Home / Rumah Tangga / Yang Mandul Itu Kamu, Mas! / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Yang Mandul Itu Kamu, Mas!: Chapter 41 - Chapter 50

185 Chapters

Bab 41. Keputusan Sudah Bulat

Hampir lima menit, ketua sidang masih saja menatap kartu identitasku. Hingga majelis hakim yang berada di samping menyentuh lengannya. Setelah tersadar, dia menarik napas berat, lalu berkata, "saudari tergugat, apakah anda dalam keadaan sehat dan siap mengikuti persidangan hari ini?" ujar ketua hakim sambil menatapku. Mungkin aku saja yang terlalu percaya diri. Tetapi tatapan ketua hakim sangat tajam. Tatapan yang berbeda ketika ditujukan saat berbicara pada Mas Amar. "Sehat, Yang Mulia," ujarku penuh yakin. Jika Mas Amar saja sangat yakin untuk bercerai, kenapa aku tidak. Aku tak boleh sedih. Aku harus bisa fokus. Tadi sebelum datang kesini, aku sudah bertekad untuk tidak akan terlihat rapuh. "Nama saudari?" tanya ketua hakim. Aku pun memperkenalkan nama. Ketua hakim lalu menanyakan identitas lain seperti yang ditanyakan pada Mas Amar. Aku menjawab tanpa grogi sedikitpun. "Saudari tergugat, apakah hari ini anda datang sendiri atau ditemani oleh kuasa hukum anda?" ujar Ketua
last updateLast Updated : 2023-05-19
Read more

Bab 42. Kemarahan Mas Riki

Kini sidang telah selesai. Aku pikir semua akan berakhir hari ini. Ternyata masih ada sidang kedua dan majelis hakim masih mengharapkan aku dan Mas Amar bisa rukun kembali. Mereka bahkan memfasilitasi untuk mediasi. Saat baru saja sidang berakhir, Mas Riki langsung berdiri. Dalam waktu yang sangat cepat, dia telah melayangkan pukulan di bahu Mas Amar. Bukan hanya bahu, ternyata Mas Riki juga melayangkan pukulan di pipi. "Mas Riki!" Ibu berteriak dari tempatnya duduk. Semua orang yang ada di ruangan sangat kaget dengan tindakan Mas Riki. Mas Amar kini terduduk di lantai ruangan sambil memegang pipinya. Darah segar keluar dari bibir Mas Amar. Mas Arca langsung mendekati Mas Riki. Begitupun dengan ayah. Semua hakim berdiri. Mungkin mereka ingin melerai tetapi terhalang meja. Aku hanya bisa menatap mereka dari tempat duduk. Kejadian ini sangat cepat dan membuat kaget. Langkah kaki Mas Riki yang lebar, membuat Mas Amar tidak bisa membuat pertahanan. Aku tidak tahu bagaimana akan ber
last updateLast Updated : 2023-05-19
Read more

Bab 43. Penyesalan! 

Pov Amar *** "Belum pulang, Pak?" tanya sekuriti kantor dengan ramah. Mungkin dia ingin mengunci semua ruangan. "Iya, Pak. Ini sudah mau pulang," jawabku lalu bergegas untuk pulang. Aku sebenarnya belum ingin meninggalkan kantor. Sekarang lebih betah berada di tempat kerja. Jam kerja telah berakhir. Namun aku merasa enggan untuk pulang. Bagaimana tidak, aku sekarang merasa jika rumah bukan lagi menjadi tempat untuk beristirahat. Ada saja masalah yang membuat penat. Aku pun melajukan motor menuju kafe yang tidak terlalu jauh dari kantor. Nanti saja aku pulang. Aku pikir selesai sholat isya waktu lebih baik. Agar setelah tiba bisa langsung istirahat. "Aku sangat rindu kamu, Arumi. Lilis memang cantik. Tetapi dia tidak sebaik kamu. Dia bukan istri penurut seperti kamu," lirihku sambil minum kopi dan memandangi sawah yang ada di depan mata. Pemandangan di luar kafe ini memang sangat indah. Sebenarnya dulu dalam hati kecil, aku ragu menceraikan Arumi. Namun ibu terus saja men
last updateLast Updated : 2023-05-20
Read more

