Home / Rumah Tangga / Yang Mandul Itu Kamu, Mas! / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Yang Mandul Itu Kamu, Mas!: Chapter 71 - Chapter 80

185 Chapters

Bab 71. Marah Pada Yuda

Aku tak perlu menunggu lama. Semua harus dituntaskan hari ini. Aku pun menelpon Yuda. Tak perlu mengirim pesan. Kalau dia lama membalas, aku tak akan bisa tenang.Kini di layar tertera nomor baru. Aku memang tidak menyimpan nomor Yuda. Untuk apa di simpan? Aku rasa tidak penting."Kita harus bertemu hari ini," ujarku dengan nada tegas, setelah Yuda mengangkat panggilan.["Waalaikumsalam, nanti aku ke warung kamu."]Yuda berkata dengan lembut. Kenapa dia menjawab salam? Padahal tadi aku tidak mengucap salam sama sekali. Sepertinya aku harus menghubungi pihak rumah sakit jiwa untuk mengurusnya."Aku mau kita bertemu pagi ini. Jam tujuh!" ["Boleh, ini aku sudah siap. Mau ketemuan di mana?"]Apakah Yuda tidak bisa menyadari lewat suara, jika aku membencinya. Dari tadi aku sudah berucap dengan nada yang kasar, tetapi dia selalu merespon dengan suara lembut."Kita ketemuan di warung bubur ayam depan sekolah."["Okey. Sekarang sudah jam enam lewat. Aku jemput kamu ya."] Yuda masih saja ber
last updateLast Updated : 2023-06-01
Read more

Bab 72. Kenapa Aku Tidak Menunggumu?

"Kurang meyakinkan apa, Ar, aku mencarimu lebih dari sepuluh tahun. Sejak SMA aku sudah mengejarmu. Aku tak pernah mencintai perempuan selain kamu. Apa semua itu kurang meyakinkan? Kamu masih saja mengira jika aku bercanda. Kamu masih saja berpikir jika aku hanya ingin mempermainkan kamu. Apa kamu tidak bisa melihat jika aku sangat bersungguh-sungguh?" ujar Yuda, masih dengan mata yang menatapku.Aku tak mampu berkata. Dia seolah menghipnotis lewat tatapannya. Sulit untuk di percaya, orang seperti Yuda bisa menyukaiku. Di luar sana banyak perempuan yang lebih dalam segala hal, kenapa dia memilihku?"Apa yang membuat kamu ragu, Arumi? Apa yang membuat kamu tidak percaya dengan semua ucapanku? Aku tidak tahu apa alasanmu keluar dari grup angkatan, tetapi saat itu aku sangat kacau. Aku tidak tahu apa alasanmu mengganti nomor handphone setelah lulus SMA. Tetapi yang pasti, aku selalu berusaha menemukan nomor kamu yang baru. Aku tidak pernah pacaran. Aku tidak ingin dekat dengan seorang pu
last updateLast Updated : 2023-06-01
Read more

Bab 73. Ambisi Trisha

Aku hari ini memilih untuk tidak ke warung. Toh jika bekerja, pasti tidak akan fokus. Aku tak ingin karyawan tahu jika aku sedang ada masalah. Aku memerintahkan Mbak Nurul untuk mengurus dapur, Mbak Wati untuk menjaga kasir dan mengantar makanan. Dan Mbak Siti mengurus piring kotor. Beberapa kali handphone berdering, aku tak mengangkat. Pasti Yuda yang menelponku. Siapa lagi? Akhir-akhir ini hanya dia yang menjadi pengganggu.Kini benda pipih di tanganku kembali berdering. Aku pun melihat layar. Ternyata Trisha. Tanpa menunggu lama, aku langsung mengangkat.["Assalamualaikum, Ar. Kamu dimana? Kok nggak angkat telponku?"]Terdengar suara Trisha yang menggebu."Aku di kosan, Tris. Ada apa?" ujarku pelan.["Lah, kamu tidak ke warung. Ini aku sudah di warung kamu. Tapi kata karyawan, kamu tidak datang ke sini hari ini."]"Iya, Tris. Hari ini aku tidak ke warung."["Kalau begitu, aku ke kosan kamu sekarang. Kamu kirim lokasi ya, aku tidak tahu alamatmu"]"Iya, Tris. Aku akan kirim. Nanti
last updateLast Updated : 2023-06-01
Read more

