Home / Romansa / Si Burik Jadi Cantik Saat Reuni / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Si Burik Jadi Cantik Saat Reuni: Chapter 1 - Chapter 10

57 Chapters

1. Gadis yang Tak Percaya Kata Cinta

“Gue suka sama lu, Ndri. Gue cinta sama lu.” Alex berjongkok, dengan manisnya ia mengulurkan sebuket bunga lili berwarna pink. Semata untuk meluluhkan gadis cantik di depannya.Melihat warna pink, gadis yang dipanggil Andri itu merasa mual. Ada kemarahan yang tertahan saat ia melihat warna yang begitu dibencinya seumur hidup. Hampir saja ia melempar bunga di depannya, karena warna itu mengingatkan masa lalunya yang begitu ingin ia lupakan.“Gue gak suka pink.” Gadis itu masih mematung dengan bola mata yang mulai berkaca-kaca, tapi berusaha ia kondisikan perasaannya, agar rasa sedihnya tak berubah menjadi air mata yang tak tertahankan. Entah mengapa ia selalu terluka saat melihat sesuatu yang pernah membuatnya begitu terpuruk. Sesuatu yang berkaitan dengan masa lalunya.Alex menarik bunga yang disodorkan untuk gadis yang ia cintai. “Kenapa?” Alex bertanya. Karena menurut pengalamannya, gadis-gadis akan berterima kasih padanya setelah ia memberikan lili berwarna pink. Atau mereka akan
Read more

2. Dipertemukan Takdir

Andri melajukan mobilnya dengan sedikit kencang. Ia takut akan terlambat saat tiba di kampus, mengingat jarak tempuh dari rumah ke kampus lumayan lama, sekitar tiga puluh menit, itu pun kalau tidak terjadi kemacetan yang terlalu panjang. Ah, kapan Jakarta akan bebas dari macet?Sial!Baru saja Andri berharap agar ia tak terjebak kemacetan, tapi sia-sia, karena di depannya puluhan mobil sudah terhenti. Gadis itu menghela napas, ia mengambil ponsel dan menyambungkan earphone, sejenak kebosanan sedikit terhalau karena alunan musik memenuhi ruang telinganya.Dancing slowly in a empty roomCan the lonely take the place of you?I sing myself a quiet lullabyLets you go and let the lonely inTo take my heart againThe Lonely milik Christina Perri terus mengalun mendayu di telinga Andri. Ia ikut menyanyikan lagu yang seolah sedang mengatakan tentang dirinya sendiri. Perasaan kosong seringkali menghiasi hatinya. Padahal di luar sana, banyak lelaki yang memuja dan menyatakan cinta padanya, sepe
Read more

3. Lingkungan yang Tepat

Sepulang dari kampus, Araska tergesa-gesa membuka pintu kamar. Ia menghempaskan tas ranselnya di kasur. Lelaki itu ingin segera menuntaskan rasa penasarannya sedari tadi. Penasaran pada gadis yang dulu ia kenal begitu dekat, sering ia tolong, sampai-sampai gadis itu pernah tersesat pada kebaikannya.Ndri?Andri?Bagaimana bisa gadis itu berubah menjadi Andri. Pertanyaan itu kian menjadi-jadi di kepala Araska.Araska membuka laci nakas di samping tempat tidurnya. Ia mencari foto seorang gadis dekil korban bullying yang dilakukan teman sekelasnya. Foto yang pernah ia ambil di datfar nama siswa kelasnya, dulu saat ia masih SMP. Untung saja waktu itu wali kelas menyuruhnya untuk membuat sebuah map, yang berisi daftar nama siswa kelas mereka beserta fotonya. Saat gadis itu tak lagi datang ke sekolah, Araska mengambil foto itu. Awalnya hanya untuk kenangan, tapi saat ini ia merasa foto itu benar-benar berguna untuk menganalisa wajah Andri dengan gadis di masa lalunya.Ketemu. Araska menemu
Read more

