mengucap kalimat bernada putus asa seperti itu. Kutarik napas dalam-dalam sambil menunggunya menyelesaikan kalimat yang seolah menggantung tanpa kejelasan. “Nama saya Andira. Saya…” “
Baca selengkapnya