“Selamat siang, Mas Rifki. Maaf menunggu, tadi sedang ada langganan.”“Tidak masalah, Mas Pras. Kalau masih sibuk, kami bisa menunggu.” Rifki tertawa lebar sambil mengulurkan tangan.Di sini, Kiran terpaku. Prasetyo Damar Wiranata, lelaki yang dia kenal baik di masa lalu. Pras tak berubah, cara berpakaiannya terlihat santai untuk sekelas pemilik usaha yang biasa Kiran temui. Tubuh Pras yang tinggi dengan dada bidang terlihat memukau mengenakan kaos putih yang melekat erat di tubuhnya. Setelan jaket dan celana jeans biru melengkapi penampilannya.“Mbak Kiran, ini Mas Pras. Jangan kaget, penampilannya sedikit urakan karena belum ada yang mengurus.” Rifki terkekeh. “Mas Pras, ini Mbak Kiran. Dia yang nanti akan membantu proses take over pembiayaan.”“Kiran.” Pras berbisik lirih, tapi masih terdengar cukup jelas karena ruangan itu tidak terlalu luas. Rifki menautkan alis. Dia melihat Kiran dan Pras bergantian.Kiran menarik napas panjang. Kelebatan masa lalu melintas.“Ran, tolong, setida
Baca selengkapnya