Cerai "Yang tadi malam itu… pacarmu?" tanya Ibu saat aku tengah menyiapkan makanan untuk sarapan yang kupesan lewat jasa antar di warung makan langganan. Bukan aplikasi online, karena pemilik warungnya pun sudah sepuh. Dia tak akan paham dengan kerja sama semacam itu. Aku diam, terlalu asyik bergelut membuka bungkusan-bungkusan makanan yang mengeluarkan aroma sedap. Makanan khas orangtua, tentu saja dengan aroma-aroma bumbu yang tak pelit jumlahnya. Urap sayuran hijau, sambel kacang ikan teri, orek tempe dan seperti biasa, Mbok Ruminten memberikan bonus telur dadar untuk Bintang. Padahal aku tak memesannya. "Ndu!" panggil Ibu. Aku menoleh, menatapnya dengan wajah biasa seolah tak kudengar apa yang dia katakan tadi. "Apakah pria tadi malam itu calon suamimu? Sepertinya dia sangat peduli dengan Bintang." Aku menyesap kopi sesaat. Kubiarkan rasa penasaran menguasai wanita itu. Kulihat bibirnya mencebik menatapku jengkel. "Apakah aku perlu menjelaskannya?" tantangku. "Tentu saja, Ib
더 보기