Semua Bab Yang Mandul Itu Kamu, Mas!: Bab 21 - Bab 30

185 Bab

Bab 21. Kedatangan Mas Amar

Aku berjalan pelan menuju kamar. Ayah dan ibu sudah meninggalkan di dapur sejak dua puluh menit yang lalu. Apa yang ada dalam pikiran ayah dan ibu. Mengapa mereka tidak membelaku? Mengapa seolah mereka berada di pihak Mas Amar? Apa mungkin Mas Amar sudah berkata sesuatu pada ayah? Ya, bisa saja kan. Mas Amar lelaki yang manipulatif. Dia pasti sudah memikirkan semuanya dan tidak ingin menjadi pihak yang disalahkan. Detik jam terus berputar. Aku belum juga bisa memejamkan mata. Air bening terus saja keluar dari kelopak. Rasanya kepala sudah terlalu berat karena lelah menangis. Ternyata hingga pagi menyambut, aku tak kunjung bisa tidur. Sekarang sudah pukul tujuh pagi. Aku bahkan tidak merasakan ngantuk sama sekali. "Arumi, sarapan dulu, Nak. Tidak lama lagi Mas Amar akan tiba. Kamu mandi ya, supaya segar." Ibu berteriak dari balik pintu. Aku enggan untuk membangunkan badan. Hingga jam segini, aku belum merasakan lapar. Tidak! Aku tidak ingin bertemu Mas Amar! Aku tidak mau melihatn
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-02
Baca selengkapnya

Bab 22. Bukan Aku Yang Mandul

"Keputusan suamimu untuk menikah lagi tidak sepenuhnya salah. Di dalam agama kita juga tidak mengharamkan poligami. Berdamailah dengan keadaan, Nak. Seperti ini lah rumah tangga. Di dalamnya akan banyak cobaan," ujar Ayah dengan lembut. Aku benci mendengarnya. Aku tidak suka ayah membela lelaki itu. "Please, Ayah! Mas Amar tidak sebaik yang ayah kira. Aku tidak mampu mempertahankan pernikahan ini. Jangan paksa aku untuk bertahan." Aku berkata sambil sesegukan menahan sesak. Semua orang membela Mas Amar. Seolah aku lah yang hina. Bahkan kedua orang tuaku pun melakukan itu. "Istighfar, Nak. Meminta cerai pada lelaki sholeh yang sudah melakukan semua kewajibannya, itu dosa. Mas Amar selama ini sudah menjagamu dengan baik. Dia memberikan kamu nafkah. Dia tidak pernah berbuat kasar padamu … Jangan jadi istri pembangkang, Nak. Neraka jahanam adalah tempatmu, jika kamu berbuat seperti itu. Yang dilakukan Mas Amar benar. Poligami itu keinginan ibunya karena kamu belum juga bisa memberi
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-04
Baca selengkapnya

Bab 23. Perubahan Istriku

Pov Amar *** Aku baru saja tiba di Rumah. Terlihat Lilis sedang bersenda gurau dengan ibu dan Mbak Mira di dapur. Hal yang tidak pernah terlihat ketika ibu bersama Arumi. Aku langsung masuk ke kamar, tidak ingin terlebih dahulu berbasa-basi dengan mereka. Kini badan telah berbaring di atas ranjang. Mata menatap langit-langit. Tidak bisa dipungkiri, aku sangat merindukan Arumi — Istriku. Sudah satu Minggu dia pergi dari sini. Bahkan nomor teleponnya tidak bisa di hubungi. Aku tadi ke Rumahnya, berharap akan bertemu dengannya. Namun nihil, istriku itu bahkan tidak ingin keluar kamar untuk menemui ku. Apa keputusanku untuk berpoligami sangat jahat? Bagiku tidak! Selama aku masih memberikan nafkah dan perhatian pada Arumi, semuanya akan baik-baik saja. Tetapi kenapa Arumi tidak patuh terhadap keputusanku? Padahal selama ini dia sangat patuh pada perintahku dan aku selalu melakukan yang terbaik untuknya. Arumi juga tahu jika aku berpoligami hanya karena mengikuti keinginan ibu – Pere
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-04
Baca selengkapnya