Bab 44. Salah Memilih Istri

Pov Amar "Dasar istri yang tidak tahu diuntung! Sudah di beri uang bulanan tetapi masih perhitungan dan tidak bersyukur. Harusnya sebagai rasa terimakasih, kamu bisa membantu pekerjaan rumah. Ibuku masih tanggung jawabku. Sebelum aku menikah dengan kamu, aku telah sukses, semua karena doa ibuku. Jadi ibu yang berhak mendapatkan gajiku lebih banyak. Selama menikah dengan Arumi, dia tidak pernah protes dengan besaran gaji yang aku berikan. Dia selalu bersyukur karena aku memberikannya nafkah. Dia juga selalu memasak dan membersihkan rumah. Kenapa karaktermu sangat berbeda jauh dengan Arumi?" Aku membentak perempuan yang saat ini terlihat berbaring dengan santai. Tak mengapa aku mengeraskan suara. Ibu juga sedang tidak berada di rumah. Jadi tak akan ada yang mendengar suaraku. "Aku bukan Mbak Arumi! Aku bukan perempuan bodoh seperti Mbak Arumi! Mau saja di peralat oleh suaminya, tetapi ujung-ujungnya dihinakan. Aku tidak akan pernah mau menjadi Mbak Arumi! Di paksa cukup dengan uang s
last updateLast Updated : 2023-05-20
Read more

Bab 45. Kapan Hamil?

Pov Amar "Jaga bicaramu, Lilis. Jangan pernah sekalipun kamu menjelekan ibu. Kamu pikir aku juga mau menikah dengan kamu? Dulu aku menikah karena menuruti keinginan ibuku. Kalau bukan karena keinginan ibu, aku tak akan pernah mau menikah dengan kamu!" Aku menampakan wajah yang sangat emosi. Lilis pikir hanya dia saja yang bisa berkata kasar, aku pun bisa. Aku juga manusia biasa yang pasti bisa marah jika terus dipancing. "Jaga omongan kamu! Hati-hati. Jangan salah berucap. Kita hanya menikah siri. Sangat gampang untuk jatuh talak. Bisa bahaya, takut ibumu kehilangan menantu secantik aku." Lilis berkata pelan dengan gaya mengejek. Aku langsung keluar dan membanting pintu kamar. Aku memilih untuk tidur di kamar tamu. Tak Sudi tidur seranjang dengan perempuan munafik. Mata melihat sekeliling kamar. Pikiran pun tertuju pada Arumi. Dulu saat akan menikah dengan Lilis, Arumi aku suruh untuk tidur di sini. Aku tidak tahu lagi, cara untuk mendidik istri seperti Lilis. Semakin hari ucapa
last updateLast Updated : 2023-05-20
Read more

Bab 46. Istri Pembangkang

Pov Amar "Ibu panggil tukang pijit ya untuk mengurut kamu. Dulu juga tetangga sebelah hampir setahun belum hamil. Dia bisa hamil setelah di urut," ujar ibu sambil mendekati aku dan Lilis. Kini ibu sudah duduk di kursi yang ada di samping Lilis. Aku sungguh heran setiap kali melihat sikap Lilis saat berhadapan dengan ibu. Dia nampak seperti perempuan baik-baik. "Kenapa aku dan Mas Amar tidak periksa di dokter saja, Bu? Lebih baik aku dan Mas Amar ke dokter kandungan untuk periksa. Nanti di lihat, siapa yang bermasalah. Kalau aku yang bermasalah, silahkan saja untuk di urut. Tetapi jangan sampai yang bermasalah Mas Amar. Mendingan sebelum bertindak, kita periksa dulu ke orang yang ahli. Bagaimana menurut Mas Amar?" Lilis kini menatapku. Dari wajahnya terlihat jika dia sedang baik-baik saja. Seolah tidak pernah ada pertikaian diantara kami. "Boleh boleh saja. Kapan kita ke dokter?" ucapku sambil membalas tatapan Lilis. "Keluarga kami tidak ada yang mandul, semuanya subur. Amar t
last updateLast Updated : 2023-05-20
Read more

Bab 47. Keputusan Lilis Sudah Bulat

Pov Amar "Mungkin kenapa Lilis belum juga hamil, karena dia tidak mau dipijat. Padahal pijat itu bagus," ujar ibu nampak sendu. Mungkin ibu merasa sedih karena menantu kesayangannya tidak mengindahkan keinginan ibu. "Nanti aku bicarakan dengan Lilis. Dia pasti akan mengikuti keinginan ibu untuk pergi ke tukang pijat dan dukun … Aku ke kamar dulu, Bu. Mau bicara pada Lilis." Aku pun berdiri dari tempat kursi. Aku melihat tumpukan piring yang ada di wastafel. "Bu, piringnya jangan ibu yang cuci. Aku akan cuci kalau sudah selesai bicara dengan Lilis." Aku pun melangkah menuju kamar utama. Saat membuka kamar, ternyata Lilis sedang berbaring di atas kasur. Kenapa dia terlalu betah berada di kamar? Entahlah, aku tidak mengerti dengan semua tindakan perempuan ini. "Aku mau ngomong sama kamu!" ujarku sambil bertolak pinggang di samping ranjang tidur. "Bicara saja, tidak ada yang larang." Lilis berkata sambil memainkan handphone. Sungguh sangat tidak sopan. "Simpan handphone kamu! Ha
last updateLast Updated : 2023-05-23
Read more