4. Cantik Juga Petaka

Hari menjelang petang saat Andri keluar dari perpustakaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Gadis itu keluar karena perpustakaan karena akan segera ditutup, pun kampus mulai sepi karena para mahasiswa mulai pulang ke tempat masing-masing, entah kos atau rumah mereka.Mahasiswa di UI, banyak yang memilih kos-kosan terdekat, agar lebih bisa menghemat waktu perjalanan. Andri sendiri pernah ditawarkan tinggal di kosan oleh Naya, tapi gadis itu menolak, karena kasihan mamanya tinggal seorang diri di rumah.Andri berjalan ke arah parkiran, ingin mengambil mobil dan meluncur pulang. Baru saja ia membuka pintu mobil saat dering ponselnya berbunyi. Ia kembali menutup pintu mobil, memilih mengangkat telepon dari nama yang tertera di layar ponselnya, Alex.Andri mengeryitkan dahi, melihat nama itu. Gadis itu berpikir, apa Alex ingin mengajaknya kembali bertemu. Karena seingatnya, kemarin Alex masih tak berbicara dengannya.“Ndri, lu di mana? Tolongin gue dong!” Suara Alex terdengar panik di seberang
Read more

5. Siapa Gadis itu Sebenarnya?

Andri masih terduduk di sudut sana, saat polisi datang dan mengamankan Alex. Seluruh tubuh gadis itu bergetar, bahkan wajahnya pucat karena ketakutan. Ia bahkan tak bisa sekadar menopang lututnya untuk berdiri. Mata gadis itu menatap kosong, dengan pipi yang basah karena air mata yang sedari tadi mengalir deras. Hampir saja ia kehilangan mahkota berharga yang paling ia jaga selama ini. Andri memang tak pernah dekat dengan lelaki. Masa lalu membuatnya takut jika mereka yang mengejarnya tak mampu menerimanya jika keadaannya tak seperti sekarang. Itu terbukti setiap kali ia membuktikannya sendiri dengan membuat mereka ilfil. Namun, kebanyakan mereka mundur perlahan karena sadar bahwa gadis itu mengerjainya. Tidak dengan Alex yang menyimpan rencana dan dendam besar."Kau aman sekarang." Araska berucap.Araska mendekat, berjongkok di depan gadis itu. Ia mencoba mendekatkan tubuhnya agar bisa memeluk gadis yang tubuhnya begitu dingin. Araska menenggelamkan kepala gadis itu di dada bidangny
Read more

6. Jangan Panggil Aku Silvi

Bab 6.Motor Araska menepi di depan sebuah restoran. Andri merapikan rambut panjangnya setelah beberapa saat diacak-acak oleh angin saat ia berboncengan di motor Araska.Mereka baru saja menyelesaikan mata kuliah terakhir untuk hari itu. Araska mengajak Andri untuk pulang bersama, karena tadi pagi lelaki itu juga menjemputnya. Entahlah, Araska merasa takut jika terjadi sesuatu yang buruk lagi pada gadis itu.Sejak kejadian hari itu, mereka sering berkomunikasi lewat telepon. Setidaknya baru hari ini, karena Araska meminta menjemput.Awalnya mereka tak banyak berbicara saat bertemu, pun di dalam kelas. Namun, mereka bersikap seperti teman lama yang sudah cukup mengenal satu sama lain, tapi gengsi menyapa satu sama lain. Satu sisi, karena Araska masih mempertanyakan apa yang terjadi pada hidup gadis itu hingga ia bisa berubah sedemikian rupa. Bagi Araska, gadis itu tetap sama. Satu sisi, ia kuat, tapi sisi lain, Andri terlalu lemah, hingga membuat Araska ingin melindunginya.Araska mem
Read more

7. Gadis yang Membenci Hari Senin

Beberapa tahun yang lalu.Senin.Bagi sebagian orang, pembuka hari itu menjadi semangat baru untuk mereka yang bekerja atau anak-anak bersekolah, setelah kemarin menghabiskan waktu liburan bersama keluarga atau teman. Namun, tidak bagi Silvi, seorang gadis yang baru saja duduk di bangku kelas enam sekolah dasar.Gadis itu sama sekali tak menyukai hari Senin. Bahkan, ia terlalu membencinya. Karena baginya, hari itu lebih menyedihkan dari hari lainnya. Rasanya setiap hari memang sama saja, tak memberinya sedikit pun bahagia layaknya yang dirasa oleh anak-anak lain. Baginya, Senin lebih memberinya tekanan ketimbang kenyamanan atau kebahagian yang layak dinikmati.“Silvi mana?”“Ini tempat Silvi!”Sahut-sahutan beberapa teman sekelas Silvi menanyainya. Mereka sibuk melongok ke sana kemari, tapi tak menemukan sosok yang dipanggil.Lapangan masih belum penuh terisi oleh semua siswa. Sebagian siswa telah berbaris dengan rapi, pun kelas enam sudah menempati posisi di mana biasanya mereka berd
Read more