Bab 24. Lilis Kekanakan

(Pov Amar) "Mas, dipanggil ibu untuk makan." Suara Lilis menghentikan lamunanku. Dia sedang berdiri di depan pintu. Bahkan aku tidak menyadari, sejak kapan dia berdiri di situ. Kenapa anak ini tidak sopan sekali? Memanggil suami tanpa mendekat, hanya berdiri di pintu. Memangnya aku ini anak kecil? Lilis perlu diajarkan cara sopan santun yang benar dan bagaimana harus memperlakukan suami. Dia seperti tidak sedang berbicara dengan seorang suami. Sikapnya sangat berbeda dengan Arumi. "Mas tidak mau makan?" Lilis kembali bersuara. Mungkin karena aku belum melakukan pergerakan. Aku masih saja menatapnya dari tempat tidur. "Yuk kita makan," ujarku sambil tersenyum dan bangun dari tempat tidur. Aku menarik lembut tangan perempuan yang seminggu ini sudah sah menjadi istriku. Aku menatap Lilis sejenak, sebelum akhirnya jalan beriringan. Lilis memang sangat cantik. Matanya bulat, kulitnya putih bersih, rambutnya lurus dan dia juga tinggi. Dia tidak berhijab seperti Arumi. Mungkin Allah
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-11
Baca selengkapnya

Bab 25. Istri yang Cantik

(Pov Amar) "Tidak bisa begitu, Bu. Arumi masih menjadi tanggung jawabku. Dalam agama tidak dibenarkan perbuatan itu. Meskipun sudah menikah dengan Lilis, aku masih wajib untuk menafkahi Arumi." Sungguh, kali ini aku tidak setuju dengan keinginan ibu. Walau bagaimanapun Arumi masih sah menjadi istriku. Lagi pula, Arumi istri pilihanku. Sedangkan Lilis, dia pilihan ibu. Kalau bukan karena ingin berbakti pada ibu, aku tak akan menikahi Lilis. Ya, Lilis memang sangat cantik. Tetapi hatiku sudah sangat mencintai Arumi. Yang namanya cinta tak bisa di paksa. Sekarang saja aku masih berusaha mencintai Lilis seperti cintaku pada Arumi. "Kalau begitu secepatnya ceraikan Arumi. Supaya gajimu fokus pada kami berdua." Aku tersentak. Sabar, ibu memang sering begini. Biarlah, tak perlu dijawab. Aku tak ingin menjadi anak durhaka karena membantah ibu. "Yang ibu takutkan, kamu itu sudah di pelet oleh Arumi, makanya sulit lepas dari dia. Coba deh, kamu banyak banyak ruqyah mandiri … ibu sering
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-11
Baca selengkapnya

Bab 26. Yakin Untuk Bercerai

(Pov Amar) Lilis hanya tersenyum saat ibu memuji kecantikannya. "Kalau punya menantu yang baik seperti Lilis, ibu jadi betah berada di rumahmu. Jangan bawa Arumi ke sini lagi, kalau kamu tidak ingin melihat ibu sakit-sakitan," ujar ibu setelah memasukan makanan terakhir yang ada di piring. "Jadi selama ini ibu sering sakit karena Arumi?" tuturku dengan raut wajah kaget dan penasaran. "Jelas karena istrimu itu! Dia sering berbuat kasar pada ibu. Asal kamu tahu saja, dia sering menyembunyikan makanan yang ada di rumah ini, makanya ibu sering tahan lapar. Mbak mu juga akhirnya tidak membawa makanan ke rumahnya. Istri macam apa itu? Padahal bukan dia yang mencari uang." "Tetapi aku selalu tanya Arumi, apa ibu sudah makan, dan dia selalu menjawab, sudah. Masa Arumi berbohong padaku, Bu." "Kamu tidak percaya pada ibu. Arumi itu bukan perempuan baik, Amar! Kamu terlalu sibuk di kantor, makanya tidak tahu bagaimana karakter dia yang asli. Ibu yang setiap hari berdua di rumah, sangat
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-11
Baca selengkapnya

Bab 27. Kedatangan Surat Cerai

*** Aku masih saja mengurung diri dikamar. Sudah sebulan lebih aku berada di rumah ibu dan ayah. Katanya Mas Amar akan datang menjemput. Tetapi hingga kini dia tak kunjung datang. Aku tetap berpikir positif, mungkin dia sedang ada kerjaan yang tidak bisa ditinggalkan. Sebenarnya bagus jika Mas Amar belum kesini karena aku masih ingin menyendiri. Ada rasa belum siap bertemu dengan istri kedua Mas Amar. Aku juga belum mengurus perceraian, karena hingga kini perasaan masih bimbang. Terkadang keputusan sudah bulat untuk bercerai, namun rasa cinta menjadi penghambat. Aku memang perempuan bodoh. Tetapi, itulah aku. Sangat susah melupakan seseorang yang sudah terlanjur dicintai dengan sangat dalam. Ditambah lagi, ayah dan ibu selalu menasehati untuk bertahan. "Arumi, ada yang cari di luar." Ternyata ibu sudah ada di belakangku. Bahkan aku tidak menyadari kedatangannya. "Siapa, Bu?" tanyaku dengan lembut tanpa menoleh. Mata masih saja melihat keluar jendela. Aku kini sedang duduk d
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-12
Baca selengkapnya

Bab 28. Hatiku Hancur!