Bab 48. Alasan Menikahi Lilis

Pov Amar "Biaya ke dokter mahal. Kita tidak punya tabungan," ujarku mengelak. Pasti Lilis akan mengurungkan niatnya jika sudah membahas tentang uang. "Minta ke ibumu. Dia kan punya banyak uang. Masa semua uang yang kamu kasih setiap bulan, sudah habis. Dia kan tidak pernah belanja." Apa-apaan ini! Kenapa meminta uang ke ibu. Semakin tidak beres saja otak Lilis. Permintaannya semakin aneh. "Dulu aku dan Arumi ke dokter dari hasil tabungan Arumi. Bukan pakai uang dari ibu. Masa dari uang yang aku berikan setiap bulan, kamu tidak bisa menabung," ujarku sambil sedikit menjauhkan wajah. Rasanya tak Sudi terlalu lama berdekatan dengan perempuan ini. Jujur hingga kini, setiap melakukan hubungan suami istri dengan Lilis, aku selalu membayangkan wajah Arumi. Ya, aku hanya bisa menikmati jika dalam pikiranku terbayang wajah Arumi. Bagaimana tidak, Lilis selalu saja membuatku muak. Bagaimana bisa aku bernafsu dengannya? Aku dan Lilis tidak berhubungan suami istri setiap saat. Hanya pada m
last updateLast Updated : 2023-05-23
Read more

Bab 49. Tak Perlu Menyesal

Pov Amar Aku lalu ikut berdiri, ingin menyusul ibu ke kamarnya. Jika aku tak bisa merayu Lilis karena terlalu keras kepala, berarti aku harus bisa merayu ibu. "Ya Allah, Bu. Lilis itu bukan Arumi. Aku tidak bisa merayunya. Coba ibu yang bicara ke Lilis. Dia kan menantu pilihan ibu." Aku berkata setelah duduk di ranjang tidur. Ibu sudah berbaring. Aku merasa jenuh dengan keinginan ibu. Jika Lilis memiliki sifat seperti Arumi, sangat mudah untuk aku merayunya. Tetapi dia perempuan yang sangat keras kepala. Sekali katakan tidak, akan tetap tidak. "Kamu kan suaminya, Amar. Masa tidak bisa membujuknya." "Lilis menantu pilihan ibu. Aku tidak tahu cara untuk mengambil hati Lilis. Jika ibu ingin dia ke dukun, ibu saja yang katakan padanya, aku tidak bisa …. Nanti saja kita bicarakan lagi, Bu. Aku mau keluar dulu," ujarku langsung berdiri, sebelum ibu kembali mengeluarkan kalimat yang membuat aku ingin berteriak. Memang sebaiknya aku keluar mencari udara segar. Kalau terus berada di rum
last updateLast Updated : 2023-05-23
Read more

Bab 50. Takut Ke Dokter

Pov Amar Kok Ibu bisa berubah secepat ini. Padahal tadi aku meninggalkannya di rumah dalam keadaan risau dan kesal. Apa yang sudah Lilis katakan pada Ibu? Sehingga ibu bisa berubah dalam waktu yang sangat cepat seperti ini. Entah mengapa kini aku deg-degan. Aku takut mengetahui hasil laboratorium. Jangan sampai kejadian dulu terulang lagi. Ah, tidak usah aku berpikir buruk. Bisa jadi firasatku benar, hasil pemeriksaan laboratorium yang dulu itu salah. Ada campur tangan Arumi saat itu. "Mana baiknya saja menurut ibu. Aku mengikut keputusan ibu," ujarku lembut. Lilis tersenyum sinis. Namun saat ibu melihatnya, senyuman itu berubah menjadi anggun. Sebenarnya ada apa dengan perempuan ini? "Tetapi tunggu! Kalian punya uang kan untuk ke dokter? Biaya ke dokter pasti mahal." Ibu berkata sambil melihatku dan Lilis bergantian. Lilis melirikku sejenak, dia lalu berkata, "tidak ada, Bu. Aku harap nya pada ibu yang bisa membantu kami." Lilis berkata dengan pelan. Sangat berbeda ketika b
last updateLast Updated : 2023-05-23
Read more
PREV
1
...
34567
...
19
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status