Bab 74. Membocorkan Aib Mas Amar

***POV LilisAku sedang berada di Rumah Mbak Susi. Hari ini jadwal arisan keluarga besar Mas Amar. Yang mendapatkan arisan adalah Mbak Susi.Sebenarnya aku malas untuk datang. Aku tidak memiliki teman cerita. Dulu di awal nikah, keluarga Mas Amar memperlakukan aku dengan ramah. Namun lama-kelamaan, perlakuan mereka berubah. Aku tak tahu apa salahku? Apakah karena aku belum memberikan keturunan untuk Mas Amar? Tetapi kan pernikahan kami baru setahun. Masa gara-gara itu aku dikucilkan.Saat ini aku dan semua keluarga besar Mas Amar sedang duduk melantai di ruang tamu Rumah Mbak Susi. Dari tadi, aku terus diam karena tidak ada yang mengajak cerita. Beberapa orang tersenyum menyapa. Namun ada pula orang yang melihatku dengan tatapan aneh. Aku tidak mengerti arti tatapan itu."Lilis, kok kamu belum hamil hamil juga. Kamu dan Amar sudah setahun lebih menikah loh! Keluarga suamiku kemarin baru habis lahiran. Padahal kamu yang lebih dulu menikah. Dia sudah hamil setelah dua bulan menikah,"
last updateLast Updated : 2023-06-02
Read more

Bab 75. Menunjukan Bukti

POV Lilis "Jangan sembarangan bicara kamu, Lilis. Di keluarga besar kami, tidak ada yang sulit punya anak. Kamu bisa lihat kan, semuanya punya keturunan. Jangan menuduh kalau tidak punya bukti. Atau mungkin, sebenarnya kamu sudah bersekongkol dengan dokter yang melakukan pemeriksaan, supaya Mas Amar dikatakan sulit punya keturunan."Kali ini yang berkata bukan Mbak Susi. Aku lupa namanya. Yang pasti, dia Tante dari Mas Amar. Cara bicaranya hampir mirip dengan Mbak Susi, tidak punya etika.Aku tidak menyangka. Ucapan yang baru saja keluar dari bibirku akan mendapat respon seperti ini. Aku pikir mereka akan menasehati dan menenangkan Mas Amar. Dugaanku sangat salah!Aku tidak menyangka akan mendapat tuduhan seperti ini. Bagaimana cara aku menjelaskan? Mas Amar sama sekali tidak berkutik. Aku menatap ibu mertuaku. Lewat isyarat meminta pertolongan, agar bantu menjelaskan tentang kebenaran pada semua orang yang ada di sini. Tetapi ibu mertuaku juga hanya diam saja."Tidak mungkin aku mel
last updateLast Updated : 2023-06-02
Read more

Bab 76. Demi Menjaga Wibawa

POV Lilis"Sini kita pulang, Lilis! Arisannya sudah selesai," ujar ibu mertua yang sedari tadi hanya diam.Ibu mertua kini berdiri. Aku pun mengikuti untuk berdiri. Sebelumnya, aku berbisik terlebih dahulu pada Tante Lasmi. "Nanti kita bahas lagi, Tante. Aku pulang dulu."Ibu mertuaku langsung meninggalkan rumah Mbak Susi tanpa meminta izin untuk pulang. Aku pun mengikuti langkahnya dari belakang. Dia berjalan sangat cepat. Aku tidak ingin mensejajarkan langkah. Memilih berjalan di belakangnya. Rumah Mas Amar dengan Mbak Susi tidak terlalu jauh. Bisa ditempuh dengan berjalan kaki. "Kamu kenapa buat malu suamimu? Apa orang tuamu tidak pernah mengajarkan untuk berbakti pada suami?" ujar mertuaku ketika aku baru saja masuk Rumah.Ibu Mertuaku telah duduk di kursi ruang tamu. Aku pun mendekat. Tidak ingin mengabaikan perkataan orang tua. Aku kini duduk di kursi yang ada di depan ibu mertua."Berbakti seperti apa yang ibu maksud?" tanyaku seolah menantang."Berbakti dengan cara tidak m
last updateLast Updated : 2023-06-02
Read more

Bab 77. Aku Ingin Cerai

POV LilisAku ingin pulang. Tidak sanggup tinggal di sini. Ibu mertua yang aku sayang, kini telah berubah menjadi jahat. Tidak ada lagi yang menyayangiku di sini. Aku melangkah menuju kamar. Mas Amar ternyata sedang memainkan handphone. Aku harus bicara serius padanya."Kalau tidak ingin aku tinggal lagi di sini, bawa aku pulang ke rumah orang tuaku. Daripada kita bertengkar terus, lebih baik berpisah. Aku sudah memikirkan matang-matang. Rumah tangga kita tidak bisa di pertahankan," ujarku sambil menatap dinding. Kini aku telah duduk di ranjang. Kaki terlentang ke bawah. Tak terdengar suara Mas Amar. Harusnya dia senang, aku meminta untuk pulang. Bukankah selama ini dia tidak pernah mencintaiku. Selalu saja membandingkan dengan Mbak Arumi.Dulu setelah ijab kabul, perlahan aku pun menyukai Mas Amar. Ibu mertua yang baik juga mampu meluluhkan hatiku yang awalnya menikah karena terpaksa. Namun setelah beberapa bulan menjalani pernikahan, perasaan itu perlahan sirna, berganti rasa benc
last updateLast Updated : 2023-06-02
Read more

