Silvi membuka mata. Cahaya matahari pagi membuatnya terjaga. Gadis itu beringsut dari kasur lapuk itu dengan malasnya. Rasanya ia tak bersemangat sekolah, karena beberapa hari ini Araska tampak menepati janjinya, menepati kalimatnya untuk menjauh dari Silvi.Araska bahkan tak melihat dirinya, entah saat di kelas, saat sesekali mereka belajar di lab, atau di mana saja. Anak lelaki itu bertindak seolah tak mengenali Silvi. Setelah kejadian hari itu, mereka seolah menjadi dua orang asing yang tak saling kenal. Kadang karena merasa tak enak, Silvi ingin meminta maaf kembali, tapi ia takut pada dinginnya sikap Araska. Mungkin Araska merasa marah pada perasaan Silvi untuknya, sementara ia hanya menganggap teman biasa, hanya sebatas teman yang selalu ditolongnya. Tapi, perasaan itu Araska tak menginginkannya. Membayangkan penampilan Silvi saja membuatnya geli setengah mati, memang gadis itu tak lagi terlihat buluk, tapi tetap saja sangat berbeda dibandingkan anak lain. Araska memang ikhlas
Read more