8. Debar Berbeda

Pagi.Silvi bangun dengan perasaan bahagia, karena tak ada jemuran yang menjadi pekerjaan tambahannya hari ini. Semalam ia dan ibu tidur dengan nyaman di bawah cahaya bulan purnama yang menyesak melalui celah genteng yang sudah berlubang.Gadis itu bangkit dari kasur kapuk yang bau khasnya sedikit menguar, langkah kaki Silvi menuju kamar mandi yang terletak di belakang rumah. Kamar mandi khas pemukiman kumuh yang hanya tertutupi dengan plastik-plastik bekas. Namun, beruntungnya ada sumur yang airnya putih dan bersih.Usai mandi, Silvi kembali ke kamar. Kamar yang ditempati oleh dia dan ibu. Ada banyak barang-barang di sana, meja tempat Silvi menyusun buku-buku pelajaran dan buku tulis yang ia dapat dari tong sampah depan gang atau jalan, tempat penampungan sampah orang-orang kaya. Lumayan, halamannya masih sangat banyak atau bahkan hanya ditulis beberapa lembar saja. Silvi mengambilnya, mencoret nama mengganti dengan namanya. Gadis kurus itu bahagia karena satu beban ibu terbantu deng
Read more

9. Permainan

Setiap sore, di lingkungan tempat tinggal Silvi selalu ada permainan yang dimainkan anak-anak. Mereka mengisi waktu luang, dan memenuhi keceriaan masa kanak-kanak.Anak-anak akan bermain sesuai musiman, kadang main catur, kadang lompat karet, atau main gambar kartu. Gadis-gadis kecil itu biasanya bermain di rumah Uta, rumah paling besar di sekitar itu. Selain besar, rumah Uta juga mempunyai taman dan rumput yang hijau, membuat anak-anak senang bermain di rumahnya. Namun, hanya anak-anak yang terpilih yang bisa bermain di rumahnya, seolah ada barcode pengaman dari pagar untuk masuk ke rumah. Barcode yang hanya menyeleksi anak-anak orang kaya.Untuk anak seperti Silvi, tentu saja tak menjadi pilihan. Sebab itu, gadis dekil itu hanya mengintip di balik tembok tinggi rumah Uta. Tak berani masuk dan tak ada yang menyuruhnya masuk, pun tahu diri bahwa dia akan diabaikan di sana.Kadang Silvi merasa bosan di rumah, tak ada yang bisa ia lakukan untuk sekadar mengisi waktu luang menunggu ibuny
Read more

10. Bekal Siang

Matahari mulai menampakkan sinarnya, pertanda semua orang akan kembali melakukan aktivitas masing-masing. Begitupun Silvi, ia seperti dipaksa mengulang aktivitas yang sama setiap harinya. Tak ada yang istimewa, yang ada hanya kebosanan yang mendera. Tanpa teman, hanya kesunyian.Sekolah Silvi terletak tak jauh dari gang rumahnya, setiap hari ia akan berjalan kaki menuju ke tempatnya mencari ilmu. Banyak juga anak-anak yang seperti dirinya, berjalan kaki. Hanya beberapa saja yang diantar orang tua, seperti Uta karena sekalian dengan sang ayah yang pergi bekerja.Silvi berjalan hati-hati, bukan tak kuat berjalan karena tak sarapan tadi pagi. Tapi karena menjaga sepatunya agar tak bertambah rusak di bagian depan. Ia menghindari batu dan kerikil agar sepatunya awet sampai ia lulus SD. Sampai di sekolah, Silvi berpapasan dengan Uta dan teman-temannya. Sepertinya mereka baru saja dari kantin, terlihat dari minuman dan makanan ringan yang mereka bawa.“Hai, Tiang Listrik!” Uta menyapa. Tapi
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status