Bab 78. Ingin Pergi Dari Rumah

POV LilisAku mengambil semua baju untuk dimasukan ke dalam koper. Aku harus tetap keluar dari sini. Hari ini juga akan pergi. "Kamu mau ngapain? Apa maksudmu memasukan baju-bajumu ke dalam koper? Kamu ingin pergi dari sini," tanya Mas Amar. Aku melihatnya yang perlahan bangkit. Kini dia telah duduk di ranjang tidur."Iya, Aku mau pergi dari sini! Untuk apa aku tinggal di sini? Bukankah kamu menikah denganku agar bisa punya keturunan? Nyatanya tetap tidak bisa. Aku tidak punya alasan untuk tetap tinggal di rumah ini. Jika kamu melarang, terserah! Aku akan tetap pergi." Aku berkata sambil menangis. Sesekali menghapus air mata yang terus berjatuhan.Aku merasa sangat hancur. Nasibku sungguh sangat malang. Aku pikir menikah adalah solusi untuk mendapatkan kebahagiaan. Ternyata salah! Menikah merupakan awal munculnya masalah terberat dalam hidup. Tak pernah terbayangkan jika akan mendapatkan perlakuan zalim dari suami. Jika tahu akan seperti ini, aku tidak akan mau menikah. Semanis apap
last updateLast Updated : 2023-06-02
Read more

Bab 79. Mencari Mbak Arumi

POV Lilis ***Aku sudah berada di kota. Setelah menempuh perjalanan empat jam, akhirnya tiba di terminal. Aku tidak memberitahu siapapun jika pergi dari rumah Mas Amar. Lebih tepatnya aku kabur.Aku akan selalu menyebut jika itu rumah Mas Amar. Karena tidak pernah terucap dari bibir Mas Amar, kalau rumah itu miliknya dan aku. Dia selalu mengatakan jika itu rumah yang di bangun bersama Arumi. Jadi aku tidak memiliki hak untuk menganggap rumah itu milikku.Di tanganku ada secarik kertas yang bertuliskan alamat warung Mbak Arumi. Perjalananku terlalu panjang hingga akhirnya mendapatkan alamat ini."Semoga aku tidak hilang. Aku baru pertama kali ke kota. Aku takut ada yang berbuat jahat padaku," lirihku sambil memeluk tas. Di dalam tas yang aku peluk ada uang satu juta. Ini uang yang dua hari lalu di berikan oleh Mas Amar untuk keperluan belanja. Aku tidak tahu, bagaimana marahnya Mas Amar ketika tahu aku melarikan diri dengan uang ini. Tetapi jika tidak melakukan cara ini, aku tidak ta
last updateLast Updated : 2023-06-02
Read more

Bab 80. Bidadari Berwujud Manusia

POV Lilis"Maaf, kamu mencariku."Aku menoleh ketika mendengar suara yang sangat lembut di telinga. Aku mengenalnya, dia — Mbak Arumi.Nampak dari wajah, Mbak Arumi kaget melihatku. Tanpa menunggu lama, aku langsung berdiri dan mengulurkan tangan. Ingin berkenalan lebih dulu. Saat menikah dengan Mas Amar, aku tidak sempat berkenalan dengan Mbak Arumi. Aku bahkan tak melihatnya di hari itu. Pertemuan pertama kami terjadi saat persidangan cerai."Lilis," ujarku saat Mbak Arumi menjabat uluran tanganku. Aku tersenyum lembut padanya. Tetapi Mbak Arumi belum membalas senyumku. Dia masih terlihat kaget. Seperti orang yang sedang kebingungan."Aku datang kesini ingin menemui, Mbak. Ada yang mau aku bicarakan," tuturku lembut. Masih dengan senyuman di wajah. Aku terdiam beberapa detik. Mbak Arumi masih saja menatapku. Entah apa yang dia pikirkan. Mungkin saja berpikiran buruk tentangku."Boleh aku bicara sebentar dengan Mbak?" Aku kembali berkata karena melihat Mbak Arumi yang masih saja di
last updateLast Updated : 2023-06-02
Read more
PREV
1
...
678910
...
19
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status