Aku terdiam cukup lama. Napas seakan berhenti sejenak. Beberapa detik berlalu, aku pun coba menguasai diri. "Maaf, Mas. Nanti suratnya aku yang bawa langsung ke kantor pos," ujarku pelan. Mata masih menatap surat cerai yang ada di tangan. Hati seakan tak percaya dengan lembaran kertas yang bertuliskan tinta hitam ini. "Maaf, Mbak. Tetapi suratnya mau langsung diambil. Mbak hanya disuruh untuk menandatangani," ujar pegawai pos dengan senyum ramah. Apa ini jawaban kenapa Mas Amar belum juga datang menjemputku? Kenapa bisa? Apa alasan Mas Amar memutuskan untuk bercerai. Selama tinggal disini ibu dan ayah selalu menasehati tentang cobaan rumah tangga, hingga akhirnya aku ragu untuk bercerai. Kenapa kenyataan yang harus aku hadapi semenyakitkan ini? Mas Amar yang katanya sangat mencintaiku, kenapa memilih berpisah? Apa karena hingga sekarang aku tidak pulang? Kenapa Mas Amar tidak bertanya kenapa aku masih bertahan disini? Kenapa Mas Amar tidak berusaha membujukku? Aku tidak mau ke
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-12
Baca selengkapnya

Bab 29. Pelukan Ayah

"Ada apa ini, kenapa Arumi dan ibu menangis?" Aku yang sedang menutup wajah dengan kedua tangan, langsung membuka. Tangis semakin pecah ketika melihat ayah. Ya, Ayah nampak kaget melihat aku dan ibu dalam keadaan menangis. "Kamu kenapa menangis, Nak? Ada apa, sayang?" ujar ayah dengan lembut. Kini ayah telah duduk di sampingku. Aku langsung memeluknya dan menangis dalam pelukan. Ayah mengusap punggung belakangku, memberikan ketenangan. "Tadi ada pegawai pos yang datang. Dia membawa ini," ujar ibu dengan suara serak. Ayah perlahan melepas pelukan dan mengambil map yang diberikan oleh ibu. "Apa maksudnya ini, Bu, Arumi?" ujar Ayah dengan terbata. Matanya masih menatap surat. Mungkin ayah sedang mencerna setiap kata yang tertulis. Aku yakin, ayah sangat kaget membaca surat yang kini berada di tangannya. "Mas Amar ingin bercerai, Ayah. Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi. Aku tidak tahu apa yang sedang Mas Amar pikirkan, sehingga berniat bercerai denganku. Dan aku tidak tahu
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-13
Baca selengkapnya

Bab 30. Orang Tua Hebat

Aku memejamkan mata. Meresapi semua kalimat yang terucap dari bibir ayah. Benar yang ayah katakan, aku harus bangkit. Tetapi mampukah aku bangkit? Aku sudah tidak tahu cara untuk bangkit. "Sekarang tanda tangani surat ini, Nak. Tunggu ibu cari pulpen," ujar ibu lalu berdiri dari duduknya. "Mulai hari ini kamu harus berjanji untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Ayah tahu itu sulit. Tetapi ayah yakin kamu pasti bisa. Lupakan Amar. Dia bukan lelaki terbaik untukmu. Ayah percaya, diluar sana ada jodoh terbaik yang sudah Allah persiapkan." Aku langsung memeluk ayah. Hati kecil mengucap ribuan syukur. Allah sangat baik, memberiku rezeki terlahir dari keluarga yang sakinah. Jika tidak mendapat support dari ayah dan ibu, aku mungkin sudah memilih untuk mengakhiri hidup. Aku tidak kuat untuk bangkit. Aku tidak kuat untuk bersemangat. "Ayah yakin kamu bisa melupakan Amar." Ayah kembali berkata dengan suara yang lembut. Benarkah aku bisa melupakan Mas Amar? Rasanya sangat sulit. Aku
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-13
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
19
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status