"Mbak?" Aku mengeraskan suara, karena samar dihapus hujan. Tubuhku, juga tubuh Kasih, sudah sepenuhnya basah dan tak peduli lagi petir menggelegar mengamuk di sudut langit sana."Mau apa kamu, Cin?" Suara Kasih terdengar pelan.Aku ikut berlutut di sampingnya. Kupegang tangannya. Ia menepis, tapi aku tetap kuat memegang tangannya."Dasar bodoh!" ujarku."Kan, cuma mau bilang aku bodoh."Aku langsung mendekap Kasih erat. Erat sekali. Ia agak meronta untuk melepaskan dekapanku. Tapi semakin ia meronta, semakin aku kuatkan dekapanku padanya hingga ia tak dapat bergerak lagi dan pasrah."Bodoh," lanjutku, "kenapa harus lari dariku, kamu itu butuh pelukan seperti ini. Jangan pura-pura kuat. Jangan menanggung semua luka sendirian." Hujan agak melambat. "Cinta?" Suara Kasih serak."Selama ini sebenarnya kamu capek, 'kan?"Kasih terus terisak dalam pelukanku."Kamu selalu terbebani untuk membuat Ibu bangga, 'kan? Kamu pura-pura kuat dan terus belajar untuk berprestasi, kamu lulus kuliah cep
Last Updated : 2023-03-13